Mursyidah Awaliyah adalah seorang TKW yang sudah lima tahun bekerja di luar negeri dan memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tanpa dia tahu ternyata suaminya menikah lagi diam-diam dengan mantan kekasihnya di masa sekolah. Suami Mursyidah membawa istri mudanya itu tinggal di rumah yang dibangun dari uang gaji Mursyidah dan bahkan semua biaya hidup suaminya dan juga istrinya itu dari gaji Mursyidah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CERITA DI ARISAN
Dua hari sudah berlalu, tapi belum juga ada kabar dari Mursyidah bahkan nomornya pun belum juga aktif sampai saat ini. Gunadi semakin gelisah menunggu kepastian tentang uang yang akan di kirim oleh Mursyidah. Pagi ini dia terpaksa mengeluarkan uang simpanannya yang hanya tinggal dua juta, untuk kebutuhan acara arisan yang akan di adakan di rumahnya siang nanti.
"Lho kok cuma dua juta mas? Mana cukup!" protes Astuti saat menghitung uang pemberian Gunadi.
"Adanya cuma segitu dek, kan kemarin uang mas sudah habis buat membelanjakan kamu dan ibu waktu itu. Mana mas ada uang lagi. Coba waktu itu kamu sama ibu nggak belanja pasti mas bisa memberi lima juta," sahut Gunadi menjelaskan.
"Alah sama aja, kalau aku nggak belanja juga kamu tetap akan memberikan segini. Ini juga karena terpaksa kan? Beberapa hari yang lalu kamu bilang nggak ada uang, nyatanya kamu bisa membawa kami berbelanja, karena aku dan ibu sudah ribut kan? Terus sekarang juga begitu, karena ibu sudah ribut terus soal arisan yang udah beberapa kali di tunda, baru kamu mau mengeluarkan uang. Dasar suami pelit!" gerutu Astuti.
Gunadi sangat geram mendengar kata-kata Astuti, tapi
Dia hanya diam tidak mau membalasnya. Gunadi malas berdebat dengan wanita yang dinikahinya secara siri itu karena pasti tidak akan ada selesainya dan lagi pula ini masih sangat pagi. Gunadi malu jika tetangga mendengar keributan mereka.
"Sudahlah, malas aku! Lebih baik aku berangkat ke kios!"
Astuti terdiam melihat Gunadi yang menyambar kunci motor yang ada di atas rak kecil dekat meja tamu.
Astuti paham betul jika suaminya itu sudah menyebut dirinya aku berarti sudah sangat marah dan tidak mau di ganggu. Astuti membiarkan suaminya itu pergi walaupun sebenarnya dia ingin menanyakan tentang uang kiriman Mursyidah. Setelah Gunadi berangkat, Astuti pun memutuskan untuk pergi ke pasar. Wanita itu sudah menitipkan anaknya pada ibu mertuanya. Di pasar nanti dia hanya akan membeli bahan-bahan untuk membuat lauk dan sayur yang akan dimasaknya pagi ini. Sedangkan untuk kue basah dan juga snack pendampingnya sudah dia pesan sebelumnya.
Pukul satu siang tamu-tamu arisan di rumah Astuti sudah mulai berdatangan. Astuti yang baru saja selesai mandi berdandan cepat-cepat merias diri agar dapat menyambut tamunya. Rukmini Ikut menyambut tamu mewakili menantunya. Begitu pula dengan Samirah, meski dia tidak ikut membantu Astuti memasak tapi dia tetap hadir terlebih dia juga anggota arisan tersebut.
Acara dimulai setelah bu RT yang sebagai ketua arisan
Datang. Bu RT membacakan nama anggota arisan yang akan menerima bulan depan. Acara dilanjutkan dengan makan-makan dan obrolan ringan seputar warga di lingkungan tersebut.
"Bagaimana kabarnya Aliyah?" tanya bu RT saat mereka sudah duduk-duduk setelah selesai makan.
Beberapa ibu-ibu yang lain sedang sibuk membantu Astuti membereskan peralatan makan mereka yang kotor. Mereka para ibu itu sudah terbiasa dan menerima Astuti dalam lingkungan mereka, karena yang mereka tahu saat ini Astutilah menantu Rukmini. Mereka pun terlihat sudah akrab dengan istri kedua Gunadi tersebut. Entah apa yang dikatakan oleh Rukmini hingga orang-orang sekitar mereka melupakan Mursyidah menantu pertama Rumini itu. Karena hal itulah Bu RT yang penasaran menanyakan kabarnya. Selama yang Bu RT tahu Mursyidah sangat baik dan rajin saat jadi menantu Rukmini.
"Ya begitulah... gara-gara dia tidak mau menandatangani surat cerai dari Gunadi jadi sampai sekarang Astuti dan Gunadi masih nikah siri," jawab Rukmini cepat sebelum Samirah menceritakan yang sebenarnya.
"Jadi Astuti dan Gunadi statusnya masih nikah siri?" tanya Bu RT kembali. Rukmini menganggukkan kepalanya.
"Iya bu, menunggu surat cerai mas Gun keluar dulu,
Setelah itu mas Gunadi baru mengurus surat nikahnya dengan saya bu." Astuti yang menjawab. Wanita yang baru saja kembali dari dapur itu duduk di sebelah Rukmini ibu mertuanya. Astuti melihat ke arah Samirah yang sepertinya juga hendak menjawab. Astuti khawatir jika kakak iparnya itu menceritakan yang sebenarnya, bahwa adiknya sama sekali belum mengurus surat cerai dengan Mursyidah.
"Jadi benar kalau Mursyidah itu ada main dengan majikannya?" tanya Maya, wanita yang seumuran dengan Rukmini. Maya juga merupakan teman dekat Rukmini.
"Ya seperti yang kamu dengar May, begitulah ceritanya. Baru beberapa bulan bekerja dia sudah main gila dengan majikannya. Maka dari itu Gunadi langsung menceraikannya." Kembali Rukmini yang menjawab.
"Lalu kapan mas Gunadi mengurus surat cerainya? Kasian mbak Astuti masih jadi istri sirinya mas Gun terus, padahal nikahnya udah hampir empat tahun." Nungki yang duduk di sebelah Maya ikut bertanya. Nungki salah seorang yang sudah akrab dengan Astuti karena mereka merasa sudah sefrekuensi.
"Itu resiko si Tuti kenapa mau diajak nikah siri?
Gunadi tidak bisa menceraikan Aliyah begitu saja sampai dia pulang ke sini," cetus Samirah yang sejak tadi sudah gatal mulutnya untuk berbicara.
Rukmini menatap tajam pada Samirah. Dia tidak suka anak pertamanya itu ikut campur urusan pernikahan
Kedua Gunadi. Rukmini tahu jika anaknya itu tidak pernah aku dengan Astuti dan pastilah dia akan menceritakan yang tidak baik tentang menantu keduanya itu.
"Sudah Nung, Gunadi sudah mengurus surat cerainya hanya saja belum ditandatangani istri pertamanya itu. Itu perempuan niatnya memang nggak benar, nggak tau apa tujuannya menunda-nunda bercerai dengan Gunadi.
Alasannya masih di luar negeri, disuruh pulang juga nggak mau. Bahkan waktu ibunya meninggal saja dia tidak mau pulang," ungkap Rukmini berbohong.
Semua ibu-ibu yang ada di ruangan itu tercengang mendengar cerita Rukmini. Sebagian ada yang percaya dan sebagian lagi ada juga yang tidak yakin akan cerita Rukmini. Tetangga-tetangga terdekat mereka umumnya tidak percaya karena dulu mereka sering melihat bagaimana garangnya Rukmini pada menantunya itu.
"Kamu percaya mbak cerita Bu Rukmini kalau mbak Aliyah itu seperti itu?" Novi berbisik pada Dewi yang duduk di dekatnya.
"Nggak tau!" Dewi mengangkat bahunya.
"Aku dengar mbak Aliya itu memang sengaja nggak di kasih tau kalau ibunya sudah meninggal. Katanya atas perintah Mas Gunadi. Soalnya ibunya itu kan sakitnya sepulang dari sini dan bertemu dengan Astuti." Novi kembali berbisik. Suaranya pelan dan nyaris tak terdengar. Dia takut jika orang lain akan mendengar
Terlebih keluarga Gunadi.
"Masa sih Nov? aku kok baru tau ya? Kamu tau dari siapa?" Dewi balas berbisik.
Sementara kedua wanita tetangga terdekat dengan rumah Gunadi tersebut saling berbisik, Rukmini justru sedang sibuk menjelek-jelekkan Mursyidah. Sesekali Samirah membenarkan. Kakak Gunadi itu masih sakit hati pada Mursyidah karena suaminya sering memuji Mursyidah.
"Tau dari ibu aku mbak. Ibu kan kenal sama tetangga mbak Aliya yang tua itu loh aku lupa namanya, mbok apa gitu. Katanya ibunya mbak Aliya itu cuma seminggu sakitnya terus meninggal. Kayaknya tekanan batin gitu mbak karena melihat anaknya diselingkuhi sama mas Gunadi."
Dewi menutup mulutnya tidak percaya. Nyaris saja dia mengeluarkan suara karena terkejut dengan cerita Novi.
"Nggak tau bagaimana nanti reaksi mbak Aliya kalau pulang nanti dan tau suaminya sudah menikah lagi. Mana aku dengar semua gajinya itu setiap bulan dikirim semua ke mas Gunadi. Kebayang nggak sih mbak gimana sakitnya?"
"Eh Nov, beberapa hari yang lalu Dema melihat perempuan yang mirip banget sama Aliya. Apa menurut kamu dia sudah pulang ya? Dema nggak begitu yakin karena waktu Aliya berangkat Dema kan masih sekolah jadi dia ragu. Wanita itu cantik dan bersih, cuma Dema ingat garis wajahnya mirip Aliya. Nggak taulah aku juga nggak langsung percaya kalau nggak liat."
Obrolan kedua wanita itu terhenti saat mendengar suara sesuatu yang di pukul dengan keras. Mungkin meja atau kursi. Samirah berdiri sambil menatap marah pada Astuti.
"Awas saja kalau nanti kamu ketahuan berselingkuh dengan mas Hermawan. Habis kamu sama aku dan juga Gunadi!" Samirah mengancam Astuti sambil menunjuk adik iparnya itu.
aku suka cerita halu yg realitis.