Namanya Aruna Azzahra, gadis cantik dengan impian sederhana
Cintanya pada seorang pria yang ia pikir bisa membawanya hingga ke Jannah nyatanya harus ia kubur dalam-dalam
Aruna harus hidup dengan pria menyebalkan dan minim ilmu agama. Aksa Biru Hartawan nama yang bahkan tidak ingin didengar olehnya
Bagaimana Aruna menjalani hari-harinya menjadi istri seorang Biru? atau akankah cinta itu datang tanpa mereka ketahui
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon e_Saftri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIGA PULUH SATU
"Ngapain kalian bisik-bisik?" Tanya Sandi pada anak dan menantunya
"Enggak ada kok Pah!" Jawab Biru sementara Aruna diam saja
"Setelah sarapan papa sama mama mau pulang" ujar Sandi disela sarapan mereka
"Koko pulang?" Tanya Biru
"Ya pulang, lagian kita udah nggak ada keperluan disini! Papa juga harus anter mas Firman pulang dulu. Kalian kalau masih mau disini juga nggak pa-pa"
"Kita juga pulang aja ya pak!" Ujar Aruna yang berhasil membuat Biru menoleh kearahnya
"Kenapa kita ikut pulang? Kita bisa sekalian bulan madu di sini" ucap Biru membuatnya mendapat tatapan mematikan sang istri yang merasa malu mendengar ucapannya
"Nggak seru disini kalau nggak bareng keluarga pak, kita pulang aja yaa" bujuk Aruna, jujur saja sebenarnya dia takut jika nanti hanya berdua dengan Biru disini bagaimanapun dirinya belum sepenuhnya siap menjadi istri Biru
"Ya udah kita pulang, lagian bulan madu bisa dimana aja" walaupun terpaksa Biru tetap mengikuti keinginan Aruna
"Tapi sebelum pulang kita mampir ke rumah sakit dulu ya pak, saya mau jenguk mbak Muti sama dedek bayinya" ucap Aruna menatap suaminya penuh harap
"Oke" jawab Biru singkat
Rumah sakit
"Waah.. ini mah mas Raffi versi sachet!" Kekeh Aruna yang kini tengah menggendong seorang bayi lelaki
"Tapi nggak semua sayang, matanya mirip mbak Muti" Biru yang berada disampingnya juga ikut memandangi bayi mungil itu
"Iya ya, dagunya juga!" Dua orang itu kini tengah mengasuh bayi bak sepasang orang tua baru sementara ayah dari bayi itu sibuk menyuapi sang istri
"Aku bisa makan sendiri mas!" Ujar Mutiara yang memang sejak tadi dimanjakan oleh sang suami
"Udah nggak usah ngebantah! Makan aja!" Ucap Raffi pada Mutiara
"Nanti kita punya anak berapa ya?" Biru yang kini mengambil alih bayi itu, bayi yang cukup anteng pikir Biru karena sejak tadi mereka bahkan tak mendengar tangisannya
"Apa sih pak! baru juga nikah udah mikirin anak aja" gerutu Aruna
"Ya namanya juga planning sayang" pria itu lalu terkekeh melihat wajah masam istrinya
***
Malam ini Aruna sudah berada di rumah keluarga Hartawan, Aruna bahkan sampai menganga melihat betapa megah dan mewahnya rumah itu ah bukan, bukan rumah mungkin itu istana pikir Aruna
Ia tengah berada dikamar Biru, dia pikir mumpung suaminya tengah ada urusan dengan sang papa mertua dia memilih mandi sebelum peria itu masuk nanti
Ceklek
Aruna menjerit kala seseorang tiba-tiba membuka pintu sementara ia hanya mengenakan handuk yang melilit ditubuhnya tentu saja bahu putihnya terpampang dengan jelas
"Pak Biru!" Pekiknya saat melihat sosok pria dengan tubuh tegap berdiri diambang pintu
Biru membeku, mencoba mencerna apa yang tengah terjadi. Aruna berdiri dengan hanya berbalut handuk, tentu saja itu membuatnya merasakan sesuatu
"Bapak ngapain tutup pintunya!" Tanya Aruna terlihat panik
"Ya biar nggak ada yang ganggu!" Biru tersenyum licik, berjalan mendekati Aruna yang kini terpojok karena tubuhnya membentur dinding
"Kamu kenapa mundur?"
"Nggak pa-pa!" Jawab Aruna dengan suara bergetar
Pria itu semakin dekat, Aruna bahkan bisa merasakan hembusan nafasnya diceruk lehernya yang tentu saja membuat tubuhnya meremang
"Bapak ma-u a-pa" suaranya bahkan tersendat
Biru tak begitu peduli dengan rasa takut sang istri, kabut gairah sudah menguasainya. Aroma segar yang menyeruak dari tubuh sang istri membuatnya candu, bibirnya sesekali menyapu bahu polos Aruna
"Kita lakukan sekarang?" Suaranya bahkan sudah serak
"Tapi pak saya, saya" Aruna terbatah, ia benar-benar merinding kala merasakan bibir hangat pria itu di bahunya dengan tangan yang menggenggam kuat handuk yang melilit di tubuhnya agar tidak melorot
"Kamu kenapa?"
"Saya itu anu"
"Anu apa?" Biru bertanya tapi tak bisa diam, tangannya memeluk pinggang wanita itu
"Saya lagi datang bulan pak!" Jawaban Aruna membuatnya menghentikan kegiatannya lalu menatap sang istri dengan wajah sendu
"Kok bisa?"
"Ya saya nggak tau pak, namanya juga perempuan" jawab Aruna
"Berapa lama?"
"Biasanya sepuluh hari" jawaban Aruna semakin membuatnya lemas seketika
"Kenapa lama banget!" Ucapnya lesu lalu dengan dramatis meletakkan kepalanya di bahu polos Aruna
"Maaf yaa pak!"
"Udah nggak perlu minta maaf!" Ucapnya lalu mengangkat kepalanya dan berlalu menjauh dari Aruna
"Bapak mau kemana?" Tanya Aruna yang melihat sang suami menjauh
"Mau mandi!" Jawab Biru lalu masuk kekamar mandi "Oke! Kamu harus sabar junior, cuma sepuluh hari" gumamnya sambil menatap area bawah tubuhnya lalu menyalakan shower dan berdiam dibawahnya
Setelah pintu kamar mandi tertutup, Aruna segera mengenakan pakaiannya, kenapa juga tadi ia menggunakan handuk dan bukannya bathrobe
"Ngapain ada guling segala?" Biru mengerutkan keningnya saat melihat susunan guling diantara keduanya
"Eh itu, buat jaga-jaga aja pak"
"Jaga-jaga apa?"
"Ya biar kita nggak ngapa-ngapain!"
"Iya juga, saya nggak janji bisa jaga diri!" Setelahnya Biru berbaring disamping istrinya dengan dibatasi guling
"Aaakkkhh!" Suara teriakan Aruna membuat Biru yang masih berada didalam mimpi seolah dipaksa untuk bangun
"Ada apa?" Tanya Biru panik
"Bapak ngapain peluk saya!" Aruna benar-benar terkejut saat bangun mendapati tubuhnya tengah dipeluk dari belakang oleh seorang pria belum lagi tangannya yang berada disalah satu bukit kenyal miliknya
"Astaga Aruna. Kamu ngagetin aja!" Biru mengusap wajahnya dengan telapak tangan dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul
"Gulingnya mana?"
"Ya mana saya tau! Astaga!" Biru yang frustasi mengusap wajahnya guna mengembalikan kesadaran
"Pokoknya bapak harus tanggung jawab" suara tangis tanpa air mata dan ucapan nyeleneh dari wanita itu membuat Biru mengerutkan keningnya
"Maksudnya?"
Biru yang masih bertanya membuat Aruna kesal, ia ambil bantal yang tadi ia gunakan lalu mulai memukuli suaminya dengan itu
"Bapak jahat! Pokoknya bapak harus tanggung jawab saya nggak mau tau!" Sambil menangis, Aruna terus mendaratkan bantal ditubuh suaminya
"Aww.. aww. Sakit Aruna! Kamu kdrt" Biru berusaha mencegah sang istri
"Ya makanya bapak tanggung jawab. Tadi pak Biru udah pegang-pegang aset pribadi saya!" Aruna berhenti lalu menyilangkan tangannya di depan dada
Biru mengukir senyum, sebenarnya dia tak tahu apa yang tadi dia lakukan, tapi mendengar ucapan sang istri dia jadi senyum-senyum sendiri
"Bapak ngapain senyum-senyum?" Tanya Aruna menatap curiga
"Nggak pa-pa!" Biru bersandar sambil melipat kedua tangannya didepan dada "Kamu mau saya tanggung jawab kayak gimana?"
Aruna baru hendak membuka mulut, namun tiba-tiba ia tersadar bahwa yang memeluknya adalah suaminya lalu tanggung jawab dalam bentuk apa yang ia inginkan dasar bodoh pikir Aruna
"Udah lupain aja!"