(Novel ini adalah Novel pertama ku, jadi mohon maaf jika penulisnya masih sangat berantakan. tapi Author akan menyempatkan waktu untuk merevisi total hampir keseluruhan dari isinya, walaupun bertahap.)
"Jadilah Istri ku selama satu tahun Naya, semua pengobatan nenek mu akan ku tanggung, dan kau juga bisa menikmati uang ku selama itu" ucap Arjuna sembari mengulurkan tangannya kepada Naya.
air mata Naya menetes sembari menoleh ke dalam ruangan ICU tersebut, dalam hatinya ia sangat ingin menampar pria di hadapannya itu karena telah merendahkannya dengan menawarkan Nikah kontrak, namun di sisi lain ia juga tidak bisa munafik bahwa ia benar-benar tengah membutuhkan uang untuk pengobatan Neneknya. Naya menoleh kearah Juna.
"baik lah tuan aku bersedia" ucap Naya membuat bibir Juna tersungging.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon picisan imut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kilas balik Raihan Naya
Pagi itu Raihan duduk di depan rumahnya, pandangannya masih terus menatap kearah rumah Naya yang sudah kosong dan nampak terbengkalai itu.
Ia masih berharap jendela berwarna putih itu terbuka dan melihat wajah Naya yang tersenyum di sana, ia masih ingat saat Naya berusia lima tahun dan dirinya sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas tiga, dimana Naya kecil selalu merebut gundu nya atau mainan apapun milik Raihan membuatnya selalu merasa kesal, bahkan hingga Naya duduk di bangku sekolah dasar, Naya berkata pada Raihan bahwa ia sangat hebat dalam hal memanjat pohon mangga yang ada di depan rumahnya itu, yah walau Ujung-ujungnya ia akan menangis karena tidak bisa turun setelahnya.
Raihan terkekeh saat mengingat wajah Naya kala menangis karena tidak bisa turun dari atas pohon yang ia panjat sendiri, dan biasanya yang jadi pelampiasan neneknya adalah Raihan yang akan di kejar-kejar dengan sapu ijuk di tangannya.
(Flashback is on)
Malam itu Raihan tengah belajar untuk mempersiapkan Ujian Nasional yang akan berlangsung hari senin besok, kala dirinya masih duduk di bangku SMA kelas tiga.
Dari kejauhan dengan tidak sengaja Naya melempar Raihan dengan batu krikil.
"Awwww" Raihan mengaduh, ia mencari siapa yang telah melempari nya dengan batu krikil, dari kegelapan ia melihat Naya tengah duduk di atas dipan bambu di bawah pohon mangga itu sembari bertopang dagu.
"Iseng sekali sih anak itu?" Gerutu Raihan, ia pun menutup buku LKSnya dan berjalan mendekati Naya.
Naya mendongakkan kepalanya saat mendapati seseorang sudah berdiri di hadapannya.
"Raihan? Sedang apa?" tanya Naya.
"Sedang apa kata mu?" Raihan menarik pipi Naya membuat Naya mengaduh, ia pun melepasnya lagi.
"Kau yang sedang apa? Kau melempari ku dengan batu krikil, itu kan sakit, mengganggu ku yang sedang belajar saja" Seru Raihan
"Lho memang batu itu mengenai mu ya?" Tanya Naya dengan tampang polos.
"Kau pikir?" Raihan kesal ia kembali menarik pipi Naya.
"Raihan ampun, sakit tau" Seru Naya sembari memukul tangan Raihan, alih-alih melepaskan ia malah tertawa dengan tangannya yang masih terus menarik pipi Naya.
"Raihan, aku gigit nih?" Seru Naya yang lantas membuat Raihan melepaskannya cepat. Ia pun duduk di atas dipan bambu itu di samping Naya.
"Kau itu kenapa? Keliatannya kesal sekali" Tanya Raihan.
"Aku sebal dengan ayah yang tidak mengizinkan ku pergi dengan Wina ke pasar malam" Ucap Naya sembari bersungut.
"Memangnya kenapa?" Tanya Raihan.
"Dia bilang, malam minggu ini kalau hanya berdua ke pasar malam sama saja mencari cowok, padahal aku saja masih SMP, aku belum memikirkan itu lah" Runtuk Naya.
"Sebenarnya ayah mu lebih ke mengkhawatirkan mu Naya" Hibur Raihan. Naya menghela nafas kesal.
"Tapi aku ingin ke pasar malam Raihan" Rengek Naya,
"Hmm ayah mu di rumah kan?" Tanya Raihan
"Iya, sedang melukis di ruang tengah" Ucap Naya. Raihan pun beranjak menemui Ayah Naya dan meminta izin membawa Naya ke pasar malam, awalnya Raihan ragu namun di luar dugaan ayah Naya mengizinkannya, ia pun kembali menemui Naya.
"Ayo kita ke pasar malam" Ajak Raihan, Naya mendongak cepat.
"Serius? Kita ke pasar malam?" Tanya Naya semangat.
"Iya jelek, ayo mumpung masih jam tujuh malam" Ajak Raihan.
"Tapi kan? Kau sedang belajar Rai?" Kata Naya
"Aku masih bisa belajar besok, aku kan pintar tidak perlu belajar sudah pasti bisa" Raihan terkekeh, wajah Naya berbinar ia sangat senang mendengar itu, ya Naya percaya Raihan memang siswa berprestasi, ia selalu masuk tiga besar paralel di sekolahnya, bahkan tanpa belajar sekali pun berbeda dengan Naya yang memang tidak begitu pintar di sekolahnya, ia lebih suka bermain dan membaca novel ataupun komik dari pada harus membaca buku pelajaran.
Di pasar malam, Naya sudah pecicilan ke sana kemari seperti anak SD yang di ajak ke pasar malam oleh ayahnya, sedangkan Raihan hanya bertingkah cool berjalan santai dengan kedua tangan di saku kiri dan kanannya mengamati tingkah Naya sembari sesekali menggeleng. Naya berlari mendekati Raihan.
"Raihan? Kita naik biang lala yuk" Ajah Naya, Raihan pun mengangguk ia menuju bilik loket dan membeli dua tiket disana.
"Ayok naik" Ajak Raihan, mereka berdua pun menaiki wahana itu, terlihat sekali raut wajah bahagiakan di wajah Naya, di sana ia terus mengamati wajah Naya dengan rambut panjangnya yang terurai terkibas angin membuat Raihan termenung, saat itu kali pertamanya Raihan menyadari kalau ia jatuh cinta pada anak pecicilan seperti Nayaka, Raihan tersenyum lalu memalingkan wajahnya sembari menutup mulutnya dengan kepalan tangan tertempel di bibirnya.
'Suatu saat nanti, saat kau sudah dewasa Naya? Aku akan menyatakan perasaan ku, tunggu aku sudah bekerja ya Naya' Gumam Raihan dalam hati sembari sesekali melirik ke arah Naya.
Setelah puas berkeliling pasar malam, dan menaiki beberapa wahana Raihan pun mengajak Naya pulang karena waktu sudah hampir jam sembilan malam, mengetahui sudah hampir larut Naya pun mengiyakan.
Di rumah mereka berdua melihat keributan antara ibunya Naya dan ibunya Raihan di sana juga nampak ayahnya Naya yang tengah melerai mereka berdua... Terlihat dari pakaian ibunya Naya kalau ia habis manggung sebagai penyanyi kafe di salah satu kafe di jakarta.
"Dasar kau wanita tidak tau diri, anak mu yang pecicilan itu pasti sudah menghasut Raihan ku untuk pergi kan?" Ucap Manda ibunya Raihan.
"Hey manda? Mengatai ku tidak tau diri, Naya itu yang ngajak pergi kan Raihan? Itu sudah jelas kalau Raihan yang menghasut Naya untuk keluar malam lebih dulu" Balas Almira ibunya Naya.
"Tidak mungkin anak ku yang memulai, anak ku sedang belajar tiba-tiba tidak ada, siapa lagi yang mengajak Raihan kalau bukan Naya? lagi pula kau ini sebagai ibunya harusnya lebih mengawasi putri mu dong, bukan malah keluar pagi pulang malam seperti ini? hei Almira? Tidak usah bermimpi menjadi artis deh" Seru Manda.
"Urusan mu apa sih selalu mengatur hidup ku? Aku tau kau iri pada ku karena aku lebih cantik dari mu kan? Dasar Lampir" Seru ibunya Naya sembari menyilangkan tangan di depan dadanya.
"Apa aku Lampir? Kau yang wanita murahan Almira!" Mendengar itu Almira melebarkan bola matanya.
"Aku murahan? Hey Manda? Kau tau apa? Memangnya selama ini pernah menggaet pria lain apa? Dan ikut mereka ke hotel? Dasar mulut rusak!" Umpat Ibunya Naya.
"Lihat saja penampilan mu itu? Kau itu sudah bersuami dan punya anak, lihat mas Arya saja sampai tak terurus oleh mu?"
"Siapa bilang tak terurus? Itu hanya pemikiran mu yang masih sakit hati karena mas Arya lebih memilih ku ketimbang kau kan?"
"Sayang—sayang sudah ayo masuk saja jangan di perpanjang" Ayahnya Naya masih terus berusaha menarik istrinya itu masuk.
"Tidak bisa mas, aku itu sudah sangat gemas dengan mulut si Lampir ini, ingin rasanya ku jahit pakai benang kasur tuh mulutnya" Runtuk Ibunya Naya, disana mereka masih cekcok, sedangkan Raihan dan Naya masih mengawasi dari jarak jauh.
"Bagaimana ini Raihan? Ibu mu sepertinya marah sekali?"
"Tidak apa-apa Naya, sekarang kita pulang yuk"
"Raihan, tapi aku takut pada ibu mu" Ucap Naya menahan lengan Raihan.
"Tidak Apa-apa Naya, percaya pada ku" Ucap Raihan yang lantas tersenyum, sebenarnya ia juga takut pada ibunya namun mereka memang tetap harus pulang.
Di sisi lain Ayahnya Naya melihat kedua anak itu sudah kembali.
"Hei sudah hentikan, itu? Mereka sudah kembali" Seru Ayahnya Naya merasa lega.
"Raihan!" Bentak ibunya itu yang lantas menghampiri Raihan dan menarik telinganya.
"Aaarrrgghhh ibu... Ibu sakit" Raihan mengaduh.
"Siapa yang menyuruh mu pergi hah!"
"Maaf Bu, ini kemauan Raihan sendiri, Raihan jenuh belajar makannya ajak Naya pergi" Ucap Raihan masih meringis.
"Tuh? Dengar sendiri kan? Memang anak mu itu yang mengajak Naya kami pergi dasar Lampir, ayo Naya kita masuk" Ajak ibunya Naya yang lantas menggandeng Naya masuk, sedangkan pandangan Naya masih menatap Raihan kasian, padahal yang membuat Raihan jadi mengajaknya pergi kan memang Naya itu sendiri.
"Ayo pulang Raihan" Ajak ibunya itu yang masih menarik telinga Raihan.
Di depan pintu rumah mereka ibunya Raihan melepaskan jewerannya yang seketika itu membuat Raihan mengusap telinganya yang memerah.
"Sebagai hukuman mu? Berdiri disini sampai ibu mengizinkan mu masuk!" Seru ibunya Raihan.
"Tapi bu? Raihan belum makan, Raihan makan dulu ya?"
"Tidak! Kau tidak boleh makan malam sampai hukuman mu selesai, itu kan salah mu sendiri" Seru ibunya Raihan membuat Raihan mendengus sebal.
"Ingat ya? Berdiri, jangan duduk apa lagi pergi-pergi" Seru ibunya itu yang lantas masuk sembari menutup pintunya keras.
Di sisi lain...
"Naya makan dulu ya? Habis itu istrahat" Ucap ibunya yang tengah menggoreng telur dada untuk keluarga mereka, ia pun menuju kamar ibu mertuanya dan mendorong kursi roda Neneknya Naya itu.
Arya mengamati istrinya yang terlihat lelah setelah mencari nafkah ia masih mau memaksakan untuk keluarga mereka, walau terkadang telat namun ia tetap berusaha menyiapkan makan malam untuk keluarga kecil itu.
"Sayang? Terimakasih ya? Maaf mas belum bisa membahagiakan mu" Ucap Arya.
"Iya mas, selagi aku masih bisa menyanyi dan kau memberikan ku izin kebutuhan kita masih bisa tercukupi kok" Ucap Almira dengan tersenyum, mereka pun makan malam bersama.
Setelah menghabiskan makan malam, Naya membuka jendelanya, ia melihat Raihan tengah berdiri di depan rumahnya membuat Naya merasa sedih dan merasa bersalah, ia pun keluar rumah dan membawakan Raihan kue secara diam-diam.
"Psssssssttt... Psssssssttt..." Naya memanggil Raihan dari balik tanaman yang besar di depan rumah Raihan yang berjarak dua meter dari Raihan berdiri, Raihan mencari suara itu.
Disana Naya melambai,
"Naya?" Panggil Raihan dengan suara berbisik.
"Raihan? Kau pasti lapar kan? Aku bawa kue untuk mu" Tutur Naya berbisik juga.
Mendengar itu Raihan tersenyum, ia berindik sejenak mengarah ke jendela rumahnya lalu mengintip ia melihat ibunya tengah menonton TV, ia pun mendekati Naya.
"Mana?" Raihan menengadahkan tanganya meminta kue itu, yang dengan cepat membuat Naya menyodorkan kue nya.
"Cepat habiskan Raihan, dan ini minumnya" Bisik Naya yang masih mengawasi takut kalau pintu itu tiba-tiba terbuka, dengan cepat Raihan melahap kue-kue itu.
"Pelan Raihan, ini minum dulu" Naya menyodorkan botol air mineral, Raihan menerima itu dan dan meminumnya.
"Terimakasih ya Naya?" Ucap Raihan senang.
"Sama-sama Raihan, maaf ya gara-gara aku kau jadi di marahi?" Ucap Naya merasa bersalah.
"Tidak Apa-apa Naya" Raihan mengusap kepala Naya.
"Ya sudah kau kembali ke sana cepat, sebelum ibu mu keluar" Ucap Naya, Raihan pun mengangguk dan kembali lagi ke posisinya berdiri, sedangkan Naya melenggang pulang.
(Flashback itu off)