Lanjutan dari Dokter Cantik Milik Ceo
Namanya Sahara Putri Baskara, ia adalah seorang dokter muda, memiliki paras cantik dan pesona yang begitu luar biasa. Namun sayang ia terpaksa harus menikah dengan mantan suami wanita yang sangat ia benci, demi membebaskan dirinya dari jerat hukum yang akan ia jalani.
"Kalau kau masih mau hidup bebas dan memakai jas putih mu itu maka kau harus menikah dengan ku!" ucap Brian dengan tegas pada wanita yang sudah menabrak dirinya.
"Tapi kita tidak saling mengenal tuan," kata Sasa berusaha bernegosiasi.
"Kalau begitu mari kita berkenalan," jawab Brian dengan santai.
Lalu bagaimanakah nasip pernikahan keduanya, Sasa setuju menikah dengan Brian karena takut di penjara. Sementara Brian menikahi Sasa hanya untuk menyelamatkan pernikahan mantan istrinya, karena Sasa menyukai suami dari mantan istrinya itu.
Hanya demi menebus kesalahannya, Brian mengambil resiko menikahi Sasa, wanita licik dan angkuh bahkan keduanya tak pernah saling mengenal.
---
21+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IPAK MUNTHE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
Seperti biasanya Sasa selalu meminum pil KB sebelum tidur, begitu juga dengan malam ini. Namun saat ia akan menelan pil tersebut tiba-tiba terlepas dari tangannya dan terjatuh di lantai, dengan sedikit kesal Sasa berjongkok dan mengambil pil tersebut. Sejenak Sasa menatapnya dan membolak-balik pil tersebut.
"Kok beda ya," Sasa terus menatap pil itu dan ia mengigit nya hingga terbelah menjadi dua bagian, "Ini vitamin kan?" Sasa bingung sendiri sebab setahunya ia membeli pil KB tapi kenapa yang ia minum malah vitamin. Ia kemudian mengambil ponsel milik Brian dan memotret nya, lalu mengirimkan gambar itu pada Anggia.
DREEET.......
Sesaat kemudian ponsel di tangan Sasa berbunyi dan tertulis nama Anggia.
"Halo," kata Sasa setelah panggilannya terhubung.
"Iya dokter Sahara?" jawab Anggia di sebrang sana.
Sasa menatap Brian yang sedang duduk di ranjang, akhirnya ia masuk ke dalam toilet agar Brian tidak mendengar pembicaraannya dengan Anggia.
"Dokter Sahara ada apa?" tanya Anggia lagi, sebab Sasa masih diam saja.
"Anggia, aku mau tanya. Itu obat yang aku kirim tadi obat apa ya?" tanya Sasa, sebab itu bukan bagiannya. Dan ia kurang mengerti.
"Itu vitamin, supaya kandungan subur. Kamu minum itu ya?" tanya Anggia dengan antusias dari sebrang sana.
"Uhuk....uhuk....uhuk..." Sasa langsung terbatuk-batuk mendengar jawaban Anggia.
"Sasa kamu kenapa?"
"Anggia, kamu serius itu obat penyubur kandungan?" Sasa sangat shock mendengar apa yang di katakan oleh Anggia.
"Iya, aku kan hari-hari nya liat obat yang seperti itu," terang Sasa lagi.
"Tapi, aku ingat. Aku belinya pil KB. Dan aku juga ingat aku minum obat dari tempat obat ini," Sasa ingat betul pertama kali ia meminum obat itu, dengan jelas ia melihat pil itu adalah pil KB lalu sekarang tiba-tiba berub menjadi vitamin, "Anggia, ada tidak pil KB yang sama dengan vitamin itu?" Sasa masih saja tidak yakin jika ia salah.
"Ada dong, aku juga minum pil KB yang sama dengan vitamin itu. Tapi yang kamu kirim ke aku barusan itu bukan pil KB melainkan Vitamin penyubur kandungan. Sa, udah dulu ya. Udah tengah malam banget aku udah ngantuk banget, kalau kamu mau tanyakan yang lain. Besok kita ketemu aja ya," kata. Anggia, sebab suaminya Bilmar sudah ingin tidur di pelukan sang istri.
"Iya, makasih ya....." jawab Sasa dengan gemetaran.
"Iya."
Panggilan selesai dan sudah terputus. Sasa terduduk di lantai dengan menunduk, ia benar-benar bingung harus apa sementara selama ini ia meminum pil kandungan itu setiap malam. Dan ia tidak tau kapan pil itu berubah menjadi pil vitamin penyubur kandungan, "Besok aku ke rumah sakit aja, buat suntik KB. semoga aja aku nggak hamil dan semua belum terlambat," gumam Sasa.
Sasa keluar dari kamar mandi dengan perasaan tidak tenang, ia sangat takut jika ia hamil. Sasa duduk di kursi meja hiasnya, rasa lelahnya kini berganti dengan rasa takut yang membuatnya susah tidur. Sasa tidak bisa membayangkan jika ia hamil, dan memikirkan seperti apa nasib anaknya nanti jika ia dan Brian bercerai.
Sementara Brian hanya diam tanpa perduli pada Sasa, ia sibuk dengan dunia nya yang tengah berfokus pada pekerjaannya padahal jam sudah menunjukan pukul satu malam. Hingga akhirnya Sasa tertidur lelap dengan menundukkan kepalanya di atas meja hias.
Pagi harinya, Sasa merasa tubuhnya sangat hangat sekali dan ia sangat malas untuk bangun, akhirnya ia kembali tertidur dengan lelap sesaat kemudian ia merasa ada yang aneh. Dan ia membuka mata, dan terlihat wajah Brian.
"Mas, ngapain?" kesal Sasa sambil mendudukkan tubuhnya, namun saat Sasa bangun Brian kembali menutup matanya dan itu membuat Sasa sangat kesal, "Mas, nggak usah pura-pura tidur. Aku tau tangan Mas keluyuran kemana-mana," omel Sasa, sebab tadi ia merasakan tangan Brian yang menjalar.
Brian diam saja dan tidak perduli dengan perkataan Sasa, seketika Sasa ingat jika semalam ia duduk di meja rias dan kapan ia pindah keranjang, "Mas, semalam Mas yang pindahin aku ke ranjang?" tanya Sasa menatap Brian yang menutup mata, berpura-pura tidur lelap.
BUKKK......
Sasa melempar bantal pada wajah Brian, seketika mata Brian terbuka dengan lebar.
"Ahahahahah," Sasa tertawa lepas melihat exspresi Brian yang menatap nya dengan tajam, "Senyum Mas, jangan datar mulu. Lu nggak pernah bahagia ya, uluh-uluh kocihaan...." Sasa mengerucutkan bibirnya dan menarik gemas kedua pipi Brian.
"Kau," Brian mendekati Sasa, sebab berani menggunakan bahasa Lu pada dirinya. Sementara Sasa dengan cepat turun dari ranjang, sambil mengejek Brian.
"Apa?....." Sasa berlari sambil menjulurkan lidahnya, "Muka robot, kejar gw bro," lanjut Sasa lagi, sambil mengacungkan jempolnya kemudian membalikkannya ke bawah.
"Berani sekali kau tidak sopan pada ku," Brian melangkahkan kaki dengan lebar agar menangkap Sasa, namun Sasa malah berlari keluar dari kamar.
"Robot, lari woy.....senyum bahagia....." teriak Sasa.
Mendengar perkataan Sasa, Brian langsung berlari dan mengejar Sasa. Dan dalam sekejap Brian berhasil memeluk Sasa.
"Lepas!" Sasa meronta minta di lepaskan.
"Kalian sedang apa?" tanya Sindi yang melewati mereka.
"Ibu tolong....." teriak Sasa.
"Diam!" Brian malah menutup mulut Sasa hingga Sasa tidak bisa berteriak, bahkan ia berusaha melepaskan diri tapi tidak bisa.
"Brian lepasin Sasa, kamu apa-apan sih," Sindi marah dan berusaha melepaskan kan Sasa, karena ia kasihan pada Sasa.
Dengan berat hati Brian melepaskan Sasa, namun wajah Sasa terlihat sangat pucat dan membuat Sindi panik.
"Sasa kamu kenapa Nak?" tanya Sindi.
"Nggak tau Bu, badan Sasa lemes. Sasa demam," kata Sasa sambil memijat kepalanya, "Bu Sasa ke kamar aja ya," pamit Sasa sambil memijat kepalanya.
"Iya sudah, hati-hati," kata Sindi.
"Brian kamu kasar sekali pada istri," omel Sindi.
"Brian ke kamar Bu," pamit Brian tanpa perduli dengan omelan Sindi, "Ayo," Brian merangkul Sasa dan keduanya berjalan menuju kamar.
"Nggak usah pegang-pegang," Sasa mencoba menjauh dari Brian tapi tidak bisa karena Brian memegangnya dengan erat.
"Kau bisa diam tidak!"
"Nggak!"
"Cobalah untuk diam!"
"Nggak!"
"Dasar keras kepala."
Kini keduanya berada di dalam kamar, Sasa langsung mendudukan tubuhnya di sofa.
"Kenapa tidak tidur?" tanya Brian.
"Nanti!"
"Kenapa?" tanya Brian lagi.
"Aku mau siapin obat penenang dulu, jadi nanti kalau Mas berani pegang aku. Aku suntik langsung, biar Mas tenang. Nggak bisa gerak," terang Sasa.
Brian bergidik ngeri mendengar jawaban Sasa, bayangkan saja bila itu benar terjadi. Padahal hampir saja ia lupa siapa istrinya itu, tapi setelah ia ingat kini ia mulai berhati-hati hati-hati.
"Mas, balikin ponsel aku dong," pinta Sasa.
"Boleh, tapi........" Brian menggantung ucapannya.
"Tapi apa?" tanya Sasa penasaran.
"Tapi kewajiban di tunaikan."
"Ogah....."
***
Othor bakalan up banyak, asal banyak Vote dan like. Buat yang ngasih hadiah juga banyak banget makasih ya.