NovelToon NovelToon
Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:695
Nilai: 5
Nama Author: Sibewok

Di balik ketegasan seorang Panglima perang bermata Elysight, mata yang mampu membaca aura dan menyingkap kebenaran, tersimpan ambisi yang tak dapat dibendung.

Dialah Panglima kejam yang ditakuti Empat Wilayah. Zevh Obscura. Pemilik Wilayah Timur Kerajaan Noctis.

Namun takdir mempertemukannya dengan seorang gadis berambut emas, calon istri musuhnya, gadis penunggu Sungai Oxair, pemilik pusaran air kehidupan 4 wilayah yang mampu menyembuhkan sekaligus menghancurkan.
Bagi rakyat, ia adalah cahaya yang menenangkan.
Bagi sang panglima, ia adalah tawanan paling berbahaya dan paling istimewa.

Di antara kekuasaan, pengkhianatan, dan aliran takdir, siapakah yang akan tunduk lebih dulu. Sang panglima yang haus kendali, atau gadis air yang hatinya mengalir bebas seperti sungai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sibewok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 - Cengkraman Sang Panglima

Zevh menatap kedua sahabatnya dengan saksama. Zark, dengan wajah yang dingin namun penuh perhitungan, adalah keseimbangan yang selalu menuntunnya menjauh dari keputusan gegabah.

Veron, dengan canda dan keluwesannya, mungkin tampak sepele, tapi dialah yang membuat rencana mereka hidup, menyatukan hati banyak orang untuk bergerak dalam satu suara.

Dan Zevh Obscura, keras, dingin, penuh tekad adalah tangan besi yang siap mengeksekusi semua strategi tanpa ragu. Dan pemilik mata Elysight.

Tiga pribadi yang berbeda.

Namun ketika mereka duduk bersama, dunia seakan tunduk pada satu kekuatan.

Di matanya, mereka bukan lagi sekadar sahabat. Mereka adalah tiga pilar yang menyangga kejayaan kerajaan Selatan, Barat dan Timur.

Zark sebagai batu yang menegakkan dasar, Veron sebagai api yang menggerakkan nyawa, dan dirinya sebagai pedang yang menjaga keseimbangan.

Selama tiga pilar itu berdiri, kerajaan mereka tak akan roboh, meski badai politik Arons berhembus semakin kencang.

Zevh menatap peta di hadapannya, lalu menutup rapat genggamannya di atas meja.

“Untuk desa Osca… dan untuk semua yang kita lindungi. Kita tidak akan runtuh.”

---

Di atas meja kedai, bayangan Zevh masih terasa, sisa dari auranya yang berat dan tegas.

Namun di sisi lain jalan, langkah seorang gadis terus berlanjut, menyisakan jejak debu di atas kerikil. Sepasang sepatu Elara, kotor dan berat, menanggung bukan hanya tubuhnya, tapi juga amarah yang masih membakar dadanya.

Ia berjalan tanpa tujuan pasti hingga berhenti di perbatasan desa Asten menuju desa Neval. Di sanalah ia menemukan seorang pedagang bunga dan tumbuhan herbal.

Wanita paruh baya itu ramah, dan Elara, yang perutnya sudah kembali kosong, memberanikan diri menawarkan tenaga untuk membantu berjualan. Harapannya sederhana. Mendapatkan upah sekadar untuk sesuap makanan.

Siang merambat ke puncaknya. Keringat menetes, mulutnya kering, dan tubuhnya melemah.

Beberapa pot bunga sudah laku, beberapa ikatan herbal pun berpindah tangan. Namun ketika Elara menagih janji upahnya, wajah wanita itu mengeras.

“Cukup roti ini saja untukmu,” katanya, menyodorkan sepotong kecil yang bahkan tak sebanding dengan janji awal.

Elara menolak. Ia bersuara meminta haknya. Kerumunan mulai terbentuk, bisik-bisik kembali beredar. Bagi mata awam, gadis itu kembali membuat onar.

Dan tepat saat itu, derap langkah kuda terdengar. Para warga menoleh, dan sunyi segera menyelimuti tempat itu ketika Zevh muncul, diikuti Veron dan Zark.

Mata keemasan Elara bertemu dengan mata abu-abu milik Zevh. Pandangan keduanya saling menantang, dan udara di antara mereka seakan menegang.

"Ini ketiga kalinya kau membuat onar di wilayah Noctis." Ucap ajudannya Zevh.

“Astaga… ternyata kau bandit yang sudah sering diperingatkan,” tuduh si pedagang wanita, mencoba mencari perlindungan di balik kehadiran panglima.

Elara maju selangkah. “Aku tidak mencuri! Aku hanya menagih janji. Bibi ini sendiri yang mengingkarinya.”

Tatapannya tak kenal takut, meski Zevh menatapnya dari atas kuda.

Veron menyandarkan tubuhnya santai di pelana, menyeringai. “Hm, menarik… aku belum pernah lihat ada gadis yang berani menantangmu seperti itu, Zevh.”

Zevh diam. Tatapannya berpindah ke arah pedagang wanita. Seketika wanita itu gemetar dan jatuh berlutut.

“T-tuan, benar saya mengingkari janji… putri saya sakit, saya butuh biaya untuk pengobatannya. Tapi… gadis ini tidak peduli. Saya hanya bisa membayarnya sedikit, juga dengan sepotong roti, cukup untuk makan siang gadis itu.”

“Bohong!” Elara memprotes. “Kau tidak pernah mengatakannya padaku sebelumnya! Baru sekarang, di hadapannya!”

Pedagang itu menunduk makin dalam, mencoba meyakinkan. “Saya berkata jujur, Tuan. Hanya Anda dan dia saksi ucapanku.”

Kerumunan mulai memihak pedagang itu. Elara menggertakkan gigi, matanya panas. Tapi akhirnya ia merogoh kantong saku lusuhnya, mengeluarkan koin yang tadi di berikan pedagang itu, lalu meletakkannya di tanah di depan wanita itu.

“Aku tidak butuh uangmu. Gunakan untuk anakmu. Tapi jangan kau samakan aku dengan pembohong,” katanya tegas, lalu membalikkan badan dan berjalan pergi.

Veron bersiul kecil. “Gadis keras kepala. Aura bangsawan, tapi lidahnya liar seperti rakyat jalanan.”

Pedagang wanita kembali meratap. “Tuan, lihatlah… dia menghina saya, menolak upah saya! Dia tidak tahu bersyukur…”

Langkah Elara sempat terhenti, tangan mengepal erat. Tapi ia tak berbalik. “Aku tidak akan menoleh lagi,” gumamnya, suaranya rendah namun penuh tekad.

Kerumunan menunggu keputusan. Ajudan Zevh menoleh, berbisik, “Tuan, apakah perlu saya tangkap dia?”

Zark mengangkat bahu. Veron hanya menunggu dengan senyum tipis.

Zevh tidak menjawab. Ia hanya memacu kudanya perlahan, menyusuri jalan yang sama dengan Elara.

Mendengar derap kuda mendekat, Elara panik. Ia mulai berlari kecil melewati jalan berkerikil yang sepi. Tapi suara kuda itu kian mendekat, hingga dalam sekejap tubuhnya terangkat. Sebuah lengan kekar melingkari pinggangnya, menghempaskannya ke atas pelana kuda yang perkasa.

“Lepaskan aku!” Elara berteriak, meronta. Tapi genggaman Zevh kokoh.

“Kau bukan rakyat biasa,” ucap Zevh datar. “Rakyat biasa sudah menyerah sejak awal. Kau… kau menyembunyikan sesuatu. Siapa kau sebenarnya?” lalu menatap bahu Elara, yang menyembunyikan sesuatu di balik jubah hijaunya.

Elara terdiam, jemarinya mencengkeram jubahnya sendiri.

“Apa kau putri bangsawan?” suara Zevh menajam.

Tanpa pikir panjang, Elara menggigit sisi ibu jarinya. Zevh mendesis pelan. Dan membiarkannya.

“Aku hanya gadis liar yang ingin hidup,” jawabnya, dingin. Tangan Zevh di hempaskan kasar oleh Elara.

Zevh menyunggingkan senyum samar. Menatap luka gigitan di ibu jarinya. “Liar, ya? Baiklah. Maka mulai hari ini, kau jadi tawananku. Tidak akan ada hidup liar bagimu lagi.”

Sekejap kemudian, tangannya mencengkeram leher Elara, membuatnya tercekik. Sorot matanya menusuk dalam. “Dan jangan pernah menyentuhku seperti tadi.” ucapan Zevh menusuk memperingatkan Elara agar bersikap baik.

Elara panik, menepuk-nepuk tangannya, napasnya tercekat. Dengan susah payah ia mengangguk. Zevh pun melepaskannya tepat saat suara kuda lain mendekat.

Elara batuk-batuk, matanya berair.

Veron menyusul, tertawa kecil. “Wah, wah… sejak kapan kau punya tawanan gadis bandit sekeras kepala itu, Zevh?”

“Aku bukan bandit!” Elara melawan, tangannya menghentak ke pelana kuda.

Zark terkekeh, Veron semakin terhibur. “Hm, makin menarik saja. Sepertinya kita akan punya perjalanan panjang yang berbeda kali ini.”

Zevh tidak menjawab. Hanya tatapannya yang tajam, tertuju pada gadis berambut kuning keemasan yang kini ada di pelananya. Tatapan yang tak sekadar amarah, tapi juga rasa penasaran yang kian tumbuh.

---

Matahari mulai menuruni singgasananya, Elara memejamkan matanya di atas kuda. Angin menerpa wajahnya, dingin sekaligus menusuk, seolah mengejek keberanian yang sedang dipaksakan pada dirinya. Perutnya mulai terasa perih, ia meremasnya pelan, menahan lapar yang hanya di ganjal roti tadi pagi.

"Ayah… aku lapar," rengeknya dalam hati, lirih seperti bisikan anak kecil yang haus kasih sayang. Matanya menunduk pada perutnya yang kosong.

Namun bibirnya bergumam pelan, nyaris seperti janji pada dirinya sendiri,

“Tapi aku tidak akan menyerah sekarang…”

"Biarlah aku menjadi tawanan Pangeran Zevh. Biarlah aku terikat dalam rantai yang bukan pilihanku, asal aku bisa bersembunyi dari ayah… dari Pangeran Arons… dari pernikahan yang ingin memenjarakanku. Maaf, Ayah. Aku sudah menolak perjodohan itu. Kau keras kepala… dan aku akan lebih keras kepala."

Sorot matanya terarah jauh ke depan. Hamparan hutan terbentang, suara air terjun bergemuruh, menyambut langkah kuda yang membawanya entah ke mana. Ia tak tahu tujuan akhirnya, tapi satu hal pasti, Elara akan menjadikan Zevh sebagai tameng, sebagai pintu untuk kabur dari dunianya sendiri. Meski itu berarti melangkah masuk ke dunia yang lebih berbahaya, dunia yang sama sekali belum ia kenali.

Di balik hatinya yang gemetar, ada secercah keberanian yang mulai tumbuh.

Sementara itu, jauh di kediaman Elowen, kamar Elara kosong. Tirai jendela terbuka lebar, seolah mengejek sang pemilik yang tak kembali. Wajah Ayahnya memerah menahan murka, kepalan tangannya menghantam meja hingga piala logam terjatuh ke lantai.

“Cari Elara! Sekarang juga!”

Suara perintahnya menggema di ruangan besar, mengguncang hati setiap pelayan yang mendengarnya.

Dan hari itu, dua dunia mulai bergerak ke arah yang sama, satu gadis yang melarikan diri demi kebebasan, dan satu ayah yang murka demi kehormatan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!