Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Ayana Diculik
"Lang, aku tunggu di depan toko buku AB biar nggak ada yang curiga."
"Oke, otw, istriku."
Setelah menutup telepon dari Ayana, Elang langsung menyalakan mesin motor dan melaju keluar melewati gerbang sekolah.
Dia berbelok di persimpangan yang jaraknya lima puluh meter dari sekolah dan membawanya masuk ke deretan toko. Lalu dia berhenti tepat di depan sebuah toko buku.
Di sana sudah berdiri Ayana yang menunggu Elang. Sesegera mungkin Ayana naik ke jok belakang sepeda motor sambil memakai helm.
Dan sepeda motor pun melaju kembali. Di tengah jalan, Elang berbicara dengan pandangan mata tetap lurus ke depan.
"Ay, nanti mampir dulu ke SPBU nggak apa-apa kan? Bensin sudah menipis nih."
"Iya, nggak apa-apa. Sekalian aku juga mau numpang ke toilet."
Elang mendesah frustasi ketika melihat antrian mengular panjang di barusan pengisian bahan bakar sepeda motor. Bersamaan dengan hal itu, Ayana turun dari sepeda motor dan melepas helm.
Ayana berpisah dengan Elang sebab dia ingin menuntaskan hasrat buang air kecil di toilet SPBU.
Kebetulan toilet di sana sepi. Bahkan tidak ada orang sama sekali. Sehingga tak perlu menunggu lama, Ayana sudah keluar dari toilet dengan perasaan lega.
Namun, tiba-tiba dua orang pria berkacamata hitam menghadang Ayana, membuat guru olahraga itu sedikit merasa cemas dan takut.
"Kalian mau apa?" tanya Ayana galak ketika dua pria itu melangkah semakin dekat.
"Tenang, Nona! Jangan panik dulu! Kami orang baik," ucap salah satu pria.
"Ya, Nona. Kami hanya ditugaskan Tuan Bram untuk menjemput Nona. Ada sesuatu yang ingin Tuan Bram bicarakan dengan Nona."
Ayana mendengus, memasang sikap kuda-kuda, lalu menyipitkan mata melirik dua pria itu secara bergantian. "Memangnya aku percaya, hah? Kalian pasti sindikat penculik perempuan kan?"
Sejenak dua pria itu saling menoleh dan bersitatap beberapa saat sebelum akhirnya kembali memandang Ayana.
Serempak dua pria itu melambaikan tangan sambil menggelangkan kepala cepat.
"Bukan, Nona. Kami datang bukan untuk menculik. Kami memang diperintahkan untuk menjemput Nona Ayana."
"Hai, tunggu sebentar! Dari mana kalian tahu namaku? Kalian pasti sudah lama mengincarku menjadi mangsa kalian ya? Hah? Ayo ngaku!" Ayana membentak sampai dua pria tersentak takut.
"Nona, kalau Nona tidak percaya, kita bisa telepon Tuan Bram sekarang juga untuk memastikan jika kami tidak berbohong," jelas salah satu pria.
"Aku nggak percaya mau kalian telepon Tuan Bram atau presiden pun, aku nggak bakal ikut dengan kalian," bentak Ayana masih setia dengan sikap kuda-kudanya.
Bagi Ayana tidak mungkin Tuan Bram menyuruh dua buahnya untuk menjemputnya.
Pertama, karena Ayana tidak memiliki urusan apapun dengan Tuan Bram. Kedua, jika Tuan Bram ingin bertemu dengannya kenapa bukan Tuan Bram sendiri yang mengatakan langsung.
Dua hal itu membuat Ayana semakin yakin bahwa dua pria di hadapannya sedang berusaha melakukan tindak penculikan dengan modus baru.
"Tolong, Nona. Kami minta kerjasamanya! Tuan Bram sudah menunggu Nona."
"Kerjasama? Hah?" Ayana berdecak kesal. "Aku bukan anak kecil yang bisa kalian bohongi."
Detik berikutnya, Ayana berteriak memanggil Elang yang terlihat sudah selesai mengisi bahan bakar. Berteriaknya Ayana, tentu saja membuat dua orang suruhan Bram panik kelabakan.
Sebab mereka berdua telah diamanatkan untuk jangan sampai ketahuan oleh Tuan Muda Raynar.
Terpaksa salah satu pria pun membekam mulut Ayana agar Elang tak mendengar teriakan Ayana.
Dibantu oleh rekannya, mereka meringkus tubuh Ayana dan memasukannya ke dalam mobil.
Tak hilang akal, Ayana menggigit jari tangan yang membekap mulut. Alhasil pria itu pun melepaskan tangannya lalu mengaduh kesakitan.
"Elang, tolong aku! Elang!" teriak Ayana dari jendela mobil yang terbuka. "Aku diculik."
Tepat saat itu, Elang menoleh dan bola matanya membulat ketika melihat Ayana dibawa oleh dua orang pria.
"Ayana!"
Dalam sekejap, jantung Elang berdegup di atas normal, tangannya pun mengepal kuat, begitu pula dengan rahang yang mengetat.
Namun, menit itu juga Elang mengernyitkan dahi heran. Sebab dengan sangat jelas dia melihat dua orang yang membawa Ayana merupakan pengawal ayahnya.
Elang melajukan motor mendekati mobil dengan Ayana ada di dalam. Akan tetapi secepat kilat, mobil itu melesat pergi meninggalkan area SPBU.
"Sial. Mau apa mereka membawa Ayana?" geram Elang yang sesaat kemudian menancapkan gas mengejar Ayana.
Sementara itu, di dalam mobil berwarna hitam, tampak si pengemudi melajukan mobil dengan kecepatan tinggi sambil sesekali menoleh ke belakang.
Dimana Ayana terduduk dengan kedua tangan dan kaki terikat. Namun, mulut Ayana terus saja berterik meminta pertolongan.
Lalu si pengemudi menoleh ke samping dan berkata pada rekanya.
"Sep, mending kamu sumpal mulut Nona Aya gih. Biar nggak teriak-teriak."
Pria bernama Asep itu berdecak sambil mengeluarkan sapu tangan di saku jas. Kemudian dia menoleh ke belakang.
"Maaf, Nona. Kalau saja Nona bisa diajak kerjasama, kami pasti tidak akan melakukan ini," kata Asep sesaat sebelum mengumpal mulut Ayana dengan sapu tangan.
Ayana semakin panik dan cemas. Terlebih saat ini dia tidak bisa berkutik. Tangan dan kaki terikat kuat serta mulutnya pun disumpal.
Ayana hanya bisa berdoa semoga ada keajaiban agar dia bisa kabur dengan selamat.
"Beres, Met."
Asep tersenyum karena kini tidak lagi mendengar suara teriakan Ayana. Akan tetapi tepat saat Asep melirik ke kaca spion, dia melihat bayangan motor Elang mengukuti mobil mereka.
"Waduh, gawat."
"Apanya yang gawat?" tanya Slamet yang sedang fokus menyetir mobil.
"Tuh lihat di belakang!"
Slamet melirik ke kaca spion dan seketika wajahnya pun ikut menegang. Tak ada pilihan lain, selain menambah laju kendaraan.
Slamet membelokkan mobil ke jalanan yang lengang supaya bisa mengebut tanpa khawatir menabrak pengendara lain.
Di belakang, Elang terus mengikuti ke mana perginya mobil yang membawa Ayana sambil berusaha menyalip. Namun, mobil hitam itu malah semakin kencang.
Tak ingin menyerah begitu saja, Elang menarik gas sampai kepada kecepatan maksimal, lalu mensejajarkan motornya dengan mobil.
"Berhenti!" teriak Elang pada Slamet. "Woi, aku bilang berhenti!"
Awalnya perintah Elang tak diindahkan oleh Slamet. Sehingga Elang mencari celah agar motornya bisa sedikit lebih depan lalu berhenti tepat di tengah jalan untuk mencegat mobil.
Untung saja Slamet segera menginjak rem. Alhasil kepala Asep dan Slamet teryuhung ke depan akibat mobil yang berhenti mendadak.
Mereka putuskan turun dari mobil untuk berbicara dengan Elang secara baik-baik.
Sedangkan Ayana yang tidak tahu Asep dan Slamet adalah anak buah Bram hanya mampu berteriak dalam hati mencemaskan keadaan Elang.
"Tuan Muda," sapa Asep dan Slamet bersamaan sambil menundukan kepala.
"Apa tujuan Daddy menyuruh kalian menculik Ayana?" Elang bertanya to the point dengan berkacak pinggang dan menatap tajam dua anak buah ayahnya.