NovelToon NovelToon
Spring Song For You

Spring Song For You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa
Popularitas:855
Nilai: 5
Nama Author: Violetta

cerita tentang seorang serigala penyendiri yang hanya memiliki ketenangan tapi musik menuntun nya pada hal-hal yang terduga... apakah itu musim semi...

aku hanya bermain musik untuk mencari ketenangan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 - Antara Aku, Kamu, dan Malam

Selesai mandi, Vio menyeka rambutnya dengan handuk sambil berjalan ke dapur. Udara malam terasa tenang, dan aroma sabun masih melekat samar di kulitnya. Ia melirik jam dinding masih cukup waktu untuk memasak sebelum siaran malam. Perutnya pun mulai bersuara minta perhatian.

Baru saja ia membuka lemari dapur, ponselnya berbunyi dengan notifikasi pesan.

Reina: “Siaran malam ini… kamu tetap live, kan?”

Vio tersenyum kecil dan membalas sambil membuka kulkas.

Vio: “Iya. Setelah makan, aku mulai.”

Ia mengambil bahan-bahan sederhana telur, sayuran, dan sedikit ayam untuk ditumis. Namun, belum sempat ia menyiapkan semuanya, notifikasi lain muncul.

Reina: “Aku… bisa video call nggak malam ini?”

Namun, tepat beberapa detik setelah itu, pesan tersebut ditarik kembali.

Vio terdiam sebentar, menatap layar. Tapi ia sudah keburu membacanya.

Dan sebelum ia bisa mengetik balasan apa pun, layar langsung menampilkan panggilan masuk dari Reina.

“...Cepat banget,” gumam Vio, sedikit gugup.

Setelah ragu sejenak, ia akhirnya menggeser tombol hijau dan menerima panggilan itu.

Wajah Reina langsung muncul di layar. Rambutnya sudah dikeringkan, tergerai lembut, dan ia tampak mengenakan sweater longgar dengan latar belakang kamar yang temaram.

“Maaf… aku ganggu ya?” ucap Reina, suaranya terdengar pelan dan agak canggung.

Vio menggeleng kecil sambil tersenyum. “Enggak, kok. Aku baru mau masak. Tapi kamu nggak apa-apa video call sambil aku sibuk sedikit?”

“Boleh…” jawab Reina cepat, pipinya sedikit merah. “Aku juga belum makan. Jadi… kita bisa barengan, mungkin.”

Vio tertawa pelan. Ia meletakkan ponselnya di atas meja dekat dinding, menyenderkannya dengan posisi layar menghadap ke arah dapur kecilnya. “Oke, tapi kamu jangan ketawa kalau aku masaknya berantakan.”

Reina tersenyum kecil, lalu duduk lebih nyaman di tempat tidurnya. “Asal kamu nggak bakar dapur, aku nggak akan komentar.”

Mereka tertawa ringan.

Suasana terasa santai, meski masih ada sisa kehangatan dari malam sebelumnya yang membuat keduanya sedikit canggung. Obrolan pun mengalir perlahan sambil Vio mulai memasak- mereka berbicara tentang makanan kesukaan mereka, tentang masakan sekolah yang aneh, sampai hal-hal kecil seperti kenapa Reina lebih suka makan pelan dan Vio lebih suka makan cepat.

Tak ada percakapan penting malam itu.

Tapi suara Reina yang terus menyimak, tawa pelan yang mengisi ruang kecil, dan kehadiran yang terasa dekat meski lewat layar namun semuanya membuat malam itu berbeda.

Saat telur mulai mengeluarkan aroma harum dan wajan mengeluarkan suara mendesis yang menenangkan, Vio melirik layar. Reina masih di sana, menatap dengan mata lembut.

Dan untuk pertama kalinya sejak lama, memasak sendirian tidak terasa sepi lagi.

Vio tengah menuangkan sayur tumis dari wajan ke piring ketika suara Reina terdengar dari layar.

“Eh… Vio, sebentar ya. Mama manggil… aku tadi bilang mau makan di kamar, tapi belum turun dari tadi.”

Vio menoleh sambil tersenyum, “Oke, santai aja. Aku juga baru mau makan kok.”

Reina mengangguk dan bangkit dari tempat tidurnya, lalu pergi menuju kamar mandi yang berada di seberang kamarnya.

Sementara itu, layar ponsel Reina masih menyala, menampilkan wajah Vio dari sudut dapurnya—tengah duduk sambil mulai menyantap makan malam sederhana. Ia tampak tenang, sendirian, tidak menyadari bahwa ada seseorang yang kini masuk ke dalam ruangan melalui pintu yang sedikit terbuka.

Langkah kaki pelan mendekat, dan sesosok wanita paruh baya dengan aura lembut muncul. Wajahnya sedikit kebingungan namun tak tampak marah lebih seperti ingin memastikan bahwa putrinya baik-baik saja.

Ketika matanya menatap layar ponsel Reina yang masih terbuka, dia terhenti.

Di layar itu, terlihat Vio. Duduk dengan piring di depannya, makan sambil sesekali berbicara kecil karena mungkin mengira Reina masih mendengarkannya. Senyum Vio tampak ringan dan tulus.

Wanita itu menatap layar dengan tenang… lalu tersenyum.

Tak ada amarah. Tak ada kata keluar dari mulutnya. Hanya sebuah senyum pengertian, seperti seseorang yang baru saja menemukan potongan kecil dalam kehidupan anaknya yang selama ini tersembunyi.

Dengan perlahan, ia berbalik dan melangkah keluar dari kamar Reina, membiarkan pintu tetap terbuka setengah. Tidak ada niatan untuk mengganggu lebih dari itu.

Beberapa menit kemudian, Reina kembali ke kamar sambil membawa nampan berisi makanan. Ia menutup pintu dengan pelan lalu mendekati ponselnya kembali.

“Maaf ya… agak lama,” katanya pelan.

Vio mengangkat kepala, “Nggak apa-apa. Eh… kamu jadi makan di kamar?”

Reina mengangguk, lalu menyandarkan punggung ke dinding dan mulai makan dari nampannya. “Iya. Tadi mama sempat manggil, tapi aku bilang udah ambil makanannya. Hmm… semoga aja dia nggak naik ke kamar,” tambahnya setengah berbisik.

Vio tertawa kecil, tidak sadar dengan apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Reina menatap layarnya sebentar, lalu tersenyum sendiri.

Dan dari lantai bawah, seorang ibu tersenyum sambil menyeduh teh hangat menatap keluar jendela dengan hati yang lebih tenang, karena tahu bahwa putrinya telah menemukan seseorang yang bisa membuatnya tersenyum begitu lembut.

Malam itu, jam di sudut layar menunjuk pukul 20:58. Vio duduk di depan meja siarannya dengan rambut setengah kering, mengenakan hoodie abu lembut dengan lengan yang sedikit digulung, memperlihatkan gelang kecil di pergelangan tangan kirinya hadiah dari Tissa beberapa bulan lalu. Lampu hias di dinding membentuk pola bintang-bintang yang redup, menambah nuansa hangat di ruangannya yang sepi namun akrab.

Ia menarik napas pelan, lalu tersenyum kecil ke arah kamera.

Klik.

Tombol “Live” ditekan.

Suara notifikasi dari aplikasi menandakan siaran telah dimulai.

"Selamat malam..." ucapnya pelan, suaranya lembut dan agak serak, seperti embun yang menyentuh kaca jendela. “Sudah siap dengan malam yang tenang?”

Butuh beberapa detik sebelum deretan komentar pertama muncul di sisi layar. Vio, alias Violetta, memandang ke layar monitor kecil di sampingnya. Senyum perlahan terbentuk di wajahnya.

Zeo: “Malam ini awalnya aku mau nonton dari luar, tapi kayaknya aku tetap di sini ya.”

Ia tersenyum kecil, jantungnya sempat berdetak lebih cepat tanpa ia sadari.

“Ada Zeo... seperti biasa datang paling awal,” katanya pelan dengan senyum yang dia tahan. “Terima kasih… sudah tetap di sini.”

Mira_chan: “Kak Violetta hari ini lebih cerah dari biasanya! Ada apa, ya~?”

Vio mengangkat alis dan tertawa pelan.

“Hmm… hari ini? Nggak tahu, mungkin karena udara lebih dingin, jadi hoodie ini bikin nyaman.” Ia menyentuh kerah hoodie-nya, membiarkan para penonton menebak sendiri alasan senyum kecilnya yang terselip di sela suara.

NutshellBoy: “Rekomendasi lagu malam ini? Aku lagi agak kacau...”

Ia membaca komentar itu dengan lirih.

“Lagu… nanti aku pilihkan satu yang bisa menenangkan, ya. Aku juga butuh sesuatu untuk… merapikan hati.”

Ia membiarkan jeda sejenak, membiarkan para penonton menangkap isyarat bahwa hatinya pun tak sepenuhnya tenang. Namun, itu justru yang disukai para penontonnya bahwa Violetta selalu terasa nyata. Tak pernah terlalu dibuat-buat, tapi juga tak pernah terlalu muram.

PetalDrops: “Kakak... tadi aku nangis, dan sekarang cuma mau denger kamu nyanyi.”

Vio tersenyum tipis, ekspresinya berubah sedikit.

“PetalDrops… terima kasih sudah datang, meski hari kamu berat. Malam ini... biar aku yang duduk di sini, nyanyiin lagu seperti waktu-waktu pertama kita. Yang penting kamu nggak sendirian.”

Jari-jarinya bergerak ke arah gitar yang bersandar di sisi meja. Ia menyesuaikan posisi duduk, lalu menggeser mikrofon pelan. Suasana menjadi sangat hening, hanya suara detik jam yang terdengar di sela-sela napasnya.

"Baik... sebelum kita mulai lagu pertama," katanya dengan suara pelan, "aku mau bilang terima kasih. Untuk kalian semua yang tetap ada di sini, meski kadang aku... cuma bisa duduk dan menyanyikan isi hati.”

Komentar terus mengalir. Suasana di ruang virtual itu terasa damai, seperti sebuah lingkaran kecil tempat semua luka ditenangkan oleh suara dan ketulusan.

Mata Vio bergerak sedikit ke arah layar lain di sebelah kanan menampilkan daftar penonton aktif. Pandangannya terpaku sesaat pada satu nama yang terasa lebih berarti malam ini Zeo.

Lalu ia tersenyum lembut dan mulai memainkan senar gitar.

🎶🎵

Kimi no egao ga ima mo mune ni

Like petals falling soft and slow

Meguru kisetsu ni kimi wa inai

In this turning season, you’re not here…

But every night I see your eyes

In constellations in the skies

Like stars in the night sky

Negai wa mada hibiku

Though you’re gone from sight

Kono sora miagete

I know you shine so bright

Like stars… in the night sky

🎶🎵

Setelah lagu pertama selesai, suara tepuk tangan virtual memenuhi kolom komentar.

Zeo: “...Aku tahu lagu itu. Itu lagu pertama kamu, kan?”

Vio tertawa kecil, sedikit terbata.

“Kamu ingat ya... Iya, itu siaran pertamaku. Waktu itu... cuma ada satu penonton dan lagu ini belum sepenuhnya selesai.”

Komentar mulai ramai.

Mira_chan: “PENONTON YANG PERTAMA?? SIAPA??”

PetalDrops: “Waaa siapa tuh penonton pertamanya Kak Violetta??”

Vio tersenyum, matanya menatap lembut ke arah kamera, lalu membalas pelan sambil menatap layar:

“Dia... ternyata selalu ada lebih dekat dari yang aku kira.”

1
Finn
ahhhhh..... lagunya bagusss kak /Cry/
_Graceメ: makasih (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)
total 1 replies
Finn
ohhh!!! 😲
Finn
ohh!!! ada lagu original nya /Drool/
_Graceメ: ada dong ヾ⁠(⁠・⁠ω⁠・⁠*⁠)⁠ノ
total 1 replies
Finn
main dobrak aja ya /Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!