Seorang perempuan cantik dan manis bernama Airi Miru, memiliki ide gila demi menyelamatkan hidupnya sendiri, ditengah tajamnya pisau dunia yang terus menghunusnya. Ide gila itu, bisa membawanya pada jalur kehancuran, namun juga bisa membawakan cahaya penerang impian. Kisah hidupnya yang gelap, berubah ketika ia menemui pria bernama Kuyan Yakuma. Pria yang membawanya pada hidup yang jauh lebih diluar dugaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Irama Pereda Kelabu
Gelap, hanya lampu remang-remang berwarna biru dingin yang menjadi penerang pada ruang tamu megah milik Ryuka. Suara hujan beserta gemuruh dari luar, semakin menambah nuansa ketegangan.
Sedangkan dari balik layar super besar, menampakkan hitam untuk beberapa detik lalu perlahan cahaya biru mulai memenuhi layar, diiringi suara hujan yang kali ini berasal dari sound systhem televisi.
“Apa bisa terdengar?” Suara Rakuyan berbisik dari dalam layar.
Hening, para penonton secara bersamaan berlomba dalam kebisuan, menunggu suara selanjutnya dari sang sosok idola.
“Suara api yang lama membeku,” lanjut Rakuyan dari balik layar, suaranya terdengar dingin.
Nuansa asap putih yang terbias lampu kebiruan, perlahan memenuhi area panggung. Penonton masih serempak untuk terdiam.
“Cairkan lah dengan bara semangat dari kalian!” kali ini, Rakuyan dari dalam layar berteriak dengan penuh emosional, sembari mengangkat tangan memberi komando pada para penonton.
Disusul suara teriakan para penonton, juga sembari mengangkat tangan mereka yang sudah diberi gelang lampu berwarna merah.
Lampu sorot panggung mulai berubah menjadi merah mengikuti pergerakan tangan penonton, diiringi suara simbal drum yang khas.
“Kami, membara dalam keheningan, penghangat jiwa yang dingin,” ucap Rakuyan sang vokalis dari balik layar, diiringi suara gitar yang mulai menyusul drum.
“Kami, Silent Cold….” lanjutnya, kali ini disusul suara bass bersama drum dan gitar yang sudah lebih dulu bersuara.
“FIRE!” sahut para penonton, bersorak riang. Api merah mulai tersemprot dari panggung, bersamaan dengan teriakan mereka.
Bahkan Airi yang sedang menonton dari luar layar televisi, ikut bersorak dengan antusias. Ia sudah hafal dengan ciri khas pembuka band favoritnya.
Sedangkan Ryuka yang ikut menonton bersama Airi, hanya tersenyum gemas melihat semangat gadis disebelahnya.
Kembali fokus pada layar televisi, para manusia diatas panggung didalamnya pun mulai menyanyikan lagu pertama mereka dalam penampilan tersebut.
Diawali dengan lagu penyemangat yang enerjik, Rakuyan dalam layar bernyanyi bersama mimik wajah yang begitu ceria, sesekali melompat dan berlarian ke setiap sudut panggung, tak jarang ke area center.
Teruslah melangkah, menuju langit biru…
Dan raih setiap kilau putih awan…!
Malam mulai menjelang, kegelapan pun menyerang.
Namun mentari pasti akan terbit lagi, bukan?
Oleh sebab itu, meski labirin mulai menghadang.
Cahaya tampak kian menghilang…
Teruslah melangkah, menuju langit biru…
Setiap hari, memulai semangat baru!
Ingatlah bahwa malam, bukanlah akhir hari.
Namun waktu mengisi, energi untuk esok hari!
Kegagalan, bukan ajang untuk berhenti.
Namun cara meraih, impian yang menanti!
Itulah lagu pembuka dari sebuah konser megah, lagu Silent Cold Fire yang berjudul Awal Hari Baru. Airi yang menontonnya sembari nyamil pagi, ikut bernyanyi dengan penuh penghayatan.
“Kau suka lagu ini?” tanya Ryuka disela waktu nonton bersama.
“Sangat suka! Lagu ini yang berulangkali membangkitkan ku dari keterpurukan, terutama setelah kedua orang tuaku meninggal,” jawab Airi dengan penuh semangat.
Ryuka sedikit pilu mendengarnya, mengingat bahwa dirinya lah penyebab kematian kedua orang tua Airi. Namun ia juga lega, setidaknya lagu yang ia ciptakan bisa menjadi penyelamat bagi jiwa yang hampir menyerah.
Sambil tersenyum hangat, Ryuka bersuara dengan lembut.
“Begitu ya? Jika boleh tahu, apa kau punya mimpi untuk dituju?” tanyanya diiringi suara konser yang terus berjalan dari televisi.
“Mimpi ya? Bisa bertahan hidup ditengah kerasnya dunia saja, sudah cukup sih. Aku belum sempat terfikir akan mimpi,” jawab Airi jujur. Wajahnya tersorot oleh cahaya warna warni dari layar besar.
“Kuperhatikan, setiap karya lukismu begitu indah dan sangat menjiwai. Tak ingin menjadi seniman saja?” Ryuka mulai memberi usul.
Airi sedikit tertawa kecil.
“Jangan bercanda! Aku masih sangat pemula di bidang seni. Banyak profesional yang karyanya jauh lebih bagus dariku. Aku hanya bisa menjadi penikmat ketimbang pemain.”
Ryuka tersentak mendengar jawaban itu, matanya membola ke arah Airi.
“Mengapa pesimis begitu? Bukankah kau merasa terdukung oleh lirik laguku?” tanyanya sedikit kecewa bercampur khawatir.
“Aku bukan pesimis, tapi aku sadar diri. Faktanya, karyaku memang pasti akan kalah saing dari mereka.” jawab Airi tanpa menoleh, ia fokus menonton sambil menyamil.
“Tapi, Airi. Keberhasilan itu terbuka untuk semua or—!”
“Sudah, diam! Musiknya tidak terdengar jika kau terus bicara!” sela Airi, menghentikan suara Ryuka yang belum sempat menyelesaikan kalimatnya.
Mereka kembali pada kebisuan, Ryuka tak berani lagi berbicara setelahnya. Ia hanya menyaksikan dirinya sendiri pada layar, sembari berharap ada lagunya lagi yang menampar semangat impian Airi.
Beberapa hal menarik terjadi selama mereka menyaksikan konser tersebut.
Mulai dari Airi yang keterusan menyanyikan lirik lagu repetisi padahal sudah waktunya ganti lirik, hingga Rakuyan dalam layar sedikit salah lirik atau lupa nyanyi.
Terkadang juga para penonton pada video itu, lupa tepuk tangan saking kagumnya pada lagu atau suasana konser.
Hal itu menjadi bahan candaan ringan yang mengundang tawa bagi Ryuka dan Airi yang sedang menonton di sofa nyamannya. Mereka saling melempar ledekan usil.
Di salah satu lagu yang cukup tenang dan memiliki lirik bermakna, suasana panggungnya dipenuhi oleh gelembung kecil yang tampak begitu indah.
Ada juga lagu dengan beat layaknya degup jantung, yang dimulai oleh tumpukan lampu sorot tertuju pada Rakuyan, juga naik turun mengikuti gerak tangannya seolah para cahaya lampu itu didorong olehnya.
Bagian yang paling menakjubkan dari keseluruhan konser ini adalah, lantai panggung kacanya juga seperti layar, menunjukkan beberapa cahaya warna-warni atau hanya sekedar efek retak ketika Rakuyan hentakkan dengan kaki.
Hingga di pertengahan konser, Rakuyan memberikan sedikit pidato singkat pada para penonton. Pidato yang membungkam setiap suara, bahkan hujan diluar rumah Ryuka pun mereda.
“Kalian semua yang menonton pada hari ini, adalah manusia. Yang menonton melalui video rekaman DVD juga manusia, begitupun dengan diriku sendiri adalah manusia yang tak luput dari kesalahan..”
“Kita semua memiliki sebuah kekurangan, aku juga memiliki kekurangan. Namun dengan segala kekurangan, aku bisa berdiri diatas panggung ini berkat dukungan dari kalian,”
“Kalianlah yang memberiku kekuatan untuk terus bangkit demi meraih semua impianku. Itu membuktikan bahwa kalian ini hebat. Dibalik kekurangan, kalian juga memiliki kekuatan…”
“Jangan pernah membandingkan diri dengan orang lain! Impian kalian sama kuatnya dengan impianku, sama berharganya dengan impian mereka.”
“Jadi, kejarlah satu-satunya impian hebat yang hanya dimiliki oleh kalian! Bersinar lah dengan cahaya kalian sendiri!”
Rangkaian kalimat indah dalam pidato Rakuyan dari balik layar, berhasil menumpahkan air mata pada pipi indah Airi yang sedang menontonnya.
Ryuka yang melihat kilau air mata itu, tersenyum hangat sebelum membelai lembut puncak rambut milik gadis cantik disebelahnya.
“Bagaimana? Apa kau bisa mendengar suara dari konser itu?” tanya Ryuka lembut.
“Rakuyan… terima kasih!” isak Airi terharu sembari mendekap erat tubuh besar Ryuka.
“Ku harap, kau juga kembali bersinar pada cahayamu sendiri.” lanjutnya.
Ryuka tersenyum yakin sembari membalas dekapan Airi.
“Pasti! Asalkan aku bersamamu, cahaya itu pasti akan jauh lebih terang lagi.”
Mereka pun melanjutkan acara nonton bersama, dalam keheningan. Menghayati setiap kenikmatan dari lagu-lagu yang terdengar. Kali ini tanpa suara hujan dan gemuruh.
Mentari mulai membisikkan harapan dalam benak mereka, akan masa depan yang terlihat lebih cerah jauh di suatu tempat sana.
Ryuka dan Airi, dua insan yang sedang terjebak dalam trauma malam gelap tanpa batas, hari ini mulai menemukan kembali mentari terbit sebagai penerang jalan, meski hanya secercah.