Calon suami Rania direbut oleh adik kandungnya sendiri. Apa Rania akan diam saja dan merelakan calon suaminya? Tentu saja tidak! Rania membalaskan dendamnya dengan cara yang lebih sakit, meski harus merelakan dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetiemiliky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Sedikit masalah
Membutuhkan waktu sekitar tiga hari sampai kondisi rumah benar-benar terlihat bersih dan terlihat umum seperti yang lain kalau dipandang. Rania tersenyum puas sambil berkacak pinggang, ia bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
Pandangan Rania jatuh pada empat laki-laki yang terkapar lelah dilantai teras. Ia mengulum bibirnya, mereka sudah bekerja keras selama tiga hari ini.
Lantas, dia membawa langkahnya mendekati teras, kemudian duduk disamping suaminya. Ryan yang merasakan ada orang menempatkan diri didekatnya pun langsung mengangkat kepala.
"Apa?"
Kepala Rania menggeleng lirih. "Tidak ada. Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih karena sudah membantu membersihkan rumah."
"Apa katamu? Membantu? Kau bahkan hanya duduk dan mengatur saja sejak kemarin."
Awalnya ingin bersikap lembut dan mengucapkan terimakasih saja. Tapi, mendapatkan respon seperti itu, taring Rania keluar juga pada akhirnya.
"Hei!" Memukul paha kanan Ryan, sang empu reflek melindungi adik kecilnya. "Aku juga ikut membantu, tahu! Walaupun tidak selalu memegang pekerjaan, sesekali aku akan membantu kalian. Jadi jangan bilang aku hanya menyuruh-nyuruh saja!"
Ryan menghela napas seraya mengubah posisinya menjadi duduk. "Mulutmu ini cerewet sekali. Kau tidak lihat ke-tiga temanku sedang istirahat? Kondisikan suaramu itu."
Reflek menutup mulutnya menggunakan ke-dua tangan. "Maaf."
...----------------...
Dilain waktu, tepatnya dipagi hari, tidur nyenyak Rania sedikit terganggu dengan rasa mual yang menyerangnya secara ugal-ugalan.
Padahal selama satu minggu tinggal disini, Rania tidak mengalami hal semacam ini lagi saat pagi hari. Baru kali ini dan langsung membuatnya jatuh terduduk lemas diatas lantai.
"Ryan!" Berusaha memanggil sekencang mungkin agar pria itu mendengar suaranya. Tapi sia-sia, karena sepertinya suara yang keluar dari mulut Rania terlalu lirih.
Rania mulai menangis saat Ryan tak kunjung datang. Ingin berdiri sendiri, kakinya terasa seperti jelly. Ia tidak tahu ibu hamil akan sampai seperti ini atau tidak, yang pasti rasanya sangat tidak enak.
"Saat dirumah, Ambar selalu diurus oleh ibu saat seperti ini. Ibu akan sibuk membuat minuman hangat atau makanan agar Ambar tidak mual-mual."
Empat jarinya bergerak mengusap air mata. Rasa tak nyaman diperut, sebal karena Ryan tak kunjung datang, ditambah hormon ibu hamil, membuat Rania menangis tersedu-sedu didalam bilik kamar mandi.
Sedangkan diposisi lain, Ryan yang tadinya tidur dengan nyenyak mulai terusik dengan suara tangis Rania yang berasal dari dalam kamar mandi. Maniknya bergerak pelan sebelum pada akhirnya mulai terbuka secara perlahan.
Ryan menoleh ke samping, tempat yang ditinggalkan oleh Rania. Kosong.
Dengan mata menyipit, Ryan menyingkirkan selimut yang masih menutupi setengah tubuhnya. Dibarengi menguap, Ryan turun dari ranjang, kemudian membawa langkahnya ke dalam kamar mandi.
Dahinya mengerut saat melihat Rania. "Kenapa duduk disana sambil menangis? Nanti kalau ada orang yang mendengar suaramu, bisa jadi mereka berpikir yang tidak-tidak denganku."
"Biarkan saja! Aku memanggilmu sejak tadi, tapi kamu tidak mendengar."
"Bukan tidak mendengar, tapi tidak tahu."
"Sama saja!"
Menghela napas. "Lalu apa maumu sekarang?"
"Bantu aku ke tempat tidur lagi. Kakiku terasa lemas, aku tidak bisa bejalan sendiri."
Ryan melakukan apa yang Rania inginkan detik selanjutnya. Dia masih mengantuk, dan masih ingin tidur lebih lama. Baru kali ini tidur nyenyak nya diganggu.
Sampai disamping tempat tidur, Ryan segera menurunkan Rania disana. Setelah itu ia berjalan memutar dan melempar tubuhnya ditempat semula.
Baru memejamkan mata beberapa detik, suara Rania kembali terdengar terdengar lagi setelahnya.
"Kamu akan tidur lagi, Ryan?"
Mendengus kasar. "Menurutmu?"
"Apa kamu tidak siap-siap untuk pergi bekerja?"
"Aku tidak bekerja."
"Lalu, bagaimana untuk—,"
"Kau ini cerewet sekali!" Ryan berteriak sambil mengubah posisinya menjadi duduk. Menatap Rania dengan mata memerahnya.
Melihat hal itu, kepala Rania tertunduk dalam. Menatap jemarinya yang saling memilin diatas paha dengan resah. Jujur saja Rania sedikit takut melihat Ryan, pria itu tampak berbeda dan menyeramkan.
Ryan mengacak-acak rambutnya dengan perasan kesal. Setelah itu, ia memutuskan keluar dari kamar dan pergi ke suatu tempat.
Rania terlonjak kaget saat pintu ditutup kasar sampai menimbulkan suara keras.
...----------------...
Setelah kejadian tadi pagi, Ryan tidak pulang sampai siang hari. Entah kemana perginya pria itu, Rania tidak tahu, yang pasti dia tidak melihat sosok Ryan lagi setelah kejadian tadi pagi.
Sebenarnya wajar saja, 'kan, Rania bertanya pada Ryan? Ia belum tahu pekerjaan apa yang dilakukannya. Maksudnya, selain judi dan nongkrong ditempat itu.
Untung saja Rania masih memilki uang tabungan yang tersisa di rekeningnya. Jadi, ia bisa keluar mencari makan meski harus jalan kaki sedikit jauh, daripada mengandalkan Ryan bisa kelaparan sampai siang.
Karena tadi sempat berbelanja, saat ini Rania sedang membereskan sayuran diatas meja. Niatnya akan ia kemas didalam kotak dan disimpan di kulkas untuk bahan masakan esok hari.
"Rumahnya tidak pernah dihuni, tapi kondisi kulkasnya masih bagus. Pria itu memang unik."
Saat sedang sibuk menata sayuran didalam kulkas, suara pintu utama terdengar dibuka. Sontak saja Rania menghentikan gerakan, kepalanya mendongak dan menunggu suara selanjutnya.
"Apakah kamu hantu?" Berteriak memastikan. Maniknya berkedip menunggu jawaban.
"Aku."
Dalam diam Rania menghela napas lega karena yang datang adalah Ryan. Detik selanjutnya, ia kembali lanjut menata sayuran ke dalam kulkas.
Sambil meletakkan plastik ke atas meja, Ryan pun bersuara. "Kau dapat darimana semua sayuran itu?"
"Dapat katamu? Aku membelinya diwarung depan sana. Jalan kaki!"
"Apa kau sudah makan? Aku membeli nasi kuning untukmu."
"Aku sudah makan. Tapi, kalau kau membelikan aku makanan, terimakasih. Aku akan memakannya nanti."
Ryan mengangguk dan mendudukkan dirinya dibalik meja pantry. Ia memperhatikan Rania diam-diam, tanpa ada niatan untuk membantu.
"Ngomong-ngomong soal tadi pagi, aku minta maaf padamu. Kau ... Pasti takut denganku."
Mendengar hal itu, gerakan Rania terhenti dalam beberapa saat. Namun tak lama kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya dan menjawab ucapan Ryan dengan tenang.
"Aku tidak takut denganmu, biasa saja. Aku sadar kalau itu juga salahku. Menganggu orang yang sedang tidur memang tidak bagus."
Menghembuskan napas panjang. "Ya," Kata Ryan singkat. Maniknya bergulir ke sembarang arah dengan ingatan kembali pada kejadian tadi malam.
Seperti biasa, Ryan akan menghabiskan waktunya dibangunan yang bisa disebut sebagai tempat nongkrong itu, dari pagi sampai malam.
Entah kenapa malam tadi pikiran Ryan dipenuhi dengan memori menyeramkan saat kecil. Hal itu terus berputar didalam kepala sampai membuatnya pusing sendiri. Maka dari itu, ia memutuskan untuk sedikit minum agar pikirannya menjadi tenang.
Biasanya Ryan akan tidur ditempat sampai pagi. Tapi mengingat ada Rania dirumah, ia memutuskan pulang atas bantuan Onad.
Manik kembarnya berkedip pelan saat ada tangan yang mengibas didepan wajah. Ia melirik ke atas, menatap Rania yang berdiri dibalik pantry.
"Aku hanya takut kamu kesurupan."
Mendengus. "Adanya setan yang takut denganku."
Kepala Rania mengangguk-angguk. Benar juga. Jangankan setan, dia saja takut dengan Ryan kalau kondisinya seperti tadi pagi.
"Kamu membeli nasi kuningnya berapa porsi?"
"Dua. Jaga-jaga kalau kurang. Kau, 'kan, makannya banyak."
Mendengar hal itu, bibir Rania mengerucut selama satu detik. Ingin membela diri, tapi yang dikatakan oleh Ryan ada benarnya juga.
"Aku lapar lagi. Jadi, mari kita makan bersama saja. Nanti aku akan masak daging untuk makan malam."
krna dunia ibumu hnya untuk ank kesayangannya yg durjana....
yakinlah.... kelak ank ksayangannya tak akn mau mngulurkn tangannya untuk merawat org tuanya....
hobi merampas yg bukan milikmu....
tunggulah azab atas smua kbusukanmu ambar...
tak kn prnah bahagia hidupmu yg sll dlm kcurangan...
👍👍
tpi.... ank yg tak di anggp justru kelak yg sll ada untuk org tuanya di bandingkn ank ksayangan....