Bagian pertama dari Kembar Pratomo Generasi Ke Delapan
Mandasari Pratomo, putri bungsu jaksa penuntut umum New York, Adrianto Pratomo, tidak menyangka pria yang dikiranya hendak melecehkan dirinya, ternyata hendak menolong. Ditambah, pria itu adalah anggota kopassus yang sedang pendidikan di Amerika dan Mandasari menghajar pria itu hingga keduanya masuk sel. Wirasana Gardapati tidak habis pikir ada gadis yang bar-bar nya nauzubillah dan berdarah Jawa. Akibat dari kasus ini pihak kopassus harus berhadapan dengan keluarga Pratomo. Namun dari ini juga, keduanya jadi dekat.
Generasi ke delapan Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisa ...
Wira diantarkan pulang oleh Mandasari dan mereka sudah janjian nanti malam akan bertemu di gudeg mbak Yus sehabis isya. Wira pun berjalan menuju rumahnya yang di pusat kota dan bersyukur rumah makan ibunya laris terus.
Wira pun masuk ke dalam rumah dan terkejut menemukan ibunya dalam kondisi terpekur, seperti banyak beban pikiran. Wira segera menghampiri Herdiani dan menggenggam tangannya.
"Bu? Ibu kenapa? Nanti kita ke gudeg mbak Yus sama Sari, Vendra dan Oscar," ucap Wira.
"Makan gudeg?" tanya Herdiani bingung.
"Iya. Kan ibu suka ceker pedasnya."
Herdiani menatap Wira dan mengelus pipinya. "Ibu senang kamu pulang."
"Ibu kenapa?" tanya Wira lagi karena tahu Herdiani bukan seorang galauer. Ibunya adalah orang paling positif yang dia kenal.
Herdiani menghela nafas panjang lalu menceritakan bagaimana sikap Mandasari ke Santi. Wira hanya tersenyum mendengar cerita ibunya.
"Bu, kalau Santi bilang begitu, apa ibu percaya? Aku tahu dia sudah bekerja dengan ibu lama tapi orang bisa berubah. Dia cemburu aku bersama Sari dan bisa saja melakukan segala cara demi mendapatkan nama kan?" senyum Wira.
"Kamu tidak percaya omongan Santi?"
Wira menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali karena aku tahu Sari. Dia tidak akan seperti itu. Prinsipnya, elu baik, gue baik. Elu songong, gue bisa lebih songong. Elu ga sopan, gue lebih kurang ajar. Elu jual, gue beli! Terlepas dia anak orang kaya."
"Ibu juga merasa ada yang aneh," ucap Herdiani.
"Kalau ibu masih ragu-ragu, ibu bisa tanya dengan Sari nanti."
***
Rumah milik keluarga Pratomo Hadiyanto di Manahan
"Aku nggak jadi dilempar ke Bengawan Solo kan?" tanya Oscar dengan memelas saat membaca artikel tentang banyaknya korban hanyut di sungai besar itu.
"Bisa jadi," jawab Mandasari usai sholat Maghrib bersama dengan Mavendra.
"Kalau aku tinggal nama?"
"Ya aku tinggal bilang ke kampus, wisudawannya yang satu sudah almarhum," senyum Mandasari dengan wajah usil sementara Oscar menatap sebal ke sahabatnya.
"Kamu menyebalkan!"
Mavendra tertawa kecil melihat keributan antara kakaknya dan sahabatnya. "Kita jadinya makan gudeg? Mbak Yus?" tanya remaja ganteng itu.
"Iya. Katanya ceker pedasnya enak," jawab Mandasari. "Oom Sagara dan Eyang Dewa juga bilang begitu."
"Bukannya paling enak Adem Ayem?" tanya Mavendra sambil berganti pakaian yang santai.
"Kita cobain ini dulu, baru besok ke Adem Ayem. Gimana?" tawar Mandasari.
"Boleh deh! Kita ketemu disana?"
Mandasari mengangguk.
***
Gudeg Mbak Yus di jalan Kartini Solo
Mandasari, Mavendra dan Oscar melongo saat melihat sudah banyak orang mengantri di rumah makan yang sederhana itu. Wira melambaikan tangan ke Mandasari lalu rombongan New York itu pun datang menghampiri.
"Aku sudah pesankan gudeg komplit, ceker pedas dan lima es teh serta satu teh tawar panas buat ibu," senyum Wira.
Mandasari dan Mavendra Salim ke Herdiani lalu Oscar menyalami ibu Wira itu. Setelah semua duduk lesehan, Herdiani lalu menatap Mandasari.
"Sari, ibu mau tanya, boleh ?" Herdiani memandang wajah cantik Mandasari yang hanya memakai bedak tipis dan lipgloss. Meskipun sederhana, semua orang yang melihatnya, bisa tahu kalau dia anak orang kaya.
"Tanya apa Bu?"
"Apa tadi kamu ribut dengan Santi?"
Mandasari tersenyum. "Santi cerita apa?"
Herdiani lalu menceritakan apa yang tadi diucapkan Santi kepadanya dan Mandasari hanya tersenyum.
"Santi bilang begitu?"
Herdiani mengangguk.
"Tidak apa-apa dia fitnah aku, Bu. Karena kenyataannya tidak seperti itu. Dia memang tidak terima kalau mas Wira sama aku." Mandasari lalu bercerita apa yang dia ucapkan ke Santi.
"Dukun?" bisik Herdiani, Wira dan Mavendra kaget sementara Oscar hanya menatap mereka bingung karena memakai bahasa Indonesia.
"Lho, yang namanya orang gelap mata, cemburu, iri dengki, biasanya cari jalan pintas. Bukan kah ada pepatah, cinta ditolak dukun bertindak?" senyum Mandasari.
"Ya ... bisa jadi sih, cuma kok ... Kamu kepikiran?" tanya Herdiani.
"Cuma feeling aku saja sih," jawab Mandasari.
Wira tampak terpekur. "Wah, Bu. Mau percaya tidak percaya tapi kita tahu banyak orang musyrik kan? Jadi ibu harus hati-hati kalau dikasih makan sama Santi."
Pesanan mereka datang dan Mandasari langsung terbit air liurnya. "Duh, cekernya menggoda!"
Herdiani menatap Mandasari. "Kamu itu anak New York tapi tetap ilat jowo ( lidah Jawa )ya?"
"Lha aku kan aslinya Wong Jowo meksipun sudah campur aduk ini keturunannya," gelak Mandasari sambil mengambil satu cekernya. "Ya Allah Gusti, pedasnya!"
***
Wira dan ibunya pun pulang ke rumah Mojosongo karena pria itu kangen dengan rumahnya yang lama. Sesampainya disana para pegawainya sedang membereskan rumah makan yang sudah tutup.
"Bagaimana hari ini? Ramai?" tanya Herdiani.
"Alhamdulillah ramai Bu," jawab Taufik, manager cabang Mojosongo.
"Kalau sudah bersih, kalian semua beristirahat."
"Baik Bu, mas Wira."
Herdiani membangun mess buat para pegawainya yang berkerja di daerah Mojosongo buat mereka yang tidak pulang. Banyak pegawainya yang berasal dari Klaten, Sukoharjo, Wonogiri bahkan Sleman. Biasanya Herdiani memberikan libur satu hari dan dirolling hingga mereka bisa bertemu dengan keluarga. Herdiani tetap memberikan libur karena mereka bekerja sangat padat.
"Dikunci ya mas Taufik," pinta Wira karena peralatan dapur cukup lumayan harganya.
"Siap mas Wira."
***
Sementara itu
Oscar bergidik saat Mandasari dan Mavendra benar-benar membawa ke jembatan Bacem yang berada daerah Grogol Sukoharjo.
"Yuk diruqyah," goda Mavendra membuat Oscar mendelik tajam.
"Reseh kalian!" teriak Oscar kesal.
Mandasari dan Mavendra tertawa terbahak-bahak.
"Nggak Oscar, aku tuh sayang kamu seperti saudaraku sendiri. Sejujurnya aku tidak suka kamu belok karena sebenarnya kamu itu normal. Coba, kamu melupakan trauma kamu atau berusaha menyukai cewek tapi bukan aku karena aku hanya sahabat kamu," ucap Mandasari sambil merangkul Oscar.
Mereka memang memarkirkan mobilnya dekat dengan warung wedangan disana.
"Perlahan ya Sarimi." Oscar membalas rangkulan Mandasari.
"Jika kamu mau normal, akan aku bantu."
Mavendra merangkul dua orang itu dari belakang. "Intinya kita sayang kamu, Kadal. Dan sudah waktunya kamu bertemu dengan kadal betina."
Oscar menoleh ke Mavendra. "Terkadang analogi kamu membuat telinga aku sebal!"
***
Di Suatu Tempat yang Belusuk
"Jadi kamu ingin membuat ibu Herdiani menurut semua permintaan kamu?" tanya dukun itu ke Santi.
"Iya mbah ... Aku merasa ibu sudah mulai goyah ... Saya butuh bantuan karena saya punya agenda tersendiri," jawab Santi.
"Kamu mau menguasai usahanya kan?" senyum pria tua itu.
"Benar mbah. Saya sudah tahu keuangannya, sudah tahu pemasoknya, sudah paham luar dalam. Tinggal saya mendapatkan usaha dan anaknya. Plus saya mau membuat Mandasari Pratomo mati!"
Mbah Dukun itu hanya tersenyum. "Bisa. Tapi ada syaratnya .... "
Santi tersenyum senang.
***
Yuhuuuu up Pagi Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️ 🙂 ❤️
plisssssssssssssss
lagian d jamin itu setannya juga bakalan lari d bawah ketiaknya eyang Surti..
cba mnta bntuan shea aja,biar ada lwan'nya.....ya kali msti ngelwan yg gaib....