Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagaimana Bisa?
Kediaman Pak Lurah Hadi.
Pagi berikutnya, Ayah Beny dan Ibu Marni berjalan kaki menuju rumah dinas Pak Lurah Hadi, yang letaknya tidak jauh dari balai desa. Suasananya tegang namum ada secercah harapan.
Mereka disambut hangat oleh Pak Lurah Hadi, seorang pria paruh baya yang berwibawa namun bersahaja. Beliau menyambut mereka di ruang tamu yang penuh dengan piagam penghargaan desa.
"Silahkan duduk, Pak Beny, Bu Marni. Ada apa? kok pagi-pagi sudah tegang begini?" Sapa Pak Lurah Hadi, menyajikan teh hangat.
Ayah Beny menghela napas, lalu mengeluarkan surat bersampul tebal dari balik lipatan kain.
"Begini, Pak Lurah. Kami datang karena ada masalah mendesak. Masalah tanah warisan kami," kata Ayah Beny, menyerahkan surat itu. "Juragan Darmo menggugat kebun kami. Katanya batas tanah kami masuk ke wilayahnya, dan menuntut ganti rugi yang besar."
Pak Lurah Hadi menerima surat itu. Membaca isinya dengan seksama. Raut wajahnya berubah serius, rahangnya mengeras.
Tidak lama kemudian, Mang Tejo datang membawa nampan yang berisi tiga gelas kopi dan sepiring cemilan. "Silahkan dinikmati, Pak Bu."
"Makasih, Mang Tejo," kata Ibu Marni.
"Gugatan ini, dikeluarkan cepat sekali, dan atas dasar apa, batas baru ini?" gumam Pak Lurah, lebih kepada dirinya sendiri. Ia menatap Ayah Beny. "Pak Beny, Saya tidak perlu pura-pura tidak tahu, ini pasti ada kaitannya denga kejadian di Tokyo, kan?"
Ya, Desa Swadaya ini desa kecil, jadi berita apa pun akan cepat tersebar ke seluruh penjuru desa. Bahkan sampai ke telinga Pak Lurah dan Ibu Ratna istrinya.
Ibu Marni menunduk, matanya berkaca-kaca. "Kami yakin begitu , Pak Lurah. Setelah Cia menolak Dani, Juragan Darmo langsung membalas dendam dengan menekan kami di sini. Kebun itu satu-satunya jaminan hidup kami, Pak Lurah. Memang kue-kue saya juga laris manis, tapi hasilnya tidak lebih banyak dari hasil kebunnya."
Pak Lurah Hadi melipat surat itu, dan meletakkannya di meja. Ia bersandar, sorot matanya kini tajam dan penuh tekad.
"Saya mengerti dan saya tidak akan membiarkan ketidakadilan ini terjadi di desa saya," katanya tegas."Juragan Darmo memang kuat, tapi kekuatannya tak boleh digunakan untuk menindas warga lemah. Apalagi ini menyangkut Cia, calon menantu Kakak Saya."
Mendengar kata-kata 'calon menantu', Ayah Beny dan Ibu Marni merasa sedikit lega. Dengan ikatan ini berarti mereka memiliki sekutu yang kuat.
"Pertama," lanjut Pak Lurah Hadi, "Surat gugatan ini melibatkan Balai Desa, jadi saya harus cek dulu. Saya akan segera memanggil staf terkait yang mengurus dokumen ini. Saya akan membongkar celah hukum apa yang dia gunakan untuk mengklaim tanah Pak Beny."
"Tapi, Pak Lurah," sela Ibu Marni, "Kami dengar, Juragan Darmo punya banyak orang di kantor Desa. Bisakah kita melawannya?"
Pak Lurah Hadi tersenyum tipis. "Tentu saja bisa, Bu Marni. Saya Lurah di sini. Saya punya dua langkah. Langkah pertama, saya akan menanggapi gugatan ini secara reami, menunda batas waktu dan meminta pengukuran ulang tanah oleh tim independen dari kecamatan. Dia tidak akan bisa bergerak cepat seperti yang dia inginkan,"
Ia mengambil ponselnya, "Dan langkah kedua saya akan menghubungi Kakak Ipar Saya, Pak Hartono, di Jakarta, Papanya Juna. Dia punya Biro hukum yang bagus. Kita butuh pengacara yang profesional untuk menangani dokumen-dokumen licik yang mungkin sudah disiapkan Juragan Darmo. Kita akan melawan api dengan api, tapi dengan hukum sebagai perisai kita."
Ayah Beny dan Ibu Marni berdiri, "Terima Kasih Banyak, Pak Lurah. Hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan Bapak," Kata Ayah Beny tulus.
"Tidak perlu berterima kasih, Pak Beny. Ini sudah menjadi tugas saya. Selain itu, Cia sudah memberikan kebahagiaan yang luar biasa untuk Juna, keponakan saya. Kami juga harus melindungi calon anggota keluarga kami. " Jawab Pak Lurah Hadi sambil tersenyum ramah.
"Kalo gitu, kami pamit, ya, Pak Lurah," kata Ayah Beny.
"Iya Pak Beny. Tenang aja ya, dan berdoa supaya masalah ini segera beres," kata Pak Lurah Hadi lagi.
Ayah Beny mengangguk kan kepala, kemudian tersenyum kecil.
Keluarga Beny pulang dengan hati yang jauh lebih ringan. Mereka tahu pertarungan belum berakhir, tetapi kini mereka memiliki Pak Lurah Hadi dan koneksi Juna di pihak mereka.
Kediaman Juna.
Juna baru saja menyelesaikan meeting online dengan kliennya di ruang kerjanya. Setelah menerima kabar bahagia dari Cia, semangatnya membara dan pekerjaannya berjalan mulus. Ia sedang merencanakan bagaimana mengejutkan Cia dengan desain rumahnya ketika ponselnya berdering. Nama "Papa Hartono" tertera di layar.
"Ya, Papa, ada apa? Tumben menelpon di jam kerja begini," Sapa Juna ceria.
Suara Papa Hartono terdengar serius. "Juna, ada kabar buruk dari desa. Baru saja Paman mu Hadi menelpon Papa. Juragan Darmo, ayah Dani sedang melancarkan balas dendam. Dia menggugat tanah keluarganya Cia."
Senyum Juna langsung hilang. "Apa?! Gugatan Tanah? itu perbuatan licik. Bagaimana bisa?"
"Tampaknya Juragan Darmo memanfaatkan koneksinya di kantor Desa untuk membuat dokumen gugatan palsu. Lurah Hadi sedang menahan prosesnya, tapi kita butuh bergerak cepat. Papa ingin kamu...."
"Pa, aku akan segera ke desa sekarang juga. Aku harus lindungi keluarga Cia," potong Juna tanpa ragu.
"Tunggu dulu, Juna," kata Papa Hartono dengan nada tenang. "Kamu tidak perlu ke desa sekarang. Fokusmu tetap pada pekerjaan, seperti yang sudah kamu janjikan pada Cia. Biar Papa yang urus. Papa akan mengirim tim pengacara terbaik kita ke desa Swadaya besok pagi, dipimpin oleh Pak Suryo. Tugasmu hanya satu: Jangan sampai Cia tahu masalah ini."
Juna terdiam sejenak. Menyembunyikan hal sebesar ini dari Cia, terasa salah, tetapi ia mengerti alasannya. Cia baru saja memulai studinya dan berjanji untuk fokus.
"Baik, Pa." Jawab Juna akhirnya, tekadnya bulat. "Aku janji, Cia tidak akan tahu. Tapi tolong, Pa. Pastikan keluarga Ayah Beny aman. Aku akan menanggung semua biaya hukumnya."
"Tentu saja, Nak. Papa sudah atur. Kamu fokus saja. Sekarang, Juna, mari kita tunjukkan kepada Juragan Darmo, bahwa kekuatan dan uang bisa digunakan untuk melindungi, bukan hanya untuk menindas," tutup Papa Hartono, bangga dengan respons cepat dan dewasa putranya.
Juna meletakkan ponselnya. Ia kehilangan sukacita, ia kini dipenuhi amarah dingin. Ia melihat desain Rumah Matahari Terbit di layarnya. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun merusak masa depan kita, Cia," bisik Juna, kini berubah menjadi pertarungan antara keluarga Hartono dan keluarga Darmo.
**********
Di Tokyo.
Di Shinjiku, Dani dan Nyonya Sinta sedang berkemas di kamar hotel bintang lima mereka. Mereka akan terbang pulang malam itu.
"Ini belum berakhir, Dani," kata Nyonya Sinta, memasukan kemeja sutra mahal ke dalam koper. "Bapakmu sedang menyiapkan sebuah kejutan yang lebih besar untuk gadis itu di desa. Kita serahkan pertarungan ini kepada Bapakmu."
Dani yang sudah kehilangan gairah dan kepercayaan diri, hanya mengangguk lemas. Ia sudah merasakan betapa kerasnya Tokyo.
"Lalu kita akan melakukan apa bu?" tanyanya.
"Kita akan pulang, tapi kamu gak boleh kelihatan seperti pecundang. Kita akan membuat drama penjemputan lain. Kamu akan kembali ke Jakarta dengan status pengusaha muda yang sibuk," Nyonya Sinta menyeringai licik. "Namun ada satu hal.lagi, Kamu tidak bisa benar-benar pulang Dani. Cia harus selalu merasa terancam. Ibu akan memastikan ada mata-mata kita di Waseda. Biar dia tidak bisa tenang sepenuhnya."
Nyonya Sinta mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang di Indonesia, memberikan instruksi rahasia untuk menemukan 'mahasiswa Asia Tenggara di Waseda yang bisa dibayar untuk menjadi mata-mata. Rencana B Juragan Darmo adalah memutuskan akar Cia di desa, sementara rencana B Nyonya Sinta adalah meracuni ketenangan Cia di Tokyo.
Bersambung......