Garda Arkasa, CEO Rajasa Group. Sosok ambisius, ia selalu mendapat apa yang ia mau. Pun begitu juga dengan pasangan hidup. Garda membuat seorang gadis yang sudah memiliki kekasih untuk menikah dengannya. Bagi Sofi, lamaran dari Garda adalah nasib buruk yang harus ia hindari.
Tidak mau menjadi istri dari CEO terkaya itu, Sofi nekat kabur di hari pernikahannya.
Apa Sofi bisa menghindar dari jeratan sang CEO yang sudah terlanjur menginginkan tubuhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berjumpa
Dipaksa Menikah Bagian 33
Oleh Sept
Rate 18 +
POV Garda
Aku rasa percuma menugaskan para anak buahku. Mereka sama sekali tidak becus. Menangkap Sofi saja tidak bisa. Ini sudah sebulan lebih, dan Sofi juga belum aku temukan. Sepertinya, aku harus turun tangan sendiri.
Tok tok tok,
Kulihat sekilas pintu, tapi aku langsung berpaling. Karena pasti anak buahku dengan banyak laporan-laporan tanpa hasil. Hanya membuat tensinku semakin naik saja.
"Masuk!"
KLEK
"Tuan ... Nona Amelia masih memaksa ingin bertemu dengan Tuan."
"Usir dia!"
"Tapi Tuan, anak kecil yang bersamanya sepertinya tidak baik-baik saja!"
Telingaku semakin panas mendengar celotehan anak buahku. Aku langsung meradang dan melangkah keluar menemui Amelia. Ya, wanita yang sudah berani menipuku mentah-mentah.
***
Di halaman depan, kulihat Amelia berdiri sambil memeluk putrinya. Putri yang ia claim sebagai anakku. Yang benar saja. Dari awal aku sudah ragu. Mengapa dia pergi begitu saja dan datang-datang membawa anak. Dan bodohnyaa aku, aku malah merasa dilema waktu itu.
"Sudah bagus aku tidak menjeratmu dalam kasus hukum. Jadi ... jangan pernah menemuiku lagi!" ucapku pada Amelia. Aku tidak ingin melihat wajahnya lagi. Meskipun wajah itu adalah wajah yang selama ini aku rindukan.
Aku muakk dengan wanita tersebut. Karena ia hanya datang dengan sejuta dusta. Hasil DNA yang aku lakukan, mengatakan Messy bukan putriku. lalu putri siapa? Berani sekali Amelia muncul dan mengatakan anak itu anakku? Aku rasa dia menjadi kurang waras.
"Mas!" panggil Amelia dengan tatapan sendu. Bahkan aku bisa melihat air mata buayanya dengan jelas.
"Kamu tidak dengar kata-kataku, Mel?"
Terpaksa aku bersikap tegas, sebab di antara kami memang sudah tidak ada apa-apa lagi. Sebulan ini, kepalaku hanya dipenuhi Sofi. Gadis nakalll itu terus memenuhi otakku. Membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Hingga aku butuh obat bila ingin tidur untuk istirahat. Kamu hebat, Sof! Sudah berhasil mengacaukan hidupku.
"Ambil ini, dan tolong tinggalkan kota ini jauh-jauh!"
Aku lempar selembar cek dengan nominal lumayan untuk wanita dari masa laluku itu.
"Papaaa!" Messy menangis dan malah memeluk erat tubuhku.
ASTAGA, Kalian berdua hanya membuatku tambah pusing.
"Tolong bawa dia pergi juga. Katakan padanya, aku bukan ayahnya!" pintaku pada Amelia dengan tegas.
Amelia malah berjongkok, ia kemudian menangis. Meminta maaf atas penghianatan di masa lalu.
"Aku salah ... maafkan aku. Tidak bisahkan kita perbaiki dari awal? Aku akan menjadi lebih baik dari sebelumnya ... aku janji."
Kata-kata Amelia sama sekali tidak mengetarkan hatiku. Yang ada, ketika aku menatap wajah Amelia, bayang-bayang Sofi muncul dalam benakku.
Astaga, gadis itu benar-benar membuatku sangat khawatir. Apalagi mama dan papa tidak tahu keberadaannya. Bahkan transaksi banking pun sudah tidak ada lagi. Hal ini semakin membuatku sakit kepala.
Tap tap tap,
Kulihat dari jauh salah satu anak buahku mendekat dengan wajah terburu-buru. Semoga ada kabar naik.
"Tuan ...!"
"Mel, tolong tinggalkan tempat ini!" pintaku dan aku berbalik. Ingin berbicara hal penting dengan orangku.
"Maaaass!" suara Amelia kembali memanggil. Sepertinya ia tidak mau pergi dari rumahku.
Buuukkk
Amelia malah memeluk tuhuhku dari belakang, sungguh ia membuatku semakin geram.
"Aku minta maaf ... beri aku kesempatan lagi. Aku akan perbaiki semuanya."
Amelia memeluk erat sambil hujan tangis. Tapi hatiku sama sekali tidak lulu. Kehilangan Amelia sekali, cukup membuat duniaku hancur. Tidak mau kembali rapuh, aku berbalik. Melepaskan lengan yang memeluk dengan erat tersebut.
"Selama aku bicara baik-baik, maka dengarkan."
Ku cengkram kedua bahu Amelia. ku tatap tajam bola matanya. Agar dia paham, bahwa rasaku padanya benar-benar sudah hambar dan pudar.
Kulihat Amelia menggeleng sembari terisak, mungkin dia menyesal tapi semua sudah terlambat. Kulepas tanganku, dan melangkah meninggalkan Amelia beserta anak yang semula di claim sebagai buah hatiku.
"Mass!"
Samar-samar masih kudengar teriakan Amelia. Sepertinya, anak buahku sudah membawanya paksa meninggalkan rumah ini.
***
Sekarang aku sudah duduk di meja kerjaku, di dalam ruangan yang aku pakai untuk memutar video pernikahanku bersama Sofi. Jika aku merindukan gadis bandelll itu, tinggal aku putar berkali-kali. Meski kadang membuatnya semakin kesal.
"Katakan!" ucapku pada salah satu anak buahku yang kini sudah duduk tepat di depanku.
"Ini, Tuan!"
Aku melirik selembar foto.
"Sofi!" gumamku lirih.
"Di mana ini?" tayaku lagi. Ada rasa senang tapi juga cemas. Kenapa Sofi berbaring lemah di sebuah ruangan. Dan sepertinya ini di sebuah rumah sakit kecil.
"Nona Sofi ada di rumah sakit daerah di kawasan Golang-Galung. Daerah pengunungan yang terpencil Tuan."
Mendengar penjelasan anak buahku. Aku hanya bisa menghela napas dalam-dalam.
"Siapkan semuanya, bawa orang-orang yang cukup. Aku tidak mau dia kabur lagi!" ucapku sambil mengepalkan tangan.
"Baik, Tuan!"
Setelah anak buahku pergi, aku melihat wajah Sofi yang ditutup selang oksigen. Astaga, ada apa denganmu Sofi?
***
1 Jam kemudian.
Sebuah helicopter mendarat di atas atap rumah. Kali ini, aku ingin menangkapnya sendiri. Sepanjang perjalanan aku terus berpikir, kenapa Sofi sampai dirawat di rumah sakit.
Apalagi informasi dari anak buahku tidak komplit, sepanjang jalan aku harus merasa penasaran.
Hari sudah petang, aku tidak sabar untuk bertemu Sofi. Tapi kami harus beristirahat sebentar.
Sofi pergi terlalu jauh, membuatku harus menempuh perjalanan yang cukup membuatku tidak sabaran. Entah berapa kali aku marah pada pilot serta para anak buahku yang aku rasa sangat lamban.
Kalau tidak mengingat lokasi yang sulit dijangkau, harusnya aku bawa jet pribadi untuk menjemput Sofi. Sayang, lokasinya sama sekali tidak mendukung.
Mungkin karena lelah, tiba-tiba aku tertidur. Dan baru bangun saat helly berhenti di tengah-tengah lapangan yang ada di salah satu tempat, entah di mana. Yang pasti ini pasti sangat pelosok. Karena sinyal ponselku saja tidak muncul.
"Tuan, helicopter hanya bisa mengatar sampai di sini!"
Aku mengangguk, dan sudah mengerti tanpa di jelaskan.
Entah anak buahku dapat dari mana, yang jelas mereka sesaat kemudian muncul dengan sebuah mobil pick up. Dalam hati aku bertanya, apa tidak ada mobil lain?
Karena malam semakin larut, aku pun naik mobil yang suaranya seperti senin kemis tersebut. Ia seolah mengeluh saat berada di tanjakan.
Tiga jam kemudian.
Akhirnya, setelah melewati bukit dan lembah, mataku bisa melihat bangunan besar kembali. Meski tidak sebesar rumah sakit di kota. Yakin Sofi masih di sini, aku langsung lari ke ruang Informasi.
"Pasien atas nama Sofi Kelana Ayunda!" ucapku sambil ngos-ngosan.
Perawat yang jaga malam itu malah menatapku aneh. Dan wajahnya seperti curiga padaku. Apalagi, anak buahku semua ikut masuk ke dalam.
"Aku suaminya!" ucapku meyakinkan.
Barulah perawat itu berbicara.
"Kamar Semeru nomor 8!"
Tidak menunggu waktu, aku kembali berlari. Saat semua anak buahku juga ikut. Seketika aku berhenti, mengerem kakiku lalu berbalik.
"Kalian tetap di sini. Jaga di luar!"
Semua langsung mengangguk.
Aku menata hati kembali, apalagi saat kulihat tulisan ruang Semeru nomor 8.
KLEK
"Ya Tuhan ... gadis nakalll ini!"
Kakiku terasa lemas, begitu melihat Sofi dengan keadaan seperti sekarang ini, dadakuuu tiba-tiba terasa sesak.
BERSAMBUNG
Ig Sept_September2020