NovelToon NovelToon
Ning Azzahra Ganiyyah Al - Hasyimi

Ning Azzahra Ganiyyah Al - Hasyimi

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:242
Nilai: 5
Nama Author: blue_era

Di Surabaya, berdiri Sebuah pesantren megah pesantren Al - Ikhlas, sebuah lembaga pendidikan Islam yg dikenal dgn tradisi kuat dan menghasilkan santri" yg berprestasi. cerita ini mengikuti perjalanan 5.285 santriwan dan santriwati pesantren Al - ikhlas. ada banyak santri yg berjuang meraih keinginan orang tua dan menggapai mimpi mimpinya. namun terkadang menimbulkan pro dan kontra akibat persaingan di balik semua perjuangan para santri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue_era, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Ngidam Terkunci: Mogok Makan di Balik Pintu

Keesokan harinya, setelah kejadian di Mega Mart, Ning Aza benar-benar mogok makan. Ia tidak mau menyentuh makanan apapun yang disuguhkan kepadanya. Ia juga tidak mau keluar kamar seharian.

Bahkan, Gus Arga pun tidak diperbolehkan masuk ke dalam kamar. Ning Aza mengunci pintu kamarnya dari dalam dan tidak mau membukakannya untuk siapapun.

"Ning, buka pintunya, Ning. Gus mau bicara," kata Gus Arga sambil mengetuk pintu kamar Ning Aza dengan lembut.

Namun, tidak ada jawaban dari dalam kamar. Gus Arga hanya bisa menghela napas dan bersabar.

Umi dan Abah juga merasa khawatir dengan kondisi Ning Aza. Mereka berdua menyuruh Mbak Halimah dan Mbak Fatimah, para mbak ndalem yang dekat dengan Ning Aza, untuk membujuk Ning Aza agar mau makan dan tidak mengurung diri.

"Mbak Halimah, Mbak Fatimah, tolong bujuk Ning Aza ya. Kasihan, dari kemarin belum makan apa-apa. Nanti sakit," pinta Umi dengan nada cemas.

"Iya, Umi. Kami akan berusaha membujuk Ning Aza," jawab Mbak Halimah dan Mbak Fatimah dengan nada prihatin.

Mbak Halimah dan Mbak Fatimah pun berjalan menuju kamar Ning Aza. Mereka berdua mengetuk pintu kamar Ning Aza dengan sopan.

"Ning, ini Mbak Halimah sama Mbak Fatimah. Ning nggak mau keluar? Ning nggak mau makan?" tanya Mbak Halimah dengan nada lembut.

"Ning, kasihan Gus Arga sama Umi Abah khawatir sama Ning Aza. Ning jangan seperti ini," timpal Mbak Fatimah dengan nada membujuk.

Namun, tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar. Mbak Halimah dan Mbak Fatimah saling berpandangan. Mereka berdua merasa bingung dan khawatir.

"Ning, kalau Ning nggak mau makan nasi, Mbak buatkan bubur ya? Ning suka kan sama bubur ayam?" tawar Mbak Halimah dengan nada membujuk.

"Ning, atau Mbak belikan es krim yang Ning suka? Ning kan lagi hamil, pasti pengen yang manis-manis," timpal Mbak Fatimah dengan nada menawarkan.

Tiba-tiba, terdengar suara isak tangis dari dalam kamar. Mbak Halimah dan Mbak Fatimah semakin khawatir.

"Ning, Ning kenapa nangis? Ning sakit? Coba cerita sama Mbak," kata Mbak Halimah dengan nada cemas.

"Ning, jangan sedih ya. Mbak janji, nanti Mbak carikan nasi pecel lele yang enak buat Ning," timpal Mbak Fatimah dengan nada menenangkan.

Setelah beberapa saat, akhirnya Ning Aza membuka pintu kamarnya. Ia keluar dengan wajah sembab dan mata merah.

"Ning kenapa, Sayang? Kok nangis?" tanya Mbak Halimah sambil memeluk Ning Aza dengan sayang.

"Ning pengen nasi pecel lele, Mbak. Tapi Ning nggak dapat. Ning kesel sama santri-santri yang nggak punya adab. Ning nggak mau makan apa-apa lagi," jawab Ning Aza dengan nada merajuk.

Setelah Ning Aza selesai makan, Mbak Halimah dan Mbak Fatimah kembali ke ruang tengah. Mereka berdua menceritakan semua kejadian yang baru saja mereka alami kepada Umi dan Abah.

"Alhamdulillah, Umi, Abah. Akhirnya Ning Aza mau makan setelah dibujuk sama Abah," kata Mbak Halimah dengan nada lega.

"Iya, Umi. Tadi Ning Aza makannya lahap banget, kayak orang kelaparan," timpal Mbak Fatimah sambil tersenyum.

Umi dan Abah menghela napas lega. Mereka berdua sangat bersyukur karena Ning Aza akhirnya mau makan.

"Syukurlah kalau begitu. Umi dan Abah sangat khawatir sama Ning Aza," kata Umi dengan nada lega.

"Iya, Mbak. Terima kasih banyak sudah membantu Umi dan Abah membujuk Ning Aza," timpal Abah dengan nada berterima kasih.

Namun, kelegaan Umi dan Abah tidak berlangsung lama. Mbak Halimah dan Mbak Fatimah kembali melanjutkan cerita mereka.

"Tapi, Umi, Abah... Setelah dibujuk sama Abah, Ning Aza memang mau makan. Tapi, setelah itu Ning Aza kembali mengurung diri di kamar dan mengunci pintunya dari dalam," kata Mbak Halimah dengan nada khawatir.

"Iya, Umi. Kami sudah mencoba membujuk Ning Aza lagi, tapi tetap tidak berhasil. Ning Aza tidak mau keluar kamar dan tidak mau bicara dengan siapapun," timpal Mbak Fatimah dengan nada sedih.

Mendengar cerita Mbak Halimah dan Mbak Fatimah, Umi dan Abah kembali merasa khawatir. Mereka berdua tidak mengerti mengapa Ning Aza masih bersikap seperti itu, padahal sudah dibujuk dan sudah mendapatkan nasi pecel lele yang diinginkannya.

"Ya Allah, kenapa Ning Aza masih seperti ini? Apa yang harus kita lakukan?" kata Umi dengan nada cemas.

"Sebaiknya kita bicarakan masalah ini dengan Gus Arga. Mungkin Gus Arga punya cara untuk membujuk Ning Aza," usul Abah dengan nada bijak.

Umi mengangguk setuju. Ia kemudian menyuruh Mbak Halimah dan Mbak Fatimah untuk memanggil Gus Arga ke ruang tengah.

Tidak lama kemudian, Gus Arga datang ke ruang tengah dengan wajah khawatir. Ia sudah mendengar cerita tentang Ning Aza dari Mbak Halimah dan Mbak Fatimah.

"Assalamualaikum, Umi, Abah. Ada apa? Kenapa Ning Aza seperti itu?" tanya Gus Arga dengan nada cemas.

"Waalaikumsalam, Gus. Begini, Gus... Setelah dibujuk sama Abah, Ning Aza memang mau makan. Tapi, setelah itu Ning Aza kembali mengurung diri di kamar dan mengunci pintunya dari dalam. Kami sudah mencoba membujuk Ning Aza, tapi tetap tidak berhasil," jelas Umi dengan nada khawatir.

Gus Arga menghela napas. Ia sudah menduga bahwa Ning Aza akan bersikap seperti itu. Ia tahu bahwa Ning Aza sedang sangat kecewa dan sulit untuk dibujuk.

"Gus sudah mencoba membujuk Ning Aza, tapi tetap tidak berhasil. Ning Aza tidak mau bicara dengan Gus," kata Gus Arga dengan nada sedih.

Umi dan Abah saling berpandangan. Mereka berdua merasa bingung dan tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Gus? Kita tidak bisa membiarkan Ning Aza terus-terusan mengurung diri di kamar," kata Umi dengan nada cemas.

Gus Arga berpikir sejenak. Ia kemudian berkata, "Sebenarnya, Gus punya kunci serep kamar Ning Aza. Tapi, Gus tidak yakin apakah kunci itu bisa digunakan, karena Ning Aza mengunci pintu kamarnya dari dalam."

"Kalau begitu, coba saja, Gus. Siapa tahu kunci serep itu bisa digunakan," kata Abah dengan nada berharap.

Gus Arga mengangguk setuju. Ia kemudian meminta kunci serep kamar Ning Aza kepada Mbak Halimah.

Mbak Halimah memberikan kunci serep kamar Ning Aza kepada Gus Arga dengan tangan gemetar. Ia berharap agar kunci itu bisa digunakan untuk membuka pintu kamar Ning Aza.

Gus Arga segera bergegas menuju kamar Ning Aza. Umi, Abah, Mbak Halimah, dan Mbak Fatimah mengikuti Gus Arga dari belakang dengan cemas.

Sesampainya di depan kamar Ning Aza, Gus Arga memasukkan kunci serep ke dalam lubang kunci. Ia mencoba memutar kunci tersebut, namun tidak berhasil. Pintu kamar Ning Aza tetap terkunci rapat.

"Aduh, tidak bisa, Umi, Abah. Kunci serepnya tidak bisa digunakan. Sepertinya Ning Aza mengunci pintu kamarnya dari dalam dengan sangat rapat," kata Gus Arga dengan nada putus asa.

Umi dan Abah menghela napas kecewa. Mereka berdua sudah tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan.

"Lalu, bagaimana sekarang, Gus? Apa kita harus membiarkan Ning Aza terus-terusan mengurung diri di kamar?" tanya Umi dengan nada cemas.

Gus Arga berpikir sejenak. Ia kemudian berkata dengan nada tegas, "Maaf, Umi, Abah. Sepertinya Gus tidak punya pilihan lain. Gus harus mendobrak pintu kamar Ning Aza."

Mendengar perkataan Gus Arga, Umi dan Abah terkejut. Mereka berdua tidak menyangka bahwa Gus Arga akan mengambil tindakan sedrastis itu.

"Apa kamu yakin, Gus? Apa tidak ada cara lain?" tanya Umi dengan nada khawatir.

"Maaf, Umi. Gus sudah tidak punya pilihan lain. Gus khawatir dengan keadaan Ning Aza. Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar. Kita harus segera bertindak," jawab Gus Arga dengan nada tegas.

Abah menghela napas. Ia tahu bahwa Gus Arga benar. Mereka tidak bisa terus-terusan menunggu dan berharap. Mereka harus segera bertindak untuk menyelamatkan Ning Aza.

"Baiklah, Gus. Abah setuju. Tapi, kamu harus hati-hati. Jangan sampai Ning Aza terluka," kata Abah dengan nada khawatir.

Gus Arga mengangguk. Ia kemudian mengambil ancang-ancang dan bersiap untuk mendobrak pintu kamar Ning Aza.

"Bismillahirrohmanirrohim..." ucap Gus Arga dalam hati.

Dengan sekuat tenaga, Gus Arga mendorong pintu kamar Ning Aza dengan bahunya. Brak! Pintu kamar bergetar, namun tidak terbuka.

Gus Arga kembali mengambil ancang-ancang dan mencoba mendobrak pintu untuk kedua kalinya. Brak! Pintu kamar semakin bergetar, namun tetap tidak terbuka.

Gus Arga menghela napas. Ia merasa tenaganya sudah mulai terkuras. Namun, ia tidak boleh menyerah. Ia harus terus berusaha sampai pintu kamar terbuka.

Gus Arga kembali mengambil ancang-ancang dan bersiap untuk mendobrak pintu untuk yang ketiga kalinya. Ia memfokuskan seluruh tenaganya pada satu titik di pintu.

"Ya Allah, berikanlah Gus kekuatan..." doa Gus Arga dalam hati.

Dengan sekuat tenaga, Gus Arga mendorong pintu kamar Ning Aza dengan bahunya. Brakkk!!! Kali ini, pintu kamar Ning Aza akhirnya jebol. Pintu terbuka dengan paksa, dan Gus Arga terhuyung masuk ke dalam kamar.

Semua orang yang berada di luar kamar terkejut dan segera masuk ke dalam kamar. Pemandangan yang mereka lihat membuat hati mereka hancur.

Kamar Ning Aza berantakan. Baju-baju berserakan di lantai, bantal dan guling terlempar ke segala arah. Ning Aza sendiri terbaring di tempat tidur dengan posisi meringkuk seperti bayi. Wajahnya sembab dan matanya merah karena menangis. Ia tertidur dengan air mata yang masih membasahi pipinya.

Gus Arga segera mendekati Ning Aza dan berlutut di samping tempat tidur. Ia mengelus rambut Ning Aza dengan lembut dan memanggil namanya dengan lirih.

"Ning... Ning Aza... Bangun, Sayang..." bisik Gus Arga dengan nada khawatir.

Ning Aza tidak menjawab. Ia tetap tertidur dengan pulas. Gus Arga merasa hatinya hancur melihat keadaan istrinya yang begitu kacau.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!