Karena sebuah kecelakaan yang di sebabkan oleh Nayra, Naura yang merupakan suadara kembar Nayra harus kehilangan janin dalam kandungannya. Tak hanya itu, rahim Naura juga terpaksa di angkat sehingga ia tak mungkin lagi mengandung. Sedangkan suami Naura yang bernama Raka sangat mendambakan lahirnya seorang anak dari sang istri, karena Raka adalah anak tunggal dan ia butuh pewaris dalam keluarganya yang merupakan pengusaha kaya raya.
Naura yang tak mau kehilangan posisi sebagai menantu dan istri yang sempurna memaksa Nayra untuk bertukar peran dengannya sampai Nayra hamil dan melahirkan anak Raka. Namun, tentu saja tak boleh ada yang mengetahui hal itu. Jika Nayra menolak, Nuara mengancam akan bunuh diri.
Namun, apakah Nayra akan setuju berperan sebagai saudara kembarnya sementara Nayra sendiri sudah memiliki tunangan?
Sanggupkah Nayra menjalankan perannya sebagai istri Raka bahkan harus melayani Raka di ranjang demi lahirnya anak impian Nuara dan Raka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Dukungan Atau Hasutan?
Meskipun merasa sangat senang karena kini Nayra menghubunginya, tetapi Raka berusaha tak memperlihatkan kebahagiaan itu. Bahkan, dengan sengaja dia mendiamkan ponselnya yang masih berdering. "Aku ingin tahu, sebesar apa kamu membutuhkanku, Sayang," gumam Raka dengan tatapan yang begitu berbinar dan bibir yang tersenyum lebar.
Namun, binar dan senyum itu seketika musnah saat ia menyadari sesuatu. "Bagaiamana jika setelah ini dia ngambek lagi? Bahaya," seru Raka.
Siska hanya bisa meringis saat menyaksikan bos besarnya seperti orang gila, tadi dia seperti orang paling frustasi sedunia, dan sekarang pria itu seperti orang paling berbahagia di dunia.
"Siska?" panggil Raka saat menyadari ada sekretarisnya
"I-iya, Pak," sahut Siska sembari berjalan mendekati Raka. "Maaf, Pak, tadi saya sudah ketuk pintu tapi-"
"Apa ada berkas yang perlu aku tandatangani?" tanya Raka sembari menjawab panggilan Nayra, ia sengaja melakukan hal ini agar Nayra tahu dia sedang sibuk.
"Halo?" sapa Nayra dari seberang telfon.
"Sebentar," sahut Raka. "Apa semua berkasnya sudah siap?" Kini Raka bertanya basa-basi pada Siska yang membuat sang sekretaris sedikit bingung.
"Pak, ini-"
"Oh ya, jangan lupa berkas yang aku minta tadi, semuanya harus siap dalam 10 menit," ujar Raka sok sibuk. Tentu saja hal itu membuat Siska melongo bodoh.
"Berkas apa ya, Pak?" tanya Siska dengan polosnya.
"Oh ya, siapkan juga jadwal meeting hari ini dengan pimpinan redaksi. Tapi ingat, aku hanya bisa meluangkan waktu setengah jam saja," ujar Raka lagi semakin ngaur yang membuat Siska hanya bisa menganga lebar.
"Kamu sibuk banget ya?" Senyum Raka langsung terbit mendengar suara Nayra yang terdengar setengah merengek itu.
"Iya, ada apa?" tanya Raka dengan nada yang justru terdengar dingin.
"Aku ... aku lapar," rengek Nayra. Senyum Raka semakin lebar, kemudian dia memberi isyarat agar Siska pergi dari ruangannya.
Siska sudah membuka mulut untuk bertanya apa maksud Raka tadi, tentu dia tak mau mengabaikan kata-kata sang bos besar karena itu bisa berbahaya. Akan tetapi Raka memberikan isyarat mengusir wanita itu dengan lebih tegas sehingga Siska segera bergegas pergi dengan membawa semua rasa kebingungan dan penasaran dalam benaknya.
"Lapar apa lagi? Katanya tadi mual, udah nggak mau makan," seru Raka masih mempertahankan nada dinginnya, meski sebenarnya Raka takut Nayra kembali merajuk dan menjaga jarak darinya. Namun, Raka ingin tahu sampai di mana Nayra akan tetap pada sikap manjanya. Ia sungguh penasaran, sampai di mana Nayra mampu mempertahankan egonya sedangkan Raka sangat tahu yang namanya orang hamil itu sangat sulit mengontrol diri.
"Itu 'kan sate, Raka, sekarang aku lapar salad buah," jawab Nayra bahkan nadanya pun mulai ketus.
"Lapar apa pengen?" tanya Raka dengan suara yang semakin lantang seolah ia sedang emosi. "Kalau kamu lapar, ya makan aja apa yang ada di rumah. Dan kalau kamu pengen makan salad, ya beli aja, semua bisa di pesan online sekarang," tukas Raka panjang lebar. Terdengar geraman tertahan dari Nayra yang membuat Raka harus menahan tawanya.
"Masalahnya aku tuh pengen salad yang biasa kamu belikan itu loh," seru Nyar penuh penekanan.
Senyum Raka mengembang lebih lebar lagi mendengar apa yang dikatakan oleh Nayra, ia merasa perjuangannya selama ini mulai menunjukan hasil untuk merebut perhatian Nayra dan membuat wanita itu terbiasa dengan segala perhatiannya dalam segala bentuk.
Sejak ia bertekad untuk mendapatkan Nayra, Raka memang mulai menyusun strategi untuk merebut perhatian wanita itu. Raka sengaja selalu pulang lebih cepat dari biasanya setiap hari, tak lupa ia juga selalu membawakan oleh-oleh untuk Nayra. Raka yakin, sekecil apapun bentuk perhatian yang dia berikan, pasti akan meninggalkan bekas jika dilakukan secara berulang. Dan sekarang dia sedang menuai apa yang telah ia tanam selama ini.
"Jam segini masih tutup," tukas Raka kemudian.
"Oh gitu, jam berapa bukanya?"
"Harus pesan."
"Oh, bisa pesannya kapan?"
"Sehari sebelumnya."
"Oh, ya udah, kalau gitu hari ini kamu pesankan, besok aku baru makan. Hem, anak yang malang. Hari ini kita puasa dulu ya, Nak."
Raka terperangah mendengar ucapan dari wanita yang membuatnya hampir gila itu. Maksud ka—"
"Nay? "
"Nayra?"
"Halo?"
Raka semakin terperangah karena kini Nayra memutuskan panggilannya begitu saja, Raka hanya bisa menatap ponselnya dengan nanar.
"Kenapa jadi begini?"
...🦋...
Sementara di sisi lain, Bian sedang sibuk memikirkan apa yang ditawarkan oleh Naura. Benarkah Nayra masih bisa ia miliki? Jika iya, Bian akan merasa sangat bahagia. Namun, bagaimana jika Raka tak membiarkannya?
"Bi ...." Naura memanggil Bian dengan lembut. "Coba kamu tanya hatimu sendiri, apa kamu ingin memperjuangkan Nayra?" desak Naura. "Apa kamu nggak bisa merasakan bahwa sebenarnya Nayra masih sangat mencintai kamu, Bi? Kalian sudah lama bersama, aku sangat yakin kalian pasti memiliki ikatan cinta yang kuat." Lanjut Naura dengan memaksa mimik wajah yang penuh simpati pada Bian.
Sejenak, pria itu benar-benar bertanya pada hatinya sendiri. Apakah dia ingin memperjuangkan Nayra? Tentu saja jawabannya adalah iya, hanya saja Bian tidak tahu bagaimana caranya.
Lalu, apakah dia yakin Nayra masih mencintainya? Sayang sekali karena Bian justru mulai meragukan cinta Nayra, hatinya merasa wanita itu telah berpaling darinya.
"Di sini aku yang dikhianati, Ra, lalu kenapa harus aku yang berjuang?" desis Bian yang membuat Naura tercengang. Apa yang keluar dari mulut pria itu sungguh jauh dari apa yang diharapkan oleh Naura.
"Bian, Nayra tidak mengkhianati kamu," desis Naura penuh penekanan. "Dia terpaksa dan aku yang memaksanya, aku mengancam akan bunuh diri jika dia tidak mengikuti keinginanku dan sekarang aku menyesali itu," papar Naura.
"Terus aku harus bagaimana? Memohon agar Nayra kembali sama aku? Bagaimana caranya?" Bian menatap Naura dengan tajam. Sebagian besar dalam hatinya membenarkan apa yang dikatakan oleh Nayra karena itulah dulu dia meminta Nayra tak pergi. Namun, setelah dia melihat sendiri Nayra pulang ke rumah Raka tanpa ada yang memaksa atau meminta, sebagian lagi dalam hatinya mulai meyakini bahwa Nayra telah berpaling.
"Yakinkan dia kalau kamu masih sangat mencintainya dan kamu mau menerima dia apa adanya," jawab Naura dengan tegas. "Aku juga akan meyakinkan Nayra bahwa kamu mau menerima dia apa adanya."
...🦋...
situ pernah gak mikirin perasaan Nayra dari sejak kecil hingga detik ini