NovelToon NovelToon
ARLOJI BERDARAH - Detik Waktu Saksi Bisu

ARLOJI BERDARAH - Detik Waktu Saksi Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cinta Terlarang
Popularitas:223
Nilai: 5
Nama Author: Ardin Ardianto

📌 Pembuka (Disclaimer)

Cerita ini adalah karya fiksi murni. Semua tokoh, organisasi, maupun kejadian tidak berhubungan dengan dunia nyata. Perselingkuhan, konflik pribadi, dan aksi kriminal yang muncul hanya bagian dari alur cerita, bukan cerminan institusi mana pun. Gaya penulisan mengikuti tradisi novel Amerika Utara yang penuh drama dan konflik berlapis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ardin Ardianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mendapatkan Dirinya

Pagi menyingsing pelan di ruang 31 Big Star Platinum, cahaya matahari menyusup melalui tirai tipis, membangunkan Rom dari tidur gelisahnya di atas tiga kursi yang dipetakkan ala kadarnya. Tubuhnya pegal, tapi ia bangkit pelan, tangan kanannya langsung menyentuh arloji di pergelangan—jarumnya menunjuk pukul 7 tepat, detaknya seperti panggilan tugas yang tak pernah telat. "Sial, sudah pagi," gumamnya dalam hati, mata melirik ke matras di pojok ruangan. Elesa masih terlelap di sana, napasnya pelan dan damai, tubuhnya meringkuk di bawah selimut tipis setelah malam mabuk yang berat—gelas-gelas kosong berserakan di meja minibar, aroma alkohol samar masih menyelimuti udara gerah.

Rom mendekat bersiap membangunkannya, langkahnya hati-hati di karpet tebal agar tak berisik. Tapi saat dekat, ia benar-benar terpaku—ini pertama kali Rom melihat Elesa tanpa kerudung, rambut hitam panjangnya terurai bebas seperti sutra gelap yang menjuntai ke bahu, bingkai wajahnya yang polos tanpa make-up berat. Rom tidak menyangka, hati berdegup aneh; cantiknya Elesa seperti rahasia yang baru terungkap, kulitnya cerah di bawah sinar pagi, bibir setengah terbuka dalam tidur. "Dia... beda banget," pikirnya, tangan kanannya naik pelan, mengusap beberapa helai rambut Elesa yang jatuh ke dahi—sentuhan ringan, lembut seperti menyentuh bulu halus, membuat Elesa sedikit bergerak, tubuhnya bergeser pelan. Rom pun mundur tipis, napas tertahan, pandangannya berubah: dari wajah turun ke leher, dada yang naik turun pelan di balik kemeja longgar, pinggang ramping, hingga kaki yang tertutup celana panjang—seluruh tubuhnya aman tertutup pakaian, tapi imajinasi Rom berlari liar, getaran kecil di dadanya membuat bulu kuduk merinding.

Ia goreskan kepala, lalu maju lagi, tangan kirinya nepuk-nepuk ringan pipi Elesa—empuk, hangat, seperti bantal kecil yang mengundang. "Bangun, Ell... sudah pagi," bisiknya pelan.

Elesa membuka mata perlahan, bulu matanya bergetar, tatapannya kabur dulu lalu fokus ke Rom—mata cokelatnya melebar kaget, tapi cepat berganti senyum genit. Rom perhatikan dengan seksama, getaran di dada semakin kuat, merinding melihat kecantikannya yang alami, seperti bunga pagi yang baru mekar. "Tuh kan!!!!" seru Elesa tiba-tiba, tangannya naik nepuk ringan tangan Rom—tapi seperti tak berniat bikin Rom menjauh, tekanannya lembut, hampir menggoda. "Kamu tuh ga bisa dipercaya! Kamu benar-benar ga bisa jaga aku."

Rom mundur sedikit, tapi senyum miring. "Apa salahku, Ell? Aku cuma bangunin."

Elesa duduk pelan, rambutnya bergoyang, wajah memerah campur malu dan godaan. "Kenapa harus pipi, ha?? Karna pipiku gemoy? Empuk jadi kamu pegang-pegang? Nakal banget ihhh!"

Rom tertawa kecil, tangannya naik lagi ke pipi Elesa—sentuhan cepat, tapi kali ini lebih berani. "Emm... iya. Karna pipimu empuk, bikin aku pengen terus-terusan pegang."

Elesa cipratin mata, tangannya nepuk lagi tapi lemah. "Najis, pergi sana! Awas, aku mau pulang."

Rom angguk, tapi mata masih terpaku. "Aku bareng lah. Kamu kesini ikut mobilmu."

Elesa goreskan rambutnya yang acak-acakan, tatapannya genit. "Ayuk ahh, ambilin kerudungku bentar."

Rom jawab jujur, suara serak campur kagum. "Tapi bagus kaya gini, Ell." Ia ambil kerudung di meja minibar—kain hitam rapi yang terlipat, lalu dekati lagi.

Elesa gelengkan kepala, tapi senyumnya tak hilang. "Malu tolol, kamu pikir auratku murah?"

Rom angkat kerudung. "Nih, mau dipakein sekalian ga?"

Elesa angkat tangan protes. "Gausah, pake sendiri bisa. Tanganku masih sehat."

Tiba-tiba Rom maju, tangannya angkat kerudung ke kepala Elesa—gerakan pelan, hati-hati seperti lagi rawat barang berharga. Elesa memandangi Rom, mata mereka bertemu dalam jarak dekat, tatapan cokelat Elesa penuh campur antara kaget dan tarik-menarik yang tak terucap. Rom memiringkan kepala ke kiri, mungkin karena sisa mabuk malam tadi membuat pikirannya goyah, dan Elesa justru ikut miring ke kanan, seperti magnet yang saling tarik tanpa sadar. Tangan Rom masih membenarkan jilbab, jari-jarinya menyentuh kulit leher Elesa pelan, hangat yang merayap seperti arus listrik halus, membuat bulu kuduk Elesa merinding tipis.

Saat wajah mereka sangat dekat, hampir bersentuhan—napas Rom menyapu bibir Elesa, aroma kopi pagi campur alkohol sisa—tangan Rom merayap pelan ke aset dada Elesa, sentuhan ringan tapi berani, jari-jarinya menyentuh (puting) melalui kain kemeja longgar, tekanan lembut yang bikin Elesa tersentak seperti kena setrum.

---Plakkk!--- Tangan Elesa menampar wajah Rom dengan cepat, suara nyaring bergema di ruangan sepi, meninggalkan jejak merah di pipi Rom yang sudah memar dari pukulan Marckno kemarin.

Rom mundur selangkah, tangan naik ke pipi yang panas, mata melebar kaget tapi cepat berubah jadi penyesalan. "Ell... maaf. Aku nggak sengaja, sumpah. Aku... terbawa suasana aja. Kamu cantik banget pagi ini, bikin aku lupa diri." Suaranya pelan, tulus, tapi ada nada rayu santai yang tersembunyi, seperti angin yang bertiup lembut di tengah badai.

Elesa berdiri tiba-tiba, mata melebar marah, wajahnya memerah bukan karena malu lagi tapi kesal yang membara. "Rom! Apa-apaan sih! Berkali-kali aku ingatkan jangan macam-macam! Kamu ini kenapa ya? Aku udah bilang batas aman, tapi kamu kelewatan banget!" Suaranya naik nada, tangan kanannya gemetar memegang jilbab yang masih setengah rapi, mata berkaca tipis seperti air hujan yang tertahan di daun.

Rom angkat tangan seperti menyerah, tapi langkahnya maju pelan lagi, suara tenang seperti instruktur heli yang kasih perintah santai di tengah chaos. "Ell, dengar aku dulu. Itu nggak benar, sumpah. Malam itu aku cuma bawa pulang kamu karena mabuk, tidurin di kamar tamu, dan jaga sampe pagi. Aku nggak sentuh apa-apa—arloji ini saksi bisu, detaknya stabil sepanjang malam, nggak ada yang aneh. Kamu bisa tanya Rahman atau siapa aja yang liat aku pulang sendirian."

Elesa kesal, mata berkaca semakin jelas, air mata mulai menetes satu tetes ke pipi, tapi suaranya tetap tegas seperti instruktur yang lagi briefing. "Maaf? Nggak cukup, Rom! Ini udah kelewatan. Kamu bikin aku makin curiga—malam itu di rumahmu, saat aku mabuk berat, apa kamu beneran nggak macam-macam? Aku bangun di kamar kamu, dan sekarang gini lagi? Aku nggak percaya lagi deh!"

Rom mendekat lagi, tangannya naik pelan mengusap rambut Elesa yang masih terurai di bagian belakang—sentuhan lembut, helaian hitam itu seperti sutra basah di jarinya, membuat Elesa sedikit bergetar tapi tetap terdiam, mata menunduk. "Ell, please... aku nggak gitu. Aku sayang kamu, nggak mau sakitin. Ini cuma... pagi ini kamu terlalu cantik, bikin aku lupa. Maaf ya, beneran." Rayuannya santai, suara seperti bisik angin pagi, tapi ada nada main-main yang bikin Elesa merasa dimainkan, hati berdegup campur kesal dan tarik.

Elesa terdiam lebih lama, air mata menetes lagi, tapi tubuhnya nggak mundur—malah, saat Rom hela rambutnya lebih dalam, jari menyusuri ke leher, sensasi hangat merayap seperti arus listrik pelan, membuat bulu kuduknya merinding. "Rom... jangan," gumam Elesa marah tapi lemah, suaranya pecah, tangan naik nepuk tangan Rom lagi tapi tanpa tenaga, seperti tak benar-benar ingin berhenti. "Kamu ini... bikin aku bingung. Marah tapi... ah, sudahlah."

Rom bersikap tenang, senyum miring muncul di bibirnya, rayuannya santai seperti lagi koordinasi heli di udara tenang. "Ell, aku janji ini terakhir. Tadi nggak sengaja, sumpah—mabuk sisa malam tadi bikin kepala pusing, tapi aku nahan diri. Kamu tahu aku, kan? Aku nggak mau kehilangan kamu gara-gara bodoh begini." Jarinya hela rambut lagi, pindah ke leher Elesa—kulit halus di sana hangat, seperti sutra panas di bawah jarinya, membuat Elesa menelan ludah, napasnya tersendat tipis.

Elesa marah tapi lemah lagi, mata berkaca semakin basah, air mata menetes ke lehernya sendiri, campur dengan sentuhan Rom yang hangat. "Rom... stop. Kamu bilang mabuk? Artinya kemarin di rumahmu, mabuk berat, kemungkinan kamu sudah (perkosa) aku! Aku nggak sakit pagi itu, tapi siapa tahu? Kamu bikin aku takut sendiri!" Suaranya gemetar, tapi tubuhnya goyah dekat Rom, seperti tarik-menarik yang tak bisa ditolak.

Rom helaian rambut pindah ke leher lebih dalam, jari-jarinya menyusuri garis leher Elesa, sensasi kulit halus itu bikin detak arloji terasa lebih cepat, seperti saksi bisu godaan ini. "Ell, dengar aku. Malam itu aku nahan diri mati-matian—arloji ini bukti, jarumnya nggak berhenti detak stabil. Aku suka kamu beneran, nggak mau rusak itu. Maaf ya, pagi ini aku kelewatan karena... kamu terlalu menggoda." Rayuannya santai, mata bertemu lagi, bikin Elesa merasa dimainkan tapi tak bisa marah penuh—hati berdegup aneh, campur kesal dan hasrat yang tersembunyi.

Elesa terdiam, mata berkaca tapi tatapannya luluh pelan, air mata menetes lagi ke leher, campur sentuhan Rom yang hangat. "Rom... kamu... bikin aku bingung. Marah tapi... jangan lagi ya." Suaranya lemah, tapi tubuhnya nggak mundur, seperti mengijinkan tanpa kata.

Rom dekati lebih dekat, wajah mereka hampir sentuh lagi, napas campur hangat. "Maaf, Ell. Izinkan aku perbaiki dengan... satu ciuman aja? Cuma buat maaf." Suaranya rayu santai, tangan di leher Elesa masih hela pelan.

Elesa ragu sedikit, mata berkaca tapi tatapannya goyah—hati berdegup kencang, curiga malam mabuk masih ada, tapi tarik-menarik ini terlalu kuat. "Rom... jangan. Aku ragu... tapi... satu menit boleh. Cuma itu, ya? Jangan lebih."

Rom angguk tegas, wajahnya dekat sepenuhnya—bibir mereka bertemu pelan dulu, ciuman lembut yang hangat, lidah Elesa ragu tapi akhirnya balas, sensasi manis malam mabuk kemarin kembali, detak arloji Rom seperti timer satu menit itu. Elesa ijinkan, tapi tangannya pegang dada Rom, batasi agar nggak lebih—ciuman intens tapi halus, napas campur, membuat ruangan terasa lebih panas. Satu menit berlalu, Elesa mundur pelan, wajah memerah. "Cukup... sekarang kita pulang."

Mereka keluar dari Big Star Platinum, langkah selaras ke lobi yang sudah ramai pagi—aroma kopi dari kafe bawah menyelimuti, suara lalu lintas Jakarta mulai bergaung. Rom pesan taksi via app di ponselnya, mata lirik arloji lagi: 7:20, waktu yang pas buat pulang sebelum markas sibuk.

Elesa lirik Rom, tangannya pegang tas. "Ga jadi bareng?"

Rom gelengkan kepala, senyum tipis. "Gausah, masak iya kita ke Militaryum cuma buat ambil motorku. Biarin aja motorku di sana. Kamu pakai mobilmu sendiri aja, aku naik taksi. Lebih aman, nggak ada yang curiga."

Elesa angguk, tapi tatapannya penuh janji tak terucap. Taksi Rom datang duluan, ia masuk sendirian setelah peluk singkat Elesa—aman, tapi hangat. Elesa naik mobilnya sendiri yang parkir di lot depan, mesin meraung pelan saat ia berangkat. Rom lirik Elesa pergi dari jendela taksi, arloji berdetak pelan seperti bisik: malam tadi baru awal, dan hari ini, mungkin lebih dari sekadar tugas heli.

1
Suzy❤️Koko
Makin penasaran nih!
Ardin Ardianto: "Semoga segera terobati penasaranmu! Bab berikutnya akan segera hadir. Kami akan sangat menghargai bantuan Anda dengan saran dan masukan Anda untuk membuat cerita ini semakin menarik."
total 1 replies
Daisy
Aku jadi nggak sabar pengen baca kelanjutannya! 🤩
Ardin Ardianto: Terima kasih atas kesabaran Anda. Bab berikutnya akan segera tayang dengan konten yang lebih menarik
total 1 replies
foxy_gamer156
Tidak sabar untuk sekuelnya!
Ardin Ardianto: "Terima kasih atas antusiasme dan kesabaran Anda! Kami sangat menghargai dukungan Anda dan senang mendengar pendapat Anda. Kami menerima masukan dan saran Anda untuk membantu kami meningkatkan kualitas konten kami. Silakan berbagi pendapat Anda tentang apa yang ingin Anda lihat di bab berikutnya!"
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!