Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Soal Bubur
Andara tampaknya belum kehabisan tenaga untuk berpura-pura. Setelah kemarin rela memijat kaki Betari dan memenuhi kebutuhannya tanpa diminta, hari ini dia berdiri di dapur, menyiapkan bubur untuk wanita itu.
Andara memutar sendok kayu perlahan, membaui aromanya dengan eskpresi puas. Sejumput garam dia masukan ke dalam bubur tersebut, lalu mencicipi sesendok kecil sebelum mengangguk pada dirinya sendiri. Sejumput lagi--tapi bukan garam--ia masukan ke dalam pancinya. Lalu dia tersenyum teramat puas, seakan-akan dia telah menang lomba masak tingkat dunia.
Bubur sudah siap meluncur ke 'tuan putri'.
Sementara itu,
Di dalam kamar, Betari berdiri di depan jendela menatap hamparan luas langit biru dengan mata yang sudah tak sepanas kemarin. Napasnya teratur. Pipinya tak lagi semuram durja. Masih terngiang-ngiang dibenaknya bayangan Andara pergi bersama Melvis kemarin yang entah kenapa membuat hatinya tak suka. Meskipun untuk urusan membeli keperluan dirinya, tapi Betari tetap tidak suka. Nuraninya tersulut untuk tidak membiarkan Melvis dekat-dekat dengan Andara.
Cemburu? Betari juga tidak tahu. Tetapi wanita itu menganggap apa yang dia risaukan hanya sebagai bentuk kewaspadaan bahwa Andara sedang melancarkan sesuatu. Atau mungkin sebenarnya, kalimat 'perselingkuhan terjadi karena ada ruang' sudah tertanam di ingatan Betari yang paling dalam.
Begitu pintu diketuk dan Andara muncul dibaliknya, Betari langsung menoleh, memutus pikirannya yang melanglang buana.
"Be, ini aku buatin bubur buat kamu," ujar Andara sambil tersenyum tipis. Alih-alih ngegas, Betari langsung menerima mangkuk itu dengan dua tangan.
"Duh, nggak usah repot-repot, kan nggak ada suamiku ataupun Nando." Kata Betari, suaranya dibuat ceria seperti anak kecil yang baru dapat hadiah. Sedangkan Andara, keadaan wanita itu seperti menelan biji salak saat mendengar sarkas Betari barusan.
"Yah, memang kita nggak ada siapa-siapa di rumah ini, tapi bukan berarti kita harus berantem melulu. Iya kan?"
Betari hanya manggut-manggut seraya terkekeh pelan. Dia mulai menyendok bubur itu dengan semangat yang dibuat-buat, berusaha mengangkat alis dan tersenyum setelah mendaratkan bokongnya di sofa.
Andara duduk di sisi tempat tidur, memperhatikan Betari menyantap bubur buatannya. Tidak ada yang bicara selama beberapa saat. Yang terdengar hanya bunyi sendok bertemu mangkuk. Andara menatap lekat Betari yang hendak melahap suapan pertama.
Kata orang, kenyataan jarang sejalan dengan rencana. Betari baru saja hendak menyuap makanan, sendok pun sudah di depan mulut, namun tiba-tiba ponselnya berdering. Seketika, mulutnya kembali tertutup dan suapan yang nyaris masuk pun batal.
"Bentar, ngecek hp dulu."
Rupanya deringan ponsel hanya menjadi panggilan tidak terjawab ketika Betari memeriksa ponselnya. Setelahnya ia meletakkan ponsel sembarangan. Tanpa banyak pikir, dia kembali menyendok bubur dan melanjutkan makan yang sempat tertunda.
Betari memutar sendok perlahan di dalam mangkuk. Sesekali ia mendekatkan sendok ke mulut, lalu tiba-tiba menurunkannya lagi meskipun tidak ada gangguan. Andara mengamati dengan alis sedikit terangkat, tapi tak berkata apa-apa. Ia hanya duduk diam seraya menjaga senyum tipis di bibirnya.
"Mau makan, tapi kayaknya masih panas, deh," gumam Betari sambil meniup pelan buburnya. Kali ini sendok itu benar-benar menyentuh bibirnya, tapi belum sempat bubur masuk ke mulut, ia berhenti lagi karena mengeluh tenggorokannya gatal dan meminta air putih. Andara berdiri untuk menuangkan air.
Betari menerima gelas dengan ucapan terima kasih yang manis, lalu minum sedikit. Setelah itu ia kembali menyuap bubur. Buka mulut, nutup lagi, buka mulut lalu nutup lagi. Begitu terus sampai sendoknya terlihat bermain ayunan.
Andara menahan diri agar tidak menunjukkan apa pun. Ia tahu Betari sedang bermain-main dengannya. Andara akhirnya mengambil langkah selanjutnya.
"Aku suapin ya Be. Kayanya kamu nggak bisa makan sendiri."
"Oh nggak usah, nanti ngerepotin. Ini kayanya cuma soal sendok aja deh. Perlu diganti sama sendok lain. Bentar, aku mau ambil--"
Prak! Blugh!
Mangkuk berisi bubur jatuh berserakan di lantai ketika Betari beranjak berdiri.
"Yah, Be.. Kamu bisa hati-hati nggak sih?! Atau kamu sengaja nggak mau makan bubur buatan aku!"
"Lagian siapa yang mau makan bubur yang udah dikasih sesuatu. Kamu aja yang makan kalau berani." Jawab Betari nyolot.
Andara tercekat. Betari benar-benar tidak bisa ditipu dari arah mana pun. Jadi gini, kira-kira sekitar tiga puluh menit yang lalu, Betari ke dapur mau ambil air minum untuk menyiram tenggorokannya yang kemarau. Padahal air putih sudah tersedia di dalam kamarnya, namun rasanya Betari ingin berjalan-jalan ke dapur.
Di sana, langkah Betari terhenti ketika melihat Andara tumben-tumbenan sibuk di dapur. Biasanya tidak. Selama wanita itu tinggal, Andara tidak pernah kedapatan memasak. Alasannya mual kalau cium bau masakan.
Tapi tiba-tiba Andara masak, merupakan sesuatu yang menyedot perhatian. Betari menjaga jarak sambil memperhatikan. Akhirnya, dia melihat Andara memasukan bubuk asing dari botol yang wanita itu keluarkan dari kantung bajunya. Curiga. Tidak mungkin Andara ngantongin mecin kemana-mana.
Begitu lah ceritanya Betari mengulur-ulur makan bubur tersebut.
Andara memang berfikir buat nyerang Betari dari arah Melvis. Tapi, hal itu tidak bisa diburu-buru begitu saja mengingat cara yang dia pakai adalah membuat Melvis mengambil kesimpulan sendiri dari peristiwa yang coba dia tujukan. Tidak bisa bilang blak-blakan karena dikhawatirkan dapat merembet kemana-mana. Jadi, sambil menunggu perkembangan apakah Melvis meragukan Betari, Andara coba gangguin Betari pakai cara lain.
Kembali pada situasi saat ini.
Melvis tiba-tiba datang ketika Andara mau adu bacot kepada Betari. Sontak, Andara langsung memunguti pecahan mangkuk begitu sadar siapa yang datang.
"Ma, maaf kalau rasa buburnya nggak enak sampai membuat Mama marah. Lain kali aku belajar lebih keras lagi bikin masakan yang enak, yang sesuai dengan lidah Mama." Begitu kata Andara sembari memunguti kekacauan. Betari mendengus, dan wanita itu belum sadar suaminya datang. Tapi setelah ngeh panggilan Andara kepada dirinya berubah jadi Mama, Betari sadar ada seseorang yang berada di dekat mereka.
"Perasaan Mama belum makan buburnya deh, kan tadi keburu jatuh. Kok bisa kamu ngomong kaya gitu? Kamu kenapa, An? Tiba-tiba lupa atau bagaimana?" Betari masang wajah khawatir.
Melvis menyudahi drama kedua wanita itu dengan menyuruh ART membersihkan pecahan yang berserak. Beliau juga meminta Andara keluar dari kamar tersebut, menyuruhnya istirahat alih-alih mengurusi keadaan Betari.
"Om nggak ngantor?"
Melvis menggeleng. "Nggak. Kamu masih sakit, jadi saya nggak ngantor hari ini. Tadi saya cuma pergi sebentar ngurus urusan yang Nadine nggak bisa wakilkan."
"Oh gitu om. Padahal saya udah sehat nih."
"Terkadang luka yang nggak kelihatan, membutuhkan penyembuhan yang cukup lama." Begitu respon Melvis, membuat Betari terheran-heran. Selain itu, Betari juga tersadar kalau sikap Melvis tidak seperti biasanya.
.
.
.
Bersambung.
Betari yang bisa menguasai dirinya sendiri.
Om Durenku-Melvis yang bijak dalam menghadapi masalah dan bersikap adil meski itu ke anak sendiri..
dan perubahan positif Nando Andara...
aku menantikan karya luar biasamu yang lain kak.. semamgat berkarya😘😘🥰🥰❤️❤️❤️❤️
di tunggu cerita2 lain na...