Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:
"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."
Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"
Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Di tengah perayaan kemenangan tim SMA Sobu, tawa dan pujian mengisi udara. Sayaka dan Reina tampak menikmati momen mereka, sementara dua lainnya menyunggingkan senyum kecil, ikut merasakan hal yang begitu menggembirakan. Hiratsuka-sensei menepuk pundak Naruto dengan bangga, mengakui bahwa anak-anak yang dilatihnya telah berkembang pesat.
Namun, di antara sorak-sorai itu, sebuah suara tiba-tiba terdengar, membuat Naruto terdiam di tempat.
"Luar biasa. Permainan yang brilian, terutama Ace-mu. Sepertinya kau benar-benar sudah menjadi mentor yang hebat sekarang, Naruto."
Suara itu... tidak asing.
Naruto perlahan menoleh, matanya menyipit, mencari sumber suara yang baru saja menyapanya.
Dan di sana, berdiri dengan sikap santai namun penuh keanggunan, seorang pria muda dengan seragam sekolah berbeda—biru tua dengan emblem sekolah ternama yang tidak perlu diperkenalkan lagi.
Shindo Renji.
Mantan lawannya di masa lalu.
Seorang pemain Shogi berbakat yang dulu pernah membuatnya terpojok dalam pertandingan sengit bertahun-tahun lalu saat dia masih SMP.
Mata Naruto sedikit menyipit, mengingat pertarungan mereka dulu. Kekalahan yang membuatnya lebih serius dalam memahami permainan ini...
Shindo tersenyum, melangkah lebih dekat.
"Aku penasaran, seberapa kuat kau sekarang setelah sekian lama?" ucapnya dengan nada penuh tantangan.
Ketegangan pun terasa seketika. Tim SMA Sobu yang semula merayakan kemenangan kini ikut memperhatikan pertemuan dua sosok ini.
Naruto tidak segera menjawab. Ia hanya menatap balik, membaca setiap ekspresi di wajah Shindo. Apakah ini pertemuan biasa, atau sebuah awal dari pertarungan yang lebih besar di turnamen ini?
Sementara itu, Hiratsuka-sensei mengangkat alisnya, menyadari bahwa ini bukan sekadar reuni biasa.
Pertemuan lama membuka kembali pintu ke masa lalu. Dan mungkin, Naruto harus menghadapi lawan yang pernah menjadi bayangannya sekali lagi.
Naruto menatap Shindo Renji dengan senyum tipis, tidak ada permusuhan di sana, hanya nostalgia yang bercampur dengan semangat bertanding yang masih membara.
"Sudah lama ya, Renji. Kupikir kau sudah pensiun dari dunia Shogi." ucap Naruto dengan nada santai, namun matanya tajam, penuh ketertarikan.
Shindo tertawa kecil, menyilangkan tangan di dadanya. "Pensiun? Aku hanya mengambil waktu untuk berkembang. Tapi kurasa kau juga mengalami hal yang sama, bukan? Dan sekarang… kau bahkan sudah menjadi mentor."
Naruto melirik sekilas ke arah Sayaka dan Reina yang sudah selesai merayakan kemenangan mereka, lalu kembali menatap Shindo dengan rasa bangga yang tidak disembunyikan.
"Mereka cepat belajar. Bisa mengikuti alur permainan siapapun, bahkan lawan-lawan kuat sekalipun. Aku cukup yakin mereka bisa menghadapi kejutan apa pun di turnamen ini." kata Naruto, dengan nada penuh keyakinan.
Shindo mengangkat alisnya, seolah tertarik dengan pernyataan itu. "Oh? Jadi kita akan melihat siapa yang punya anak didik lebih baik?"
Naruto hanya menyeringai kecil, sorot matanya penuh antisipasi.
"Kurasa itu akan menjadi pertarungan yang menarik."
Aura persaingan mulai terasa di antara keduanya.
Bukan hanya sekadar reuni, ini adalah pertanda bahwa sebuah pertarungan besar di turnamen ini akan terjadi—bukan hanya antara mereka berdua, tapi juga antara anak-anak didik mereka yang membawa harapan dan kebanggaan masing-masing.
Setelah beberapa saat, aura persaingan yang begitu kuat antara Naruto dan Shindo perlahan mereda. Mereka sama-sama menghela napas dan kembali ke sikap yang lebih santai.
"Bagaimanapun juga, aku senang bisa bertemu lagi denganmu di arena seperti ini," kata Shindo dengan senyum kecil.
Naruto mengangguk. "Aku juga. Semoga yang terbaiklah yang akan menjadi pemenangnya."
Shindo mengulurkan tangannya, dan Naruto dengan ringan menyambut jabat tangan itu. Setelah bertukar sapa dan ucapan perpisahan, mereka pun kembali ke tim masing-masing.
Saat Naruto kembali ke timnya, dia melihat ekspresi puas di wajah Sayaka dan Reina, tapi juga ada rasa penasaran di mata mereka. Seakan mereka menyadari bahwa orang yang barusan berbicara dengan Naruto bukanlah lawan biasa.
Namun, Naruto tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, dia menatap seluruh anggota timnya, lalu berkata dengan nada serius, "Kalian sudah melakukan pekerjaan yang bagus di pertandingan pertama. Tapi sekarang, aku ingin kalian mendengar baik-baik."
Keempat anggota tim menegakkan punggung mereka, bersiap menerima instruksi dari mentor mereka.
Naruto menyilangkan tangannya di dada. "Target awal kita memang 16 besar, tapi sekarang aku ingin kalian menembus lebih jauh."
Mata mereka membelalak. Reina bahkan hampir tersedak napasnya sendiri. "Tunggu… apa maksudnya?"
Naruto menyeringai kecil. "Kita tidak akan puas hanya dengan masuk 16 besar. Kita harus menargetkan minimal perempat final, atau bahkan semifinal."
Sayaka tampak masih terkejut. "Jadi… 8 besar atau bahkan 4 besar?"
Naruto mengangguk. "Ya. Kalian punya kemampuan untuk itu. Tidak ada gunanya berhenti di tengah jalan kalau kalian bisa melangkah lebih jauh."
Hening sejenak. Mereka saling bertukar pandang, menyadari beban harapan yang lebih besar dari sebelumnya.
Namun, di balik keterkejutan itu, ada sesuatu yang perlahan muncul dalam diri mereka. Sebuah api semangat.
Asumi yang lebih banyak diam kini mengepalkan tangannya. "Baik! Kalau senpai percaya pada kami, kami akan membuktikannya!"
Reina menarik napas panjang, lalu mengangguk tegas. "Kalau begitu, ayo pastikan kami benar-benar pantas untuk berada di sana!"
Senyum Naruto semakin lebar. "Bagus. Sekarang, kita mulai persiapan untuk pertandingan berikutnya."
Dari kejauhan, Hiratsuka sensei menyaksikan semuanya. Dia hanya tersenyum tipis, lalu berkata pelan, "Anak ini… benar-benar tidak bisa ditebak."
Lalu pertandingan demi pertandingan mereka lalui, setiap pemain mengerahkan kemampuan terbaiknya dan yang paling banyak berkontribusi adalah Reina dan Sayaka. Hingga akhirnya, mereka bisa masuk ke baba Final.
Naruto dan timnya berdiri di pinggir arena dengan napas masih memburu setelah kemenangan terakhir mereka. Tidak ada yang menyangka bahwa SMA Sobu, yang selama ini selalu tersingkir di babak awal, kini berdiri di titik puncak turnamen.
Hiratsuka sensei mengusap wajahnya, seolah masih tidak percaya. “Kalian benar-benar… berhasil masuk final?” gumamnya.
Di tribun, tidak ada sorakan yang menggema untuk mereka. Sebagian besar penonton hanya terdiam, beberapa bahkan berbisik satu sama lain, seakan mencoba memahami keajaiban apa yang baru saja terjadi.
"Siapa mereka?"
"Bagaimana bisa SMA Sobu ada di final?"
"Mereka bahkan bukan unggulan..."
Mereka tahu tim-tim kuat yang selalu mendominasi. Mereka tahu nama-nama besar yang diunggulkan sejak awal. Namun, SMA Sobu? Tidak ada yang memperhitungkan mereka.
Sayaka menghembuskan napas panjang, matanya berbinar dengan semangat. “Jadi… kita benar-benar sampai sejauh ini?”
Ayano yang pemalu terkekeh kecil. “Aku masih merasa ini mimpi. Kita bukan hanya mencapai target awal, tapi kita menghancurkannya.”
Reina menggigit bibirnya. “Tapi ini belum selesai… kita masih punya satu pertandingan lagi.”
Naruto berdiri di tengah-tengah mereka, menyapu pandangan ke seluruh timnya. Dia bisa melihat kelelahan di wajah mereka, tetapi juga ada sesuatu yang lebih kuat—keinginan untuk menang.
Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “Kita sudah sampai sejauh ini. Tidak peduli siapa lawan kita di final, aku ingin kalian mengingat satu hal—kita tidak ada di sini karena kebetulan. Kita sampai di sini karena kerja keras kalian.”
Mereka semua terdiam, memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Naruto.
Naruto melanjutkan, “Tidak ada yang mendukung kita sejak awal, tidak ada yang percaya kita bisa mencapai titik ini. Tapi justru karena itu… kita akan membuat mereka mengingat nama kita.”
Senyum kecil muncul di wajah Hiratsuka sensei. Dia melipat tangan di dadanya dan berkata, “Aku tidak tahu dari mana anak ini belajar bicara seperti itu… tapi aku suka semangatnya.”
Pertandingan final semakin dekat. Dan kali ini, SMA Sobu tidak akan hanya menjadi tim yang dilupakan.
makanya jangan ngintip, jadi iri kan tuh