Ayu Larasati, seorang dokter spesialis kejiwaan yang lebih senang tidur di rumah sakit daripada harus pulang ke rumahnya. Ada sebab nya dia jarang pulang ke rumah. Apalagi jika bukan drama ibunya yang menginginkannya menikah dan segera memberikannya cucu.
Ibunya memaksa ingin menjodohkan dirinya dengan seorang laki-laki.
Duta Wicaksana, seorang bupati yang amat disegani di kota Magelang. Dia amat pintar mengelola kota nya sehingga kota nya bisa menjadi kota maju. Tapi sayangnya belum memiliki pendamping. Dirinya pasrah ketika akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang perempuan.
Mereka dipertemukan dalam ta'aruf. Mungkinkah cinta mereka akan bersemi?
Atau mungkinkah bunga cinta itu akan layu sebelum waktunya?
Mari kita simak perjalanan kisah cinta mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mak Nyak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemani
Duta sudah berada di depan rumah Laras. Dia melihat Abi yang sedang memandikan burungnya.
"Assalamualaikum bi" Duta menyapa Abi.
"Waalaikum salam, Duta. Tangan abi kotor kena kotoran burung. Masuk aja ke dalam. Nanti abi susul" ucap abi dengan masih melakukan aktivitasnya.
"Iya bi" Duta masuk ke dalam dan menuju dapur. Dilihatnya umi sedang membereskan meja makan, dan Laras mencuci piring.
"Assalamualaikum semuanya" sapa Duta.
Umi dan Laras menoleh dan tersenyum. "Waalaikum salam"
"Jemput Laras atau mengembalikan mobil nih?" umi mencoba memancing Duta.
"Jemput Laras mi"
"Ooh, mau kopi? Sudah sarapan belum?"
"Sudah mi"
"Ya sudah Ras, tinggal saja kalau belum selesai. Kasihan Duta nanti nunggu lama"
"Sudah selesai kok mi" Laras meletakkan piring terakhir dan mematikan kran airnya.
"Tunggu sebentar, Laras ambil tas dulu ya"
Duta mengangguk. Laras bergegas ke kamarnya menyahut tasnya. Tak lama dia menghampiri Duta lagi. Abi yang baru selesai masuk ke dalam dan mencuci tangan.
"Lhoh, abi belum ngobrol sama Duta kok kamu mau berangkat aja" ucap Abi.
"Lain kali saja lah bi, Laras bisa telat nanti" Laras mencium tangan kedua orang tuanya dan bergantian dengan Duta. Lalu mereka pamit.
Duta membukakan pintu mobil untuk Laras. Laras tersenyum dan masuk ke dalam mobil. Duta langsung menuju kursi kemudi dan menghidupkan mesin mobil. Laras menurunkan kaca mobilnya dan melambaikan tangannya kepada orang tuanya. Duta mulai melajukan mobil meninggalkan rumah Laras.
"Adem lihat mereka bareng begitu mi" kata abi kepada umi.
"Iya bi, umi seneng lihat mereka. Hah, gak sia-sia umi nyeret dia nyuruh pulang, maksa dia, hahaha. Masuk yuk bi"
"Kenapa? mau buatkan adek lagi buat Laras?"
"Hish abi kalau ngomong suka bener! Hahahaha. Bantuin umi ngangkat jemuran yang kemarin. Banyak noh" umi menggandeng tangan abi dan segera masuk ke dalam rumah.
Di dalam mobil Laras memperhatikan penampilan Duta. Sangat mempesona. Dia menggunakan kaos berkerah berwarna abu-abu dan celana jeans warna biru. Sungguh serasi dengan kacamata hitam yang sedang dipakainya. Duta tahu dirinya sedang diperhatikan dan tersenyum.
"Kenapa sih? Lihat abang begitu bangeeeett. Abang tampan kan?"
Laras tersenyum dan mengangguk malu, karena ketahuan sedang memperhatikan Duta. Duta menyetuh kepala Laras dan mengusap kepala yang memakai hijab itu.
"Nanti kegiatan abang kemana saja?" tanya Laras.
"Hmm, nganterin kamu dan nungguin kamu selesai praktek. Terus ngajak kamu ke proyek sebentar dan malamnya abang wawancara"
"Kok ngajak Laras ke proyek? Kan Laras mau jalan sama kak Ais"
"Mau jalan kemana sih memang? Abang ikut ya?"
"Ada deeehh" Laras merahasiakan tujuannya dari Duta. Dia ingin membelikan parfum untuk Duta sebagai kado ulang tahunnya.
"Ih main rahasiaan sama abang. Ya sudah. Tapi perginya hanya sama Ais ya? Gak sama cowok lain juga"
"Hahaha, gak sayang, aku cuma sama kak Ais doaaaanng. Mobil Laras abang bawa lagi saja. Nanti biar aku bawa mobil kak Ais"
"Gak usah, nanti mobil abang mau dianterin orang dealer kok. Sudah jadi katanya. Abang nanti temenin kamu sebentar. Nanti kalau mobilnya datang abang tinggal ke proyek ya"
"Iya"
Tak terasa sudah sampai saja di rumah sakit. Laras dan Duta turun. Duta sudah menggunakan masker untuk menutupi wajahnya. Laras tertawa geli melihat Duta begitu. Serius sekali tidak ingin membuatnya marah karena ada yang mengajaknya berfoto.
Mereka menuju ruangan Laras. Nina sudah datang lebih awal dari Laras. Dia bingung dengan pria yang ikut masuk ke ruangan Laras.
"Nin, ini pak Bupati. Jangan bingung" Duta tersenyum ke arah Nina dan dibalas oleh Nina. "Abang tunggu diruangan tidur Laras ya. Hanya sebentar kok" Laras menunjuk ruangan itu.
"Gak papa, abang kesana ya. Selamat bekerja calon istri kuuu. Semangat ya sayang" Duta sengaja mengucapkannya di depan Laras yang masih ditemani Nina. Membuat mukanya memerah. Nina tertawa geli saat mendengar Duta mengucapkan itu.
Duta masuk ke ruangan itu dan duduk melihat ruangan itu. Dia melihat ada kumpulan kertas yang dijadikan satu binder. Dia membukanya dan membaca nya. Ternyata kumpulan komik Laras. Duta tersenyum.
"Ternyata kamu punya bakat yang tidak mau kamu publikasikan" gumamnya pada diri sendiri.
Laras melihat tumpukan rekam medis pasien di meja nya. Meletakkan tas nya dan menyuruh Nina untuk mulai memanggil pasien itu.
"Okeh Nin, sok kabeh!"
"Hahaha, semangat ya dok. Kalau semangatnya habis dicharger dulu di dalam sana"
"Hush, ayo mulai" Laras merona saat digoda Nina.
"Maaf dok" ucap Nina.
Nina berjalan ke pintu dan mulai memanggil pasien sesuai urutan nomor mereka. Laras mulai memeriksa pasiennya. Kebanyakan dari pasien Laras hanya minta resep obat bulanan dan bercerita.
Tapi Laras dengan senang hati mendengarkan dan merespon cerita mereka. Duta mendengarkan dari dalam ruang itu. Hingga ponselnya berbunyi. Ada panggilan masuk dari bengkel langganannya.
"Halo assalamualaikum" Duta menerima panggilan itu.
Waalaikum salam pak bupati, ini mobilnya sudah jadi. Mau diantar sekarang pak?
"Iya pak, tolong di kirim ke rumah sakit x, nanti saya tunggu di parkiran poli ya pak. Dan untuk pembayarannya nanti saya tfransfer"
Iya pak, montir kami akan segera menuju ke sana. Sekitar 15 menit lagi sampai pak
"Hmm, iya, terima kasih pak. Assalamualaikum"
Sama-sama pak, waalaikum salam
Duta mengakhiri panggilannya dan menengok Laras.
"Ay, masih ada pasien?" tanya Duta mengintip di balik pintu.
Laras menoleh ke arah suara. "Sebentar, masih 3 lagi"
"Oke" Duta menutup pintunya kembali dan kembali membaca kumpulam komik itu.
Laras dengan cepat menyelesaikan pasiennya, untung 3 orang terakhir hanya minta resep obat jadi masih ada waktu untuk mengobrol dengan Duta. Laras berjalan ke arah ruangan itu dan membukanya. Duta mendongak dan menutup binder itu. Meletakkannya kembali ke tempat semula.
"Ada apa bang?" Tanya Laras sambil memegangi pintu.
"Udah selesai? Mobil abang udah jadi, abang mau ke proyek" Duta keluar dari ruangan itu diikuti Laras. Duta duduk di kursi pasien, dan Laras kembali duduk di kursi nya.
"Seriusan gak mau ikut nemenin abang?" tanya Duta
"Gak bisa abaaang, jam kerja Laras tuh masih kurang 3 jam lagi yooo"
"Hmm, ya sudah lah. Kecewa deh abang" Duta memasang muka sedih.
"Hahahaha, gak pantes pasang muka begituuu. Jelek!" ucap Laras sambil melempar pulpen miliknya.
Duta menangkap pulpen itu dan meletakkannya di meja. "Ya sudah, abang pamit dulu. Nanti pulangnya hati-hati. Jangan malam-malam pulangnya"
"Iya, mulai cerewet kayak umi" sahut Laras.
Duta berdiri dan menyentuh kepala Laras. "Dadaaah" ucapnya.
Laras tersenyum. "Daah, hati-hati ya. Semangat abang!" ucap Laras sambil melemparkan kiss bye.
"Hap, ketangkap! Hahaha" Duta menangkap kiss bye dari Laras dan menyimpannya di bibirnya.
"Hahahaha, nunggu halal dulu"
Duta hilang disebalik pintu. Saat keluar dia langsung mengenakan maskernya dan berjalan menuju parkiran.
Ais dan Arjun sedang berjalan menuju parkiran dan berpapasab dengan Duta.
"Eh, assalamualaikum pak Duta kan?" Sapa Ais.
"Waalaikum salam. Hehehe, mbak Ais. Masih ketahuan aja. Saya permisi dulu ya mbak. Karena mau ke proyek" pamit Duta.
"Oh silahkan pak" jawab Ais cepat.
Arjun melihat Duta seakan tidak senang. Setelah kepergian Duta, Arjun bertanya kepada Ais.
"Itu siapa?" tanya Arjun.
"Calon imamnya Laras!" jawab Ais penuh penekanan. Ais berjalan menuju ruangan Laras.
Sedangkan Arjun, bagai disambar petir di siang bolong. Hatinya tiba-tiba mendidih. Dia diam mematung.
"Hey, jadi ke ruangan Laras tidak?" teriak Ais
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Nanti lagi yaaa. Happy reading semuaaa. Love you all 😘😘😘😘
😂😂😂