NovelToon NovelToon
Spring Song For You

Spring Song For You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Violetta

cerita tentang seorang serigala penyendiri yang hanya memiliki ketenangan tapi musik menuntun nya pada hal-hal yang terduga... apakah itu musim semi...

aku hanya bermain musik untuk mencari ketenangan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32 - Menjadi Pusat Perhatian

Setelah Hilda kembali ke kamarnya malam itu, Vio sempat menatap lama buku lirik yang terbuka di hadapannya. Jemarinya masih menyentuh senar gitar, dan nada-nada yang tadi mengalun di kepalanya mulai menghilang. Ia menghela napas pelan.

“Kayaknya… besok aja,” gumamnya lirih.

Ia meletakkan gitar dengan hati-hati di sudut kamar, menutup buku catatannya dan meletakkannya di laci, lalu berjalan ke tempat tidur. Selimut ditarik naik, dan dalam beberapa menit, Vio pun terlelap.

Keesokan paginya, sinar matahari belum terlalu tinggi saat terdengar ketukan di pintu kamar Vio, disusul suara lembut namun tak sabar.

“Kak Vio, aku lapar…”

Vio menggeliat malas, lalu duduk perlahan sambil mengusap wajah. Saat pintu terbuka, tampak Tissa berdiri di ambang pintu dengan ekspresi setengah memohon, setengah menahan tawa melihat rambut Vio yang masih acak-acakan.

“Udah pagi ya?” gumam Vio dengan suara serak.

“Udah dari tadi. Kakak Hilda juga udah pergi.”

Vio menguap panjang, lalu tersenyum miring. “Tissa, kamu harus belajar bikin sarapan sendiri… minimal roti lapis atau roti panggang.”

“Aku takut meledakkan dapurnya,” jawab Tissa polos, membuat Vio tertawa kecil sambil berdiri dari tempat tidur.

“Yaudah, tunggu di ruang makan. Aku turun dulu.”

Beberapa menit kemudian, aroma roti panggang dan telur menyebar dari dapur. Vio sibuk di depan kompor, sementara Tissa duduk dengan dagu bertumpu di meja, memperhatikan setiap gerakan kakaknya dengan mata berbinar.

Setelah sarapan mereka tersaji dan mulai disantap, Vio melirik ke arah Tissa.

“Bosankah kamu di rumah terus?” tanyanya sambil menyendok telur orak-arik.

Tissa menggeleng cepat, menelan makanannya sebelum menjawab. “Enggak kok. Rumahnya nyaman, tenang, ada Kak Vio juga.”

Vio mengangkat alis. “Oh ya?” ucapnya singkat, lalu tersenyum kecil dan menghela napas. “Baiklah. Kalau begitu, habis makan, siap-siap ya. Kita jalan-jalan hari ini.”

Mata Tissa langsung berbinar. “Serius?”

“Serius,” jawab Vio sambil berdiri dan mengambil piring kotor. “Ayo, cepat makan. Biar kamu nggak meledakkan kamar mandi juga karena terlalu semangat.”

“Hei!” Tissa cemberut, tapi tawanya langsung pecah menyusul tawa Vio yang sudah melangkah ke dapur.

Langkah kaki Vio menuruni tangga terdengar ringan, meski napasnya masih belum sepenuhnya terbangun dari sisa kantuk. Namun pandangannya langsung terfokus begitu ia melihat sosok Tissa berdiri di dekat pintu keluar.

Gadis itu sudah berpakaian rapi—sangat rapi, bahkan. Gaun pastel selutut dengan renda kecil di ujung lengan, dipadukan dengan kaus kaki putih dan sepatu hak datar model klasik. Rambutnya dikepang dua dan dihiasi pita kecil di masing-masing sisi. Ada sedikit bedak di pipinya, meski Vio yakin itu bukan karena ingin berdandan, tapi hanya karena ingin terlihat "siap keluar".

Sekilas, Tissa tampak seperti karakter dari cerita anak-anak yang melompat keluar dari buku bergambar. Manis, lucu… dan sedikit terlalu formal untuk sekadar berjalan-jalan di akhir pekan.

Vio terdiam sejenak di anak tangga terakhir, menatap gadis itu tanpa suara. Hanya napas kecil yang keluar sebelum ia menghela dengan pelan dan menurunkan pandangannya, lalu tersenyum tipis.

(…Jadi itu maksud Kak Hilda semalam…)

Bukan sekadar soal tidak mengenal lingkungan sekitar, pikir Vio dalam hati. Tapi lebih dari itu Tissa adalah anak yang hampir tak pernah keluar, tak pernah benar-benar bermain bebas bersama teman-teman sebayanya. Ia begitu terbiasa dengan dunia yang kecil dan tertutup. Dan sekarang, bahkan untuk keluar rumah, dia merasa perlu untuk 'menjadi' sesuatu yang pantas dilihat.

(…Padahal, dia cantik dan manis apa adanya.)

“Tissa,” panggil Vio akhirnya sambil menyampirkan jaketnya ke bahu. “Kamu kelihatan kayak mau pergi ke acara ulang tahun anak bangsawan.”

Tissa menoleh cepat, sedikit gugup. “K-kebangetan ya? Aku harus ganti?”

Vio terkekeh pelan, menggeleng. “Enggak, enggak. Kamu cantik kok. Terlalu cantik malah, sampai orang-orang nanti pikir aku ini kakak yang sedang mengantar adik idolanya keluar.”

Tissa langsung memerah dan bersembunyi sedikit di balik tas selempangnya, “Jangan bercanda, Kak…”

“Haha, ayo. Sebelum aku berubah pikiran dan menyuruh kamu pakai hoodie dan sandal jepit aja.”

Mereka pun keluar rumah bersama, langkah-langkah kecil Tissa terdengar ringan di samping Vio, sementara di benak pemuda itu, terbersit niat sederhana: setidaknya hari ini, biarkan dia merasakan dunia yang sedikit lebih luas, sedikit lebih hangat.

 

Mall pusat kota itu ramai, namun tidak berisik. Langit-langitnya tinggi, dinding-dindingnya mengilap dengan lampu-lampu yang memantul lembut dari marmer putih dan kaca toko-toko di kiri kanan. Vio melangkah pelan, mendampingi Tissa yang berjalan dengan hati-hati, matanya menyapu sekeliling dengan campuran kagum dan gugup.

Meski mall ini bukan tempat asing bagi kebanyakan orang, untuk Tissa, dunia ini masih baru—dan hari ini dia jadi pusat perhatian.

Beberapa orang menoleh saat mereka melewati area tengah. Ada yang menatap terang-terangan, ada juga yang sekadar melirik sambil berbisik pelan. Sebagian besar dari mereka memperhatikan gadis mungil di sisi Vio—dengan pakaian rapi, pita kecil di rambut, dan senyum malu-malu yang muncul lalu hilang lagi secepat kedipan mata. Penampilannya menggemaskan dan unik, seolah bukan dari zaman ini.

Tissa, yang dari tadi merasa tatapan-tatapan itu, akhirnya memiringkan kepalanya pelan dan menarik ujung jaket Vio. “Kak…” bisiknya nyaris tak terdengar. “Kenapa mereka melirik ke arah kita seperti itu?”

Vio, yang sedang memerhatikan arah ke food court, hanya menoleh dan tersenyum kecil. Senyum tenang yang tak langsung menjawab, tapi justru membuat hati Tissa terasa aneh.

Tissa mengernyit dan menatap Vio curiga. “Kenapa Kakak senyum-senyum?”

Vio terkekeh, belum menjawab juga. Tapi sebelum ia sempat berkata apa-apa, sebuah pukulan kecil mendarat di punggungnya dari tangan Tissa yang cemberut sambil masih berbisik, “Kakak aneh.”

Namun, yang mereka berdua tidak sadari, adalah bahwa bukan hanya Tissa yang jadi perhatian. Vio pun sama dan mungkin malah lebih dari itu.

Jaket kasual berwarna gelap yang dipadukan dengan kaos putih bersih di dalam, celana hitam pas badan, dan sneakers simpel dengan detail abu tipis, semuanya terkesan biasa… kalau bukan karena Vio membawanya dengan sangat tepat. Rambutnya yang sedikit basah dan dibiarkan jatuh alami, serta tatapan tenangnya, membuatnya tampak seperti karakter dari poster drama remaja yang kebetulan turun ke dunia nyata.

Bahkan beberapa siswi SMA yang lewat melirik dua kali, saling menyikut sambil berbisik entah membicarakan si gadis manis di sampingnya, atau cowok tampan dengan aura tenang dan misterius itu.

Sayangnya, baik Vio maupun Tissa tidak benar-benar menyadari semua itu. Yang mereka tahu hanya satu hal: hari ini terasa sedikit berbeda. Lebih hangat. Lebih hidup.

“Yuk, kita cari makan dulu,” ucap Vio ringan sambil melirik ke arah papan petunjuk.

Tissa mengangguk pelan, tapi ekspresinya masih setengah bingung. Namun ia berjalan mengikuti Vio, tanpa lagi mempertanyakan tatapan-tatapan yang tertuju pada mereka—karena yang paling penting baginya, hanyalah pria di sampingnya ini.

1
Finn
ahhhhh..... lagunya bagusss kak /Cry/
_Graceメ: makasih (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)
total 1 replies
Finn
ohhh!!! 😲
Finn
ohh!!! ada lagu original nya /Drool/
_Graceメ: ada dong ヾ⁠(⁠・⁠ω⁠・⁠*⁠)⁠ノ
total 1 replies
Finn
main dobrak aja ya /Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!