NovelToon NovelToon
Nuha Istri Tersayang

Nuha Istri Tersayang

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Identitas Tersembunyi / Pelakor / Romansa / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Menikah? Yeah!
Berumah tangga? Nanti dulu.

Begitulah kisah Inara Nuha (21 tahun) dan Rui Naru (25 tahun). Setelah malam pertama pernikahan mereka, kedatangan Soora Naomi mengguncang segalanya. Menghancurkan ketenangan dan kepercayaan di hati Nuha.

Amarah dan luka yang tak tertahankan membuat gadis itu mengalami amnesia selektif. Ia melupakan segalanya tentang Naru dan Naomi.

Nama, kenangan, bahkan rasa cinta yang dulu begitu kuat semuanya lenyap, tersapu bersama rasa sakit yang mendalam.

Kini, Nuha berjuang menata hidupnya kembali, mengejar studi dan impiannya. Sementara Naru, di sisi ia harus memperjuangkan cintanya kembali, ia harus bekerja keras membangun istana surga impikan meski sang ratu telah melupakan dirinya.

Mampukah cinta yang patah itu bertaut kembali?
Ataukah takdir justru membawa mereka ke arah yang tak pernah terbayangkan?

Ikuti kisah penuh romansa, luka, dan penuh intrik ini bersama-sama 🤗😘

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27 Suasana terasa tegang

Suasana terasa tegang di rumah kecil pinggiran desa. Kakek Darmawan, bersama Dilan, Naru, dan Kanaya, dibawa ke sana oleh sekelompok warga dan buruh ternak atas perintah seseorang yang mengajak menuntut keadilan.

Pemimpin buruh, seorang pria paruh baya dengan sorot mata tajam, berdiri di depan mereka. “Kami hanya ingin kebenaran,” katanya serak. “Selama ini, kami dipaksa bekerja di bawah tekanan. Dibilang peternakan ini untuk rakyat, padahal uangnya dicuci lewat sapi-sapi itu. Semua karena Brams Mahendra orang kepercayaan Tuan Darmawan sendiri!”

Kakek Darmawan mengerutkan kening, suaranya bergetar menahan sakit yang masih tersisa. “Itu tidak benar. Aku tidak tahu apa-apa soal pencucian uang itu,” kilahnya karena merasa tak berdaya.

Ruangan itu berubah seperti ruang sidang darurat dengan teriakan, keluhan, dan tuntutan yang saling tumpang tindih. Situasi makin kacau membuat Dilan dan Naru menegang, menatap kakek dengan campuran cemas dan curiga.

“Aku akan selesaikan masalah itu segera dengan Brams. Beri aku waktu,” suara Kakek Darmawan berat. Ia menatap para buruh dan warga yang memenuhi ruangan sempit itu. Napasnya sedikit tersengal, tapi wibawanya masih terasa.

Namun ucapan itu justru menyulut emosi. “Selalu begitu jawabannya!” seru seseorang dari sudut ruangan. “Kami sudah menunggu bertahun-tahun, Tuan! Tanah kami dijanjikan, tapi yang kaya makin kaya!”

“Anak-anak kami kelaparan!” tambah yang lain. “Dan sekarang kalian bilang butuh waktu lagi?”

Kanaya mencoba menenangkan, “Tolong, bapak-bapak, kakek saya--”

“Diam!” bentak seorang yang menjaga pintu. Suaranya menggema, membuat semua menoleh. “Kami nggak mau lagi dengar alasan! Kalau Tuan Darmawan masih punya kuasa, buktikan malam ini juga!”

“Baiklah,” kata Kakek akhirnya. “Kalian mau keadilan... maka aku akan cari siapa yang bermain di belakang nama Mahendra.”

Mereka akhirnya dibebaskan...

Saat Kakek dan Kanaya baru saja melangkah masuk ke ruang tamu, tiba-tiba letusan senjata memecah keheningan.

DUAR!

Kanaya reflex menutup telinga, sementara Dilan meraih dan menenangkan bahunya seolah memeluk. “Omegat, Apa lagi ini?” gumamnya waspada, menegakkan badan melindungi Kanaya.

Langkah berat mendekat, sosok itu bukan lain selain Brams sendiri. Cerutunya mengepul di sudut mulut, mantel tebal tersampir santai di bahu, “Bagaimana persidangannya tadi?” tanyanya dengan senyum meremehkan. Ia berjalan seperti raja kecil yang baru saja menancapkan kuku di wilayah orang lain.

Kakek, masih terengah, menatap balik dengan suara parau, “Apa yang kau lakukan pada warga? Apa yang kau perbuat pada mereka, Brams?!” ia terbatuk.

Brams mengangkat alis, pura-pura prihatin. “Ups, padahal aku belum menyentuh apa-apa. Sepertinya ajal mencoba singgah sendiri saja.” Ia tertawa kecil, meledek sambil bertepuk tangan.

“Paman!” Kanaya berseru, matanya membelalak penuh emosi, “Kenapa paman bisa sejahat ini?”

Dalam sekejap Brams meraih Kakek dengan kasar, mendorongnya hingga terjatuh duduk di kursi. Di hadapan Kakek, ia menumpahkan satu map tebal berisi dokumen. “Tandatangani semua ini,” perintahnya dingin, “atau kau dan keluargamu akan menanggung konsekuensinya.”

Kertas-kertas berbau tinta dan kop surat itu dibuka di meja, berguguran seperti bilah-bilah surat yang mengendus nasib. Di atasnya tertata rapi: surat pengalihan aset, surat pengakuan bersalah, surat hibah rahasia yang memindahkan hak milik tanah dan saham ke nama pihak lain, dan dokumen persetujuan proyek. Semuanya bermaterai, semuanya sudah diisi sebagian, semuanya menunggu tanda tangan.

“Kau lihat, Kakek Darmawan,” suara Brams menukik dingin. “Ini bukan sekadar kertas. Ini adalah jalan keluargamu tetap hidup. Atau kau menolak, dan para buruh yang menuntut keadilan di depan pintumu jadi bulan-bulanan. Kau paham konsekuensinya, kan? Keluargamu bisa kena imbasnya. Anak cucumu bisa jadi sasaran. Tanda tanganmu, atau… lihat sendiri.”

Kakek Darmawan menatap map itu. Jari-jarinya gemetar, kapalan yang biasa memegang tongkat peternakan kini tak mampu menahan guncangan hati. “Aku tidak--” suaranya serak, namun terputus oleh batuk yang menahan napas. “Aku tak mungkin… menyerahkan itu semua.”

Brams mendekat, asap cerutunya mengepul tipis. “Tanda tangan saja, Darmawan. Tanda tangan, dan aku jamin keluargamu dan para buruh tetap hidup. Engkau menolak, besok pagi aku pastikan ‘kecelakaan’ terjadi di kandang paling jauh. Kau tahu bagaimana caranya. Kau bukan orang muda yang bisa melawan arus ini.”

Naru maju selangkah, rahangnya mengeras. “Kau gila? Kau pikir kubiarkan ini terjadi,” geramnya. Kata-kata itu memancing satu pukulan senjata melayang dari sisi. Refleksnya cepat.

Naru menangkap pergelangan tangan yang melayang itu, memutar tubuh pelaku, lalu membantingnya ke lantai dengan satu gerakan keras. Namun belum sempat ia bangkitkan serangan susulan, dua preman Brams sudah menyergapnya dari belakang dan merangkul kedua lengannya.

“Sekali kau melawan, kutenggelamkan kepalamu,” ancam suara Brams dari dekat, dingin seperti bilah.

Dilan hanya bisa mendesah frustasi, sementara Kanaya terisak tanpa suara, air matanya mengalir deras melihat Kakek yang dipaksa duduk dan situasi yang kian tak terkendali, "Kakek jangan mau. Jangan lakuin itu..."

Kakek menunduk, napasnya tersengal. Matanya mencari sesuatu. Mungkin penolong, mungkin jalan lain. Namun yang terlihat hanyalah dinding-dinding yang semakin menutup. Tangannya, yang selama puluhan tahun memegang kendali atas peternakan, kini gemetar di depan pena.

Selama ini, Kakek bukanlah orang berkuasa. Dahulu ia hanyalah pria sederhana yang berjuang dari nol. Lalu mengajak kawan-kawannya membangun peternakan sapi kecil dengan modal kepercayaan dan kerja sama. Pelan-pelan usaha mereka tumbuh, menjadi sumber penghidupan bagi banyak keluarga.

Namun, segalanya berubah saat Brams datang membawa janji manis. Reformasi sistem modern, manajemen profesional, bahkan peluang ekspor ke luar negeri. Semua terdengar seperti mimpi yang menjadi nyata. Hingga akhirnya mimpi itu menjelma menjadi jerat yang menyesakkan. Kini, peternakan yang dulu dibangun atas dasar kejujuran justru menjadi ladang kecurangan dan keserakahan.

Di situasi yang memuncak, Naru mengangkat suara terakhirnya, “Kakek! Kalo kakek berani tandatangan maka akan kupastikan Kakek nggak bakal ketemu putri kakek sendiri. Aku telah menemukannya, Kek! Dan ia punya putri yang sangat cantik.”

Mata Kakek langsung berkaca, Pena yang gemetar di sela jarinya terlepas. "Inaya...," sebutnya.

“Apa yang kau lakukan?!” Brams naik pitam. Dengan pistol di tangannya dia mengarahkan moncong itu ke arah Naru. Tembakan melesat.

DOR!

Tembakan itu meleset ketika Dilan dengan sigap melesat ke arah Brams dan menghempas lengan itu dengan kakinya.

Kanaya cepat-cepat menghampiri kakeknya, "Kakek ayo kita pergi dari sini. Kita harus sembunyi supaya aman." Gadis itu menuntun menuju ruangan dan mengunci diri di sana.

Perkelahian pecah.

"Kurang ajarr!!" Brams membabi buta, suaranya pecah memenuhi ruangan. “Habisi mereka!!”

Seruan itu seperti peluit perang. Seketika, Dilan dan Naru dikeroyok oleh serangan yang datang bertubi-tubi. Mereka saling bertatapan satu detik cukup untuk menyusun rencana serba-buru.

Seorang preman yang lebih besar melayangkan tinju ke arah Dilan. Dilan menghindar, memutar badan, dan dengan refleks merebut parang pendek yang tergenggam di tangan si preman. Di sisi lain, Naru melompat menutup jarak, menendang lutut seorang lagi hingga pria itu terjungkal dan terlepas pegangan pipa besi yang dipakainya. Naru mengambil pipa itu dengan satu genggaman tegas.

Harapan merosot saat mereka melihat jumlah yang tak mungkin disingkirkan hanya berdua. Di antara dentingan logam dan teriakan, pesimisme menyelinap. Mereka bisa bertahan, sementara. Tapi mengalahkan sekawanan ini? Tidak mungkin tanpa bantuan. Mundur mencari celah? Memancing lawan ke luar? atau menunggu bantuan apa pun demi bertahan hidup?

Kanaya yang berada di ruangan tertutup bersama Kakek saling berpelukan, tubuh keduanya gemetar hebat. Suara benturan dan teriakan dari ruang tamu membuat udara terasa sesak. Dengan tangan bergetar, Kanaya merogoh saku dan berhasil menemukan ponselnya. Ia menelepon polisi.

Sementara itu...

Di ruang depan, Naru terpukul keras di sisi mata kirinya. Dentuman pukulan itu membuat pandangannya kabur dan dunia terasa miring. "Ma-- mataku..." gumamnya, nyaris jatuh berlutut.

Di saat itulah, Brams berdiri di tengah kekacauan mengarahkan ujung pistol menyorot ke arah Naru. Dilan yang tak pernah mengalihkan pandangan darinya, segera tahu niat busuk itu.

DOR!

“Naru! Menghindar!!” teriaknya. Ia spontan mendorong tubuh Naru ke samping, tapi peluru sudah lebih dulu menembus paha kiri Naru.

Jeritan tertahan menggema.

"AARRGGG!!"

Naru jatuh, menggigit bibir menahan sakit, darah mengalir membasahi lantai. Dilan menatapnya dengan mata membara, memutar parang di tangannya, siap menerjang dimana Brams berada.

Lalu, di luar rumah, suara langkah kaki dan teriakan ramai terdengar semakin dekat. Warga berdatangan, jumlah mereka jauh lebih banyak. Pintu didobrak. Bayangan puluhan orang menyapu masuk, membuat preman-preman Brams panik. Keseimbangan kekuatan berubah dalam sekejap.

.

.

.

. ~Bersambung...

1
Destira Chan
#TeamNuha 💖 #TeamNaru 😭 #TeamWisnuBikinBingung 😌
Destira Chan
Nuha bimbang, antara rasa ke Wisnu dan kenangan sama Naru
duh nak, hati-hati ya sayang, cinta itu emang indah tapi kadang juga bikin sakit kepala kayak utang belanja online! 🤯🤯
Destira Chan
Gimana nggak melting, pas Wisnu bantuin Nuha bangun terus ngomong lembut gitu 😍😍
Destira Chan
😭😂 gemesss banget, !!!!
Destira Chan
Dari aura dendam ke aura healing! Nuha tuh anaknya wholesome parah 😭💖😍
Peter_33
Nuha tuh sunshine banget tapi fragile gitu loh ☀️🥺
Ame Ricka
Dilan literally: “bro I’m flirting here,”
Naru: “so whatever” 😭
Ame Ricka
ini quoteable banget sih.
Real banget.
Kayak Gen Z yang bilang: “I’m scared of catching feelings in 4K.” /Proud/
Ame Ricka
lo pikir itu cinta, padahal cuma rasa aman yang lo rindukan 😌😌
Ame Ricka
malaikat tapi shady
literally walking green flag with hidden lore 😳😍
Ame Ricka
Itu real as hell. Banyak orang kuat di ruang kecil tapi ciut di ruang publik.
tetap maju meski takut Nuha chan ❤
Ame Ricka
ujung-ujungnya saling menyakiti 🤣🤣
Ame Ricka
hubungan “imbal jasa” kayak gini bukan cinta, tapi hutang budi bercampur dendam 😑
Ame Ricka
generasi yang tumbuh di bayang-bayang kegagalan orang tua tuh emang sering kejebak ambisi yang bukan miliknya 😑
Kakak Kia
BELUM SIAP DITINGGAL GANTUNG DI “Bersambung...” 😭😭😭
Kakak Kia
YES QUEEN DEFEND YOUR DAUGHTER-IN-LAW!
Kakak Kia
BRUHH langsung berubah jadi drama politik rumah tangga + betrayal vibes + legacy pressure 🤯
Kakak Kia
Naru tuh 100% mewakili para cowok yang bingung sama logika ngambek cewe introvert

itu quotable banget woy 😭 aku ngakak tapi juga kasian 😭 #TeamNaru #PleaseLetHimApologize
Kakak Kia
tanda perang versi lucu 😭🤣
Kakak Kia
overthinking soal cinta tuh… real banget. Relatable parah buat yang pernah takut jatuh cinta tapi nggak bisa ngelak 💔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!