Johanna Kate seorang gadis cerdas yang kehilangan ibunya pada usia muda. Johanna sama sekali tidak mengetahui keberadaan ayahnya dan mengharuskannya tinggal bersama bibinya dan Nara. Selama tinggal bersama bibinya, Johanna kerap mendapatkan perlakuan tidak baik.
Setelah lulus SMA, Johanna dijual kepada lelaki hidung belang dan memaksanya harus menikah. Siapakah lelaki yang rela membeli Hanna dengan bayaran sangat tinggi. Apakah kehidupan Hanna berubah setelah itu?
ikutin terus yuk....
Novel ke sebelas ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENUNGGU KABAR
💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
BEBERAPA HARI KEMUDIAN.
Pagi datang menyapa. Suhu udara di Kota Sidney menurun di bawah titik beku. Cuaca yang begitu dingin mengharuskan Hanna memakai pakaian berlapis. Hanna menarik napasnya dalam-dalam. Ini sudah hari ke tujuh. Tapi belum ada kabar dari pak Antoni. Bagaimana caranya ia bertemu dengan Levi jika pak Antoni tidak memberikan jalan untuk mempertemukannya dengan Levi. Hanna jadi bingung tidak tahu harus berbuat apa. Setidaknya tiga bulan saja, sudah cukup baginya. Dengan cara seperti ini Hanna ingin mengembalikan ingatan Levi.
Hanna tidak semangat mau berangkat ke kantor. Tapi jika ia tidak masuk kantor. Pak Reyhan bisa marah. Terlambat saja marah, apalagi tidak masuk. Hanna melihat penampilannya lagi. Ia menyisir rambutnya dengan rapi. Menjepit setengah rambutnya bagian atas kebelakang dengan jepitan mengkilap warna gold. Terlihat manis dan juga elegan. Hanna sudah berpenampilan rapi, segar dan cantik. Tangannya terangkat untuk mengancing coat yang ia pakai. Ia melakukan ritual yang biasa ia lakukan dengan cara menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya bersamaan. Cara ampuh untuk menenangkan hatinya yang sedang galau.
Hanna mengunakan mobil kantor. Pak Reyhan memfasilitasi kendaraan untuk di pakainya ke kantor Diamond.
"Mobil ini tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, harus digunakan untuk urusan pekerjaan saja. Ingat, untuk urusan pekerjaan saja." Ucap pak Reyhan saat memberikan kunci mobil kepadanya. Hanna tersenyum saat mengingat itu.
Hanna langsung membawa mobilnya meninggalkan apartemennya. Roti yang dibuatnya tadi bahkan masih menggantung di mulutnya. Hari ini ada rapat di kantor, ia tidak boleh terlambat. Namun, tidak di sangka di tengah perjalanan terjadi macet panjang. Jam sudah menunjukkan pukul 07.45 wib. Hanna melupakan handphonenya yang sedari tadi berbunyi. Ia fokus menatap ke depan, melihat kerumunan orang-orang yang membuat jalanan semakin macet.
"Apa yang terjadi? Kenapa macet sekali?" kesal Hanna mencengkram setir mobilnya.
Seorang polisi nampak mengatur jalanan agar beberapa kendaraan bisa berjalan kembali. Hanna mengernyitkan keningnya ketika melewati mobil ambulance yang berbalik jatuh dengan mobil truk.
Beberapa orang yang berkumpul ramai membuat ia tidak dapat melihat jelas. Hanna membuka kaca mobilnya. Samar-samar Hanna mendengar jika korban kecelakaan meninggal di tempat dan supir truk berhasil melarikan diri.
Ingatan Hanna kembali pada kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Ia mencengkeram setir mobilnya. Ia trauma jika melihat kecelakaan seperti ini. Pasti membuat tubuhnya lemas. Nyawa ibunya direnggut paksa karena kecelakaan tujuh tahun yang lalu. Kemacetan berkurang saat polisi berhasil mengatur jalan. Hanna kembali membawa mobilnya dengan cepat.
🔹🔹🔹🔹🔹
Hanna tiba di kantor diamond. Ia langsung menemui Betran. "Pak Reyhan sudah datang?"
"Hanna?" Betran terjengkit dari duduknya. Ia begitu terkejut karena kehadiran Hanna yang tiba-tiba. "Kau terlambat 30 menit, pak Reyhan memintamu langsung ke ruangannya."
"Hah? dia sudah datang?" Mata Hanna melotot hampir keluar.
"Hmmm, sepertinya perasaan pak Reyhan lagi tidak baik. Saat pak Reyhan melihatmu tidak ada di meja, dia hanya marah."
"Benarkah?"
"Hmmm." Betran mengangguk cepat.
"Aku langsung ke sana ya." Kata Hanna berjalan menuju ruangan pak Reyhan. "Aku terlambat setengah jam karena memikirkan Levin." Ia berjalan sambil mengeluh dan waktunya juga habis karena kemacetan jalan.
Tiba di ruang pak Reyhan, Hanna mengetuk pintu itu dengan lembut.
Tok...tok...tok....!
"Permisi pak, selamat pagi," Hanna mengintip di balik pintu.
"Masuk." Ucap pak Reyhan memandang sekilas dan lalu menunduk serius menanda tangani beberapa dokumen.
"Sejak kapan malaikat datang atas bapak ini, selama aku bekerja di sini. Beliau tidak pernah datang ke kantor dengan cepat. Kecuali kalau ada hal terdesak. Terkadang meeting saja hanya melalui zoom saja. Huffff....!"
Mereka diam beberapa saat. Hanna pun tidak mau mengganggunya. Ia hanya menunggu sampai pak Reyhan memberikan instruksi kepadanya. Hanna berdiri tidak jauh dari meja pak manager. Ia menyatukan kedua tangannya ke depan.
SEPULUH MENIT BERLALU.
Pak direktur tidak juga berbicara. Hanna mulai gelisah. Ia bahkan mengembuskan napasnya dengan pipi menggembung. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan juga. Apalagi ia harus memeriksa tugas yang diberikan pak direktur utama. Tidak mungkin juga ia hanya berdiri menatap lelaki paruh baya itu bekerja. Akhirnya Hanna yang bertanya.
"Pak, ada yang bisa saya bantu?"
Pak Reyhan hanya mengangkat tangannya, mengisyaratkan Hanna untuk menunggu sebentar. Ia kembali serius dengan pekerjaannya. Hanna menarik napas dan kembali menunggu. Tidak lama, pak Reyhan mengangkat wajahnya. Ia menekuk siku dan melipat tangan ke atas meja.
"Apa yang terjadi saat pak direktur utama melakukan kunjungan ke sini?" tanya pak Reyhan menatap Hanna, tatapannya penuh selidik.
"Apa maksud bapak, aku tidak mengerti pak."
"Kau tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti. Aku yakin terjadi sesuatu di kantor ini?"
"Seperti yang bapak ketahui aku diminta mereview ulang masalah pengembangan proyek baru." Ucap Hanna dengan hati-hati. Rasanya panas, tatapan pak Reyhan begitu mengintimidasi.
"Bukan itu?"
"Heuh?" Hanna bertambah bingung. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Sungguh kau tidak tahu?" Mata pak Reyhan memicing tajam.
"Iya pak. Aku tidak tahu apa-apa pak." Jawab Hanna dengan cepat.
Pak Reyhan memberikan kertas coklat kepada Hanna. "Baca ini!" ucapnya menaruh kertas itu di mejanya. "Ini surat dari kantor utama dan surat ini ditujukan kepada kau."
Hanna mengernyitkan keningnya. "Surat?" ucapnya pelan. Ia maju beberapa langkah mengambil kertas coklat yang ditaruh pak Reyhan di atas meja. Hanna kembali menatap amplop coklat itu. Ia kembali mengernyit dan menatap amplop itu dengan penasaran.
"Apa yang kau tunggu? Baca!"
Hanna mengangguk. "Baik pak," ucap Hanna mengangguk. Ia membuka dan menyobek bagian atas dan mengeluarkan isinya.
DEG....
Jantung Hanna seketika berdetak kencang. Surat ini ternyata dari pak Antoni. Isinya meminta Hanna untuk membantu pak direktur selama tiga bulan. Sesuai perjanjian mereka.
Pak Reyhan menatap Hanna dengan tatapan tidak terbaca. Ia menaikkan siku ke atas meja dan menopangnya dagu.
"Kau sudah baca?"
"Heuh? A-apa pak?"
Pak Reyhan berdecak sambil menatap Hanna dengan malas. "Kau sudah baca?" Kali ini intonasinya sedikit ditekan.
"Sudah pak." Jawab Hanna dengan cepat.
"Tadi asisten pak direktur sudah menghubungiku, senin kau sudah harus di sana. Ingat hanya tiga bulan. Setelah itu kau kembali lagi. Kau mengerti?"
"Mengerti pak." Jawab Hanna.
"Karena kau terlambat, kau harus di hukum."
"Di-hukum? maksud bapak?" Hanna mengerutkan dahinya sambil meremas tangannya.
"Sebelum berangkat kau harus menyelesaikan semua tugasmu."
Glek!
Hanna menelan salivanya berulang kali. Seperti hari ini adalah hari kesialannya.
"Bukankah kita ada rapat pak?" tanya Hanna mencoba bernegosiasi. Agar hukumannya di ringankan.
"Rapat ditunda."
"Tidakkkkkkkk!" Teriak Hanna dalam hati.
🔹🔹🔹🔹🔹
Tiba-tiba bunyi interkom di atas meja berbunyi. Hanna sampai dibuat terkejut. Ia menghela napas kesal sambil mengusap dadanya. Hanna mengepalkan tangan di depan mulutnya, ia berdehem sebelum menjawabnya.
"Iya pak," jawab Hanna begitu lembut, namun ekspresinya menggeram tanpa bersuara.
"Apa dokumen yang saya minta sudah selesai?"
"Ah,,, belum pak. Saya akan menyelesaikan secepatnya dan memberikannya langsung."
"Saya tunggu."
"Baik pak," Bibir Hanna mengerucut tidak suka.
Panggilan interkom pun mati. Hanna menggigit bibir bawahnya dan memaki pak Reyhan tanpa bersuara. Ia kembali bergelut dengan semua yang bisa dikejarnya.
Hanna melakukan penyusunan rencana program dan kegiatan sesuai dengan bidang tugasnya. Ia membuat note kecil di kertas post it dan tempelkan di bagian ujung, agar mempermudah pak Reyhan mengetahui status dokumen tersebut. Mana yang mau di periksa atau mana yang mau di tandatangani.
"Huffff....akhirnya selesai juga." Ia menatap jam yang ada di tangannya.
Terserahlah, jika masih ada kesalahan. Hanna sudah pasrah. Ini tugas sudah benar-benar diperiksa ulang beberapa kali. Ia pun bangun dari duduknya dan menyerahkan berkas itu langsung kepadaku pak Reyhan.
Update hanya hari Senin sampai Sabtu ya ☺️
BERSAMBUNG
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
ada apa ini?.
apa.yang dirahasiakan mereka
nunggu Senin lama banget sih
semakin penasaran aku
(meminta dengan nada paling lembut)
soalnya saya penasaran
tambah seru ceritanya
kok otakku berpikir keras dan tidak menemukan jawabannya