NovelToon NovelToon
Menuju Sukses Bersama Ayahku

Menuju Sukses Bersama Ayahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:883
Nilai: 5
Nama Author: Monica Wulan

seorang anak perempuan bercita-cita untuk sukses bersama sang ayah menuju kehidupan yang lebih baik. banyak badai yang dilalui sebelum menuju sukses, apa saja badai itu?

Yok baca sekarang untuk tau kisah selanjutnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica Wulan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sakit

Satu minggu telah berlalu sejak Aisyah memulai pekerjaannya di warung Bude. Aroma kopi dan rempah-rempah pagi hari sudah menjadi teman setianya. Setiap sen uang gajinya ia tabung, cukup untuk membeli lauk sederhana sebungkus ikan asin atau sepotong tempe untuk dirinya dan ayahnya. Hari ini, hari persiapan ujian kelulusan, terasa berbeda. Pak Andi, wali kelasnya, memanggilnya ke kantor. Detak jantung Aisyah berdebar tak karuan.

"Aisyah, silakan duduk," kata Pak Andi ramah, senyumnya menenangkan. Aisyah duduk di kursi kayu usang di depan meja Pak Andi, tangannya mengepal erat.

"Aisyah, saya ingin menawarkan sesuatu yang mungkin akan mengubah hidupmu" lanjut Pak Andi, matanya menatap Aisyah penuh harap. "Ada beasiswa kuliah di kota, di Universitas Pelita Harapan. Bukan fakultas ternama memang, tapi cukup bagus untuk memulai. Program studi Manajemen Bisnis, cukup relevan dengan minatmu."

Aisyah tertegun. Kuliah di kota? Mimpi yang selama ini hanya ia sembunyikan dalam hati. Bayangan ayahnya yang bekerja keras setiap hari, wajahnya yang penuh keriput karena terik matahari, memenuhi benaknya.

"Bagaimana, Aisyah? Apakah kamu tertarik?" tanya Pak Andi lembut, melihat keraguan di wajah Aisyah.

"Pak… saya…," Aisyah terbata-bata, pikirannya berputar cepat. Kuliah di kota berarti meninggalkan ayahnya. Meninggalkan warung Bude, meninggalkan rumah kecil mereka yang sederhana namun penuh kasih sayang.

"Saya mengerti, ini keputusan besar. Jangan terburu-buru. Tapi ini kesempatan emas, Aisyah. Pertimbangkanlah dengan baik," Pak Andi melanjutkan, memberikan sebuah brosur berwarna biru muda pada Aisyah. Brosur itu berisi informasi lengkap tentang beasiswa tersebut, termasuk persyaratan dan prosedur pendaftaran.

"Persyaratannya…?" Aisyah bertanya, suaranya masih gemetar.

"Nilai ujian kelulusanmu harus memuaskan, tentu saja. Dan kamu harus mengikuti tes wawancara. Tapi yang terpenting, Aisyah, adalah kemauanmu. Kemauanmu untuk meraih masa depan yang lebih baik," Pak Andi menjelaskan dengan sabar.

Aisyah membuka brosur itu, matanya terpaku pada gambar kampus yang terlihat megah. Bayangan masa depan yang cerah mulai terbentang di hadapannya, namun di sisi lain, rasa khawatir akan ayahnya semakin kuat.

"Pak, saya… saya minat. Tapi… bolehkah saya bicara dulu dengan ayah saya?" tanya Aisyah akhirnya, suaranya sedikit lebih mantap.

Pak Andi tersenyum lega. "Tentu saja, Aisyah. Ambil waktumu. Berbicaralah dengan ayahmu, dan pikirkan baik-baik. Ini keputusan penting dalam hidupmu."

Aisyah mengangguk, menerima brosur itu dengan tangan gemetar. Sampai di kelas caca sahabat nya langsung mencecar pertanyaan. "Aisyah, cerita dong! Tadi kamu dipanggil Pak Andi? Ada apa?" tanya Caca, sahabat Aisyah, begitu Aisyah sampai di kelas. Matanya berbinar-binar, penuh rasa ingin tahu.

Aisyah menghela napas, lalu menceritakan semuanya dari awal hingga akhir. Bagaimana Pak Andi menawarkan beasiswa kuliah di kota, program studi Manajemen Bisnis, dan persyaratan yang harus dipenuhi.

Caca mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk. Begitu Aisyah selesai bercerita, Caca langsung berseru, "Aisyah, gila! Ini kesempatan emas! Kamu harus kuliah! Jangan ragu-ragu dong. "

Aisyah menggeleng pelan. "Aku masih ragu, Ca. Aku ingin kuliah, tapi… aku nggak tega ninggalin Ayah sendiri. Dia sudah tua, siapa yang akan merawatnya?"

Caca menepuk pundak Aisyah, mencoba menenangkan sahabatnya itu. "Aisyah, dengar ya. Semua akan baik-baik saja. Kalau kamu kuliah, kamu bisa dapat kerja yang bagus, gimana caranya kamu bisa bantu Ayah lebih baik lagi? Bayangkan, kamu bisa kirim uang lebih banyak untuk Ayah, kamu bisa belikan Ayah obat-obatan yang lebih baik, kamu bisa membangun rumah yang lebih layak. Ayah pasti bangga punya anak seperti kamu."

Aisyah terdiam, merenungkan kata-kata Caca. Ia membayangkan wajah ayahnya, senyumnya yang tulus meskipun penuh kelelahan. Caca benar, jika ia kuliah dan berhasil, ia bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk ayahnya.

"Terus, kamu bisa sering pulang, kok. Liburan panjang, liburan semester, kamu bisa pulang. Atau, kalau Ayah mau, kamu bisa ajak Ayah tinggal sama kamu di kota," Caca menambahkan, mencoba menghilangkan keraguan Aisyah.

"Tapi…" Aisyah masih ragu.

Caca memegang kedua tangan Aisyah. "Aisyah, percayalah. Ini kesempatan yang nggak akan datang dua kali. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari. Ayah pasti akan mendukungmu. Dia pasti bangga melihatmu sukses."

Aisyah kembali terdiam, mencoba untuk menimbang-nimbang semua kemungkinan. Kata-kata Caca perlahan-lahan mulai mencairkan keraguannya. Ia mulai melihat secercah harapan, masa depan yang lebih cerah, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk ayahnya. Ia harus berani mengambil langkah ini. Untuk dirinya, dan untuk ayahnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sepulang sekolah, Aisyah mengayuh sepedanya menuju sawah, tempat ayahnya biasanya bekerja. Namun, sosok ayahnya tak terlihat di antara hamparan padi yang menguning. Kecemasan mulai menggerogoti hatinya. Ia mencari-cari ke seluruh penjuru sawah, tetapi ayahnya tetap tak ada.

Saat ia sedang kebingungan, Pak Ramli, tetangganya yang juga petani, memanggilnya. "Aisyah, kamu cari ayahmu, ya?" tebak Pak Ramli, melihat raut wajah Aisyah yang cemas.

Aisyah mengangguk, suaranya tercekat. "Iya, Pak. Ayah saya kok nggak ada di sawah ya? "

Pak Ramli menghela napas. "Ayahmu pulang lebih dulu, Aisyah. Tadi dia mengeluh sakit kepala dan pusing. Dia bilang badannya meriang."

**Deghh**

Mendengar itu, Aisyah merasa syok. Ia langsung berterima kasih pada Pak Ramli dan bergegas pulang. Sepeda yang tadinya ia kayuh dengan semangat, kini terasa berat. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran akan kondisi ayahnya.

Sampai di rumah, ia melihat ayahnya tertidur pulas di kursi rotan yang sudah rapuh. Wajahnya pucat pasi. Dengan hati berdebar-debar, Aisyah menghampiri ayahnya dan memeriksa suhu tubuhnya. Tangannya merasakan panas yang luar biasa. Ayahnya demam tinggi.

Tanpa berpikir panjang, Aisyah bergegas mengambil kain basah dan air dingin. Ia membuat kompres dan dengan hati-hati meletakkannya di dahi ayahnya. Ia terus mengompres ayahnya, sambil berdoa agar ayahnya segera sembuh.

Ramlan terbangun merasakan sentuhan lembut tangan Aisyah di keningnya. Ia mengerjapkan mata, melihat wajah khawatir putrinya yang tampak jelas di sampingnya.

"Ayah…?" Aisyah bertanya dengan suara lirih, matanya berkaca-kaca.

"Ayah baik-baik saja, Sayang," jawab Ramlan dengan suara lemah, mencoba tersenyum. Namun, senyumnya tampak dipaksakan.

Aisyah menggeleng, menahan air matanya. "Enggak, Yah. Badan Ayah panas banget. Suhu tubuh Ayah tinggi sekali."

Ramlan mencoba bangkit, tapi Aisyah menahannya. "Ayah, istirahat saja dulu. Jangan kerja dulu, ya? Ayah sakit."

Ramlan menolak. "Ayah nggak papa, Sayang. Kerja sedikit saja nggak masalah kok."

"Enggak, Yah! Kalau Ayah maksain kerja, nanti tambah parah. Aisyah takut…" Aisyah mulai menangis, air matanya mengalir deras. "Aisyah nggak mau kehilangan Ayah. Udah cukup Ibu yang pergi… Aisyah nggak mau kehilangan Ayah juga hiks hikss…"

Ramlan terdiam, menatap wajah putrinya yang sedang menangis tersedu-sedu. Ia mengerti kecemasan yang dirasakan Aisyah. Kehilangan istrinya beberapa tahun lalu masih menyisakan luka yang dalam di hatinya. Ia tak ingin kehilangan putrinya juga.

Dengan lembut, Ramlan mengusap air mata Aisyah. "Iya, Sayang. Ayah nggak akan maksain kerja. Ayah istirahat, ya?" Suaranya terdengar lebih lembut, penuh kelembutan dan kasih sayang. Ia memeluk Aisyah erat, mencoba menenangkan putrinya yang sedang dilanda ketakutan. Ia paham, Aisyah adalah segalanya baginya sekarang.

Aisyah bergegas membuatkan bubur sederhana untuk ayahnya. Hanya bubur ayam kampung dengan sedikit sayuran, tapi dibuat dengan penuh kasih sayang. Ia menyuapi ayahnya dengan telaten, sesekali menyeka keringat yang membasahi dahi Ramlan.

Setelah menghabiskan buburnya, Ramlan menatap Aisyah. "Aisyah, kamu harus pergi kerja. Nanti Bude Rita nyariin kamu nak."

Aisyah menggeleng. "Nggak, Yah. Aisyah mau jagain Ayah dulu."

Ramlan memegang tangan Aisyah. "Ayah nggak papa, Sayang. Ayah cuma demam sedikit. Kamu jangan sampai Bude Rita marah. Kerja yang rajin, ya?"

Aisyah masih ragu. Ia tak tega meninggalkan ayahnya dalam kondisi seperti ini. Tapi melihat tekad di mata ayahnya, ia akhirnya mengalah.

"Tapi… kalau Ayah butuh sesuatu, Ayah telpon Aisyah, ya?" pinta Aisyah, suaranya masih terdengar cemas.

Ramlan mengangguk, menarik Aisyah untuk memeluknya. "Iya, Sayang. Ayah janji. Sekarang kamu pergi kerja. Ayah akan baik-baik saja."

Aisyah pun berpamitan, hati kecilnya masih dipenuhi kekhawatiran. Ia mencium kening ayahnya, kemudian bergegas menuju warung Bude Rita. Langkah kakinya terasa berat, tapi ia harus tetap kuat demi ayahnya dan masa depannya.

Sesampainya di warung Bude Rita, Aisyah langsung menghampiri Bude Rita dan meminta maaf. "Assalamu'alaikum Maaf, Bude, Aisyah sedikit telat. Tadi Ayah sakit, jadi Aisyah urus Ayah dulu," jelas Aisyah, suaranya sedikit terburu-buru.

Bude Rita tersenyum hangat. "Tidak apa-apa, Aisyah. Yang penting kamu sudah datang. Ayahmu sakit? Semoga cepat sembuh. Nanti pulang kerja, bawa obat untuk Ayahmu, ya. Ada sisa obat flu di rumahku."

Aisyah merasa lega mendengar kata-kata Bude Rita. Ia sangat bersyukur memiliki atasan yang pengertian dan baik hati. "Terima kasih, Bude. Aisyah akan mengambilnya nanti." Ia kembali bekerja dengan hati yang lebih tenang, walaupun pikirannya masih sedikit tertuju pada ayahnya di rumah.

1
caca
cocok deh adik kakak nggak beres thor
caca
astagah ampunn bik otak mu
caca
bik zulaika sumpah ngeselin /Panic/
Proposal
Bagus Kaka🌟💫, jangan lupa mampir karyaku juga yaa🥰🙂‍↔️
Titus
Karakternya juara banget. 🏆
Monica Wulan: makasih kak udah mampir di cerita baruku
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!