Di tengah hiruk pikuk Akademi Cyberland, Leon Watkins, seorang jenius dengan kekuatan "Dream" yang memungkinkannya memanipulasi mimpi dan kenyataan, justru merasa bosan setengah mati. Kehidupannya yang monoton mendadak terusik ketika ia dan teman sebayanya, Axel Maxx yang flamboyan, secara tak terduga ditarik ke dalam sebuah misi rahasia oleh sosok misterius. Mereka harus menembus "Gerbang Sejati," sebuah portal menuju dimensi yang mengerikan dan mengancam dunia. Petualangan yang akan mengubah segalanya, dan menyingkap takdir yang jauh lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan, baru saja dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DARK & LIGHT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Pengungkapan & Ancaman baru
Suara misterius itu bergema, memenuhi ruang bos yang kini terasa mencekam. Nada suaranya dingin dan tanpa emosi, namun sarat akan otoritas yang tak terbantahkan.
Leon dan Axel berdiri bersisian, punggung mereka bersentuhan, saling menatap dengan wajah penuh pertanyaan dan sedikit kepanikan yang mulai merayapi Axel. Para pengawal Axel sudah siaga penuh, pedang energi terhunus dan sistem energi mereka berdenyut pelan, siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.
Keheningan yang menakutkan dipecah oleh denyutan alarm yang masih bergemuruh, menambah ketegangan di udara.
"Siapa kau?" teriak Axel, suaranya mengandung campuran ketakutan yang jelas dan amarah yang mencoba ia sembunyikan.
"Apa maksud 'permainan yang sebenarnya' ini?" Kilatan petir kecil mulai menari-nari di antara jari-jarinya, siap dilepaskan kapan saja.
"Permainan ini, Tuan Muda Maxx, adalah ujian," jawab suara itu, kini terdengar lebih dekat, seolah berasal dari setiap dinding, mengelilingi mereka dari segala arah.
"Ujian bagi mereka yang terlalu cepat puas dengan kekuatan, dan terlalu buta untuk melihat bahaya yang sesungguhnya.
" Ada nada ejekan halus dalam setiap kata, seolah mereka hanyalah pion dalam sebuah papan catur yang besar.
Tiba-tiba, tanpa peringatan, hologram tiga dimensi muncul di tengah ruangan. Cahaya kebiruan terang memancar dari lantai, membentuk sosok berjubah gelap yang menjulang tinggi, dengan tudung menutupi wajahnya hingga tak terlihat. Meskipun hanya hologram, auranya dingin dan menekan, jauh lebih kuat, lebih pekat, dan lebih mengancam dari monster mana pun yang pernah mereka hadapi di gate, bahkan melebihi aura Red Spider Queen yang kini tampak gelisah di sarangnya. Leon bisa merasakan tekanan mental dari sosok itu, sebuah kekuatan yang melampaui ilusi dan mengusik akal sehat.
"Dan kau, Leon Watkins," lanjut suara itu, nada bicaranya berubah, kini menunjuk langsung ke arah Leon dengan jarinya yang tertutup jubah gelap.
"Seorang jenius yang terbuai oleh sistem 'Dream' miliknya. Kau pikir kau sudah terlalu kuat? Kau pikir goblin-goblinmu lemah? Kau akan segera tahu betapa piciknya pandanganmu".Kata-kata itu menusuk, seolah sosok itu mampu membaca setiap pikiran terdalam Leon.
Leon menyipitkan mata, ketenangan palsu yang biasa ia tunjukkan sedikit goyah. "Kau tahu tentang sistem 'Dream'ku?" Bisikan terakhirnya tentang goblin di dunia mimpi adalah sebuah monolog pribadi. Bagaimana mungkin makhluk ini mengetahuinya? Rasa penasaran yang kuat bercampur dengan firasat buruk menjalar di tulangnya.
Sosok berjubah itu terkekeh pelan, tawa yang terdengar dingin dan tanpa humor, membuat bulu kuduk merinding. "Aku tahu segalanya tentang kalian, para 'pembangkit'. Termasuk tentang krisis apokaliptik yang sedang merangkak di luar sana. Gate ini bukanlah sekadar dungeon biasa, melainkan jembatan. Jembatan menuju realitas yang jauh lebih brutal." Ada penekanan pada kata "jembatan", seolah Gate ini hanyalah pintu gerbang menuju sesuatu yang jauh lebih besar dan mengerikan.
Axel melangkah maju, kakinya gemetar sedikit, tangannya bersiap memancarkan petir. Kemarahan dan rasa tidak percaya meluap. "Kau bicara omong kosong! Kau pikir bisa menipu kami? Kami ini petualang berpengalaman!"
"Menipu?" Suara itu meninggi, mengandung nada ancaman yang tak terbantahkan, memotong ucapan Axel dengan tajam. "Aku hanya menyiapkan kalian. Red Spider Queen ini hanyalah penjaga gerbang. Di balik gate ini, ada dunia yang akan menelan Cyberland jika kalian tidak siap."
Saat hologram itu melambaikan tangannya, sebuah gelombang energi tak terlihat menyapu ruangan. Seketika, bukan hanya Red Spider Queen yang menggeliat dari bayang-bayang, namun puluhan laba-laba raksasa dengan mata merah menyala, jauh lebih besar dari Red Spider Mini sebelumnya, membanjiri ruangan dari celah-celah tersembunyi di dinding dan langit-langit. Ini bukan laba-laba biasa. Mereka memiliki cangkang yang lebih gelap, kaki-kaki yang lebih tebal, dan taring yang meneteskan cairan korosif. Kekuatan mereka terasa berbeda, lebih pekat, lebih mengancam, seolah mereka adalah evolusi yang lebih mematikan dari spesies yang sama. Raungan pelan dari Red Spider Queen mengisyaratkan bahwa ia bukan lagi satu-satunya ancaman utama.
"Kalian akan bertarung bukan hanya untuk hidup kalian, tetapi untuk membuktikan apakah kalian pantas menjadi pelindung dunia ini," tegas suara itu, nadanya kini penuh perintah dan tanpa kompromi. "Atau kalian akan menjadi santapan pertama dari ancaman yang akan datang."
Axel menelan ludah, ketegangan jelas terlihat di wajahnya yang kini pucat. Kilatan petir di tangannya memudar, digantikan oleh keringat dingin yang mengucur di dahinya. Ini bukan lagi raid biasa untuk mencari uang atau reputasi. Ini adalah pertarungan untuk bertahan hidup, dan mungkin, untuk masa depan seluruh Cyberland. Ancaman yang dirasakan begitu nyata, dan ia menyadari betapa bodohnya ia mengira ini hanyalah misi sederhana.
Leon, di sisi lain, merasakan denyutan adrenalin yang kuat. Rasa kantuk dan kebosanan yang melekat padanya selama berminggu-minggu kini lenyap sepenuhnya, digantikan oleh kegembiraan yang aneh dan intens. Matanya berbinar, sebuah seringai kecil muncul di bibirnya, seringai predator yang menemukan mangsa yang akhirnya layak. "Permainan, katamu?" gumamnya, suaranya nyaris berbisik namun dipenuhi tekad yang membara. "Baiklah. Kalau begitu, mari kita mulai permainannya."
Ia mengaktifkan sistem "Dream"-nya dengan kekuatan penuh. Aura ilusi berwarna biru terang mulai menyelimuti dirinya, tidak hanya untuk pertahanan, tetapi untuk serangan. Lingkungan di sekitarnya sedikit berkedip, seolah realitas mulai melengkung di bawah pengaruh kekuatannya.
Ia mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman yang sebenarnya, sebuah tantangan yang akhirnya bisa memuaskan dahaganya akan kekuatan dan dominasi.
Di tengah sarang laba-laba yang menakutkan, dengan hologram sosok misterius yang mengawasi, Leon Watkins siap membuktikan bahwa ia bukan sekadar jenius yang sombong, melainkan seorang pejuang yang siap menghadapi krisis apokaliptik yang sesungguhnya.