NovelToon NovelToon
Butterfly

Butterfly

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:342
Nilai: 5
Nama Author: Kelly Astriky

Kelly tak pernah menyangka pertemuannya dengan pria asing bernama Maarten akan membuka kembali hatinya yang lama tertutup. Dari tawa kecil di stasiun hingga percakapan hangat di pagi kota Jakarta, mereka saling menemukan kenyamanan yang tulus.

Namun ketika semuanya mulai terasa benar, Maarten harus kembali ke Belgia untuk pekerjaannya. Tak ada janji, hanya jarak dan kenangan.

Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan waktu dan jarak?
Atau pertemuan itu hanya ditakdirkan sebagai pelajaran tentang melepaskan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kelly Astriky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps. 23 Sumatra

Pagi itu, matahari belum sepenuhnya naik, tapi kota sudah mulai sibuk dengan langkah-langkah tergesa. Di depan hotel, aku dan Maarten berdiri berdampingan dalam keheningan yang ganjil. Tidak ada yang banyak kami ucapkan. Kami hanya saling memandangi, mencoba menyimpan setiap detik yang akan segera menjadi kenangan.

Maarten akan pergi ke Sumatra pagi ini. Dan sebelum ia menuju bandara, ia bersikeras untuk mengantarku dulu ke stasiun. Kami naik mobil, dan sepanjang perjalanan kami lebih banyak diam, bukan karena tak ada yang ingin dikatakan… tapi karena terlalu banyak hal yang dirasa.

Saat tiba di stasiun, ia menggenggam tanganku lebih erat dari biasanya. Di matanya, ada keteduhan… tapi juga kerinduan yang belum sempat tumbuh.

Dia menatapku lama, lalu berkata dengan suara pelan,

“Aku akan ke Sumatra hari ini. Satu minggu… hanya tujuh hari, Kelly.”

Aku mengangguk pelan. “Aku tahu. Kamu udah bilang semalam.”

Maarten tersenyum, menunduk sebentar, lalu mendekat sedikit.

"Kadang waktu terasa lama walau hanya seminggu"

Aku menatap matanya, mencoba mengunci kepercayaan di antara kami.

“Aku akan baik-baik aja, Maarten. Kamu juga, ya.”

Dia tertawa kecil. “Tentu saja. Tapi janji ya… pas aku balik, kita akan pergi ke Jogja. Aku pengen lihat kamu berdiri di depan Candi, senyum sambil pakai topi. Hahaha"

Aku tersenyum lebar, walau ada sejumput rasa berat di dada.

“Yaudah, mimpi itu kita tulis bareng-bareng nanti.”

Dia menarik napas pelan, lalu mengusap lenganku sebentar.

“Aku suka caramu ngomongin masa depan. Tenang banget.”

Dan sebelum aku benar-benar melangkah, dia menambahkan,

“Aku gak janji yang aneh-aneh, Kelly. Tapi aku akan kembali.”

Aku hanya menjawab dengan senyum dan lirih,

“Aku akan nunggu.”

Kami berjalan berdampingan menuju stasiun. Langkah kami pelan, seakan waktu ingin memberi ruang lebih lama sebelum benar-benar berpisah. Sesampainya di depan gerbang, Maarten berhenti.

“Aku cuma bisa nganter sampai sini,” katanya dengan suara rendah, nyaris berbisik karena suasana mulai ramai.

Aku mengangguk, mencoba tersenyum.

“Gak apa-apa. Aku bisa sendiri dari sini.”

Dia mengangguk pelan, tapi matanya masih tertuju ke arahku. Seolah ingin merekam wajahku untuk dia simpan selama perjalanan nanti. Lalu dia berkata,

“Jangan buru-buru pulang ke rumah. Nikmati dulu waktumu. Lihat langit, dengar lagu, atau… ingat aku sedikit.”

Aku tertawa kecil. “Sedikit?”

Maarten membalas senyumku. “Ya, sedikit aja. Tapi sering.”

Aku melangkah masuk ke gerbang stasiun, melambai pelan tanpa menoleh terlalu lama. Tapi aku tahu dia masih berdiri di sana. Mengawasi dari kejauhan. Menatapku sampai tubuhku menghilang di antara orang-orang yang berlalu-lalang.

Dan aku bisa merasakannya... tatapan itu, seperti pelukan diam yang menenangkanku.

Aku menunduk sejenak, menarik napas panjang.

Aku gak tau gimana rasanya minggu ke depan tanpa dia. Tapi satu hal yang pasti: pertemuan ini meninggalkan bekas.

Bekas yang terlalu hangat untuk cepat hilang.

Kereta melaju perlahan, membawa tubuhku menjauh, tapi tidak dengan pikiranku. Di balik jendela, kota berganti pemandangan. Tapi dalam kepalaku, yang berputar justru kenangan. Senyumnya saat pertama kali kami bertemu di stasiun. Cara dia memanggilku, dengan aksen asing yang membuat jantungku melambat. Cara dia selalu membuka pintu untukku, menatapku seolah tak ada satu pun wanita lain di dunia ini.

Ingatan tentang langkah kaki kami yang berjalan tanpa arah di trotoar kota Depok, tentang tawa kami saat bersembunyi di balik tiang karena mengetuk kamar orang, tentang pelukannya yang diam-diam menyembuhkan luka-luka yang pernah kututup rapat. Aku mengingat semuanya dengan jelas, bahkan terlalu jelas. Seperti film yang diputar ulang di dalam dada. Dan aku tahu, momen-momen itu bukan hanya potongan kisah, tapi serpihan hidup yang akan terus tinggal. Karena meskipun kami baru saling mengenal, rasanya seperti aku telah mengenalnya dalam keheningan doa-doaku yang paling sunyi. Dan sekarang, ketika aku duduk sendiri di kereta ini, aku sadar… yang kami miliki bukan sekadar liburan atau pertemuan singkat. Tapi sebuah perasaan yang belum selesai. Belum benar-benar dimulai… tapi juga tak mungkin diakhiri begitu saja.

Tiba dirumah, aku membuka pintu rumah nenek dengan pelan. Suasana rumah terasa hening, hanya terdengar suara angin menyapu daun-daun di luar jendela. Rasanya aneh. Baru beberapa jam berpisah dari Maarten, tapi dadaku sudah terasa kosong.

Langkahku terasa ringan tapi hatiku berat. Aku sudah jauh dari Maarten sekarang. Tidak ada lagi tawa yang spontan, sentuhan hangat yang sederhana, atau cara dia selalu memastikan aku baik-baik saja. Semua itu tertinggal di kota… dan bersamanya.

Aku memandang sekeliling rumah semua masih sama. Tapi aku tidak. Ada sesuatu dalam diriku yang berubah. Mungkin bukan karena tempat ini berbeda, tapi karena kini aku tahu, ada seseorang di luar sana yang membuatku merasa dihargai. Disayangi. Dipahami.

Aku duduk di ranjangku, menghela napas panjang. Tak ada pesan baru, tak ada suara. Hanya kenangan yang berputar-putar di kepalaku. Dan di antara semua itu, aku tahu… aku sudah mulai merindukannya.

Pintu kamarku diketuk pelan. Aku tahu siapa itu. Nenek masuk dengan langkah tenang, membawa segelas teh hangat dan tatapan yang selalu bisa menembus apa yang tak pernah kuucapkan.

"Kamu kelihatan beda, Sayang," ucapnya sambil duduk di sampingku. "Tatapanmu kosong, tapi hatimu penuh. Lagi mikirin seseorang, ya?"

Aku tersenyum kecil, malu-malu. Tapi tidak menjawab. Hanya menatap cangkir teh yang mengepul perlahan di tanganku.

Nenek tidak menuntut jawaban. Ia hanya menepuk lembut pundakku. “Nenek dulu juga pernah muda, Nak. Dan tahu bagaimana rasanya menunggu seseorang yang bikin hati tenang, tapi juga bikin dada sesak.”

Aku mengangguk pelan, menahan air mata yang hampir tumpah. Nenek mengusap rambutku, seperti waktu kecil dulu, ketika aku ketakutan karena mimpi buruk.

“Kalau dia baik, kalau dia tulus... kamu gak perlu takut. Tapi kalau pun takdir berkata lain, ingat, kamu tetap utuh. Karena kamu punya cinta di dalam dirimu sendiri.”

Aku menunduk, memeluk nenek dari samping. Kadang, tanpa banyak kata, pelukan nenek seperti obat dari segala ragu dan luka.

Nenek menatapku sejenak, lalu berkata pelan,

“Cinta itu seperti air, Kelly. Dia mencari celah paling kecil untuk masuk ke hati kita. Dan kalau sudah masuk, dia akan mengalir… entah membawa kedamaian, atau kadang malah banjir yang bikin kita hanyut.”

Aku terdiam, mencerna setiap katanya.

“Tapi nenek percaya,” lanjutnya sambil menatap jauh ke luar jendela,

“cinta yang baik nggak bikin kamu tenggelam. Dia akan jadi pelampung saat kamu merasa karam. Dan kalau dia pergi, dia nggak akan ninggalin kamu basah kuyup. Dia akan pamit, dan meninggalkan pelajaran.”

Aku menarik napas pelan. Lalu bertanya dengan suara hampir berbisik,

“Jadi, cinta itu datang dan pergi, ya nek?”

Nenek tersenyum penuh arti.

“Bukan datang dan pergi, Nak. Cinta itu tinggal… hanya saja kadang nggak selamanya tinggal bersama orang yang sama. Tapi yang sejati, yang ditakdirkan, akan tahu jalan pulang.”

Aku menatap wajahnya yang penuh keriput tapi penuh kedamaian.

“Kalau begitu… aku akan menunggu. Tapi tidak untuk diselamatkan. Hanya untuk bertemu seseorang yang berjalan berdampingan.”

Nenek mengangguk bangga. “Itu baru cinta yang matang, Kelly.”

Setelah obrolan itu, nenek hanya diam sejenak. Lalu dia berdiri, berjalan ke rak kecil di pojok kamar dan mengambil sebuah kotak kayu tua.

“Ini... surat-surat dari kakekmu, waktu dia masih bertugas dulu,” katanya sambil menyerahkan padaku.

Aku membuka pelan kotaknya. Kertas-kertas tua, dengan tinta yang sudah memudar. Tapi aku bisa merasakan cinta yang masih hidup dari setiap kalimat di dalamnya.

“Nenek dulu nunggu kakek bertahun-tahun, Kelly. Kadang suratnya cuma datang sebulan sekali. Tapi cinta tidak pernah berkurang. Karena nenek tahu… dia juga mencintai nenek dari tempat yang jauh.”

Aku menatapnya dengan mata berkaca.

“Nenek percaya, kalau cinta itu sungguh ada, dia nggak butuh bukti yang megah. Dia cukup hadir dengan kesetiaan, dengan kesabaran. Dan kalau memang jodoh… semesta pasti akan memeluk dua hati itu kembali.”

Aku menggenggam tangan nenek.

“Kalau begitu… aku akan belajar sabar, Nek. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi dengan aku dan Maarten. Tapi aku tahu, saat ini… aku bahagia bersamanya. Dan itu cukup.”

Nenek mengelus kepalaku. “Itu cinta yang tenang, Kelly. Bukan yang gaduh, bukan yang terburu-buru. Cinta yang tahu arah pulang, meski harus menempuh banyak jalan.”

Dan aku mulai sadar, bahwa tidak perlu bersedih hanya karena orang yang kita cintai tidak ada di hari ini. Karena cinta sejati tak selalu berarti harus hadir setiap waktu. Kadang, cinta mengajarkan kita tentang rindu yang sabar, tentang menunggu tanpa mengeluh, dan tentang percaya pada rasa, meski jarak membentang. Aku tak lagi ingin mengisi hariku dengan keluhan atau kekhawatiran yang belum tentu terjadi. Aku hanya ingin menjalani hari ini dengan tenang, karena aku tahu… jika dia memang untukku, semesta pasti akan mempertemukan kami lagi, di waktu yang paling tepat.

1
Kelly Hasya Astriky
sangat memuaskan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!