Clara terpaksa menerima perjanjian nikah kontrak dengan Gery Rochstein, bosnya sendiri, demi membantu menyelamatkan perusahaan sang CEOyang terancam bangkrut. Semua itu berada dalam ancaman Gery yang mengetahui rahasia Clara yang divonis sulit memiliki anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon takiyaratayee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4 - Mencari Sosok Cowok M*sum
Beruntungnya, seseorang menangkap tubuhnya dengan sigap. Tangan panjang cowok mesum itu memegangi pinggang Clara dengan erat.
Sontak, Clara tidak bisa berkutik. Jantungnya berdebar sangat kencang ketika merasakan kedua tangan itu menyentuh titik sensitifnya.
“Lepaskan! Jangan sentuh saya!” Clara memberontak. Dia tidak berterima kasih pada cowok mesum itu. Clara berusaha menenangkan emosinya setelah mendapat sentuhan tidak sengaja di area pinggangnya.
"Nona! Saya minta maaf! Jangan berteriak di depan umum. Saya akan ganti rugi atas ketidaknyamanan Anda. Ini kartu nama saya, silahkan besok datang ke kediaman saya," kata cowok berpakaian kasual itu.
Mendengar ada pernyataan memberi ganti rugi, Clara mencium bau-bau uang. Clara pun berhenti memukul cowok tersebut dan menerima kartu nama berwarna hitam itu.
Saat Clara hendak membacanya, cowok tampan itu pamit pergi dan menerjang hujan. “Maaf, saya harus pergi dulu! Jangan lupa, hubungi saya, ya!” kata cowok itu meninggalkan Clara di tengah hujan yang cukup deras.
Cowok itu berlari ke arah yang sama dengan apartemen Clara. Namun Clara tidak berpikir panjang apakah cowok itu satu apartemen dengannya atau tidak. Yang jelas, Clara terkejut ketika menerima kartu nama yang bertuliskan "PT Spark".
Clara masih tidak bisa berkata apa-apa ketika tahu bahwa cowok yang dianggapnya mesum itu adalah teman kantornya. Memang benar, Clara baru seminggu diterima kerja di PT Spark.
Dan dia belum mengenal dekat orang-orang yang bekerja di perusahaan besar tersebut. Jadi wajar kalau Clara dan cowok tampan itu tidak saling mengenal.
"Gery Rochstein? Siapa ya? Perasaan nggak ada teman kantorku yang namanya Gery Rochstein?" kata Clara membaca lagi kartu nama dari cowok mesum itu sambil mengusap-usap rambutnya yang basah akibat kehujanan.
"Kalo dilihat dari kartu namanya yang tanpa gelar dan jabatan sih, biasanya cuma karyawan biasa. Kalo marketing baru pasti bagus, ini sih biasa aja." kata Clara lanjut menepuk-nepuk kartu nama itu di telapak tangannya.
Tapi herannya, kenapa Clara harus satu kantor dengan cowok mesum seperti dia! Mana terlalu bergaya lagi, minta ketemu di alamat ini yang ternyata kantor tempat ia bekerja. Berani banget cowok ini? Batin Clara.
"Ah, bodoh amat. Yang penting besok aku datengin aja di kantor. Kali-kali aja aku dikasih uang. Kan, lumayan! Semoga aja dia nggak macem-macem lagi sama aku," kata Clara bergumam sendiri di dalam kamar.
*
Seperti kebanyakan pegawai korporat, Clara berangkat kerja naik bus menuju kantor PT Spark di pagi hari cerah itu. Suasana bus itu cukup ramai, tapi Clara sudah biasa menghadapi itu. Dan memang begitulah kehidupan di kota Sinht yang rata-rata merupakan pekerja kantoran.
Dia berada di tengah orang-orang yang juga memulai aktivitas bekerja mereka. Ada yang sibuk bermain ponsel, ada yang fokus dengan buku, ada pula yang mengobrol dengan sesama penumpang. Clara hanya satu dari sekian penumpang bis yang memilih untuk diam dan menikmati perjalanan sambil memperhatikan pemandangan di luar jendela.
Kalau dipikir-pikir, nasib Clara kali ini sangat beruntung. Dia mendapatkan tempat kerja yang tidak terlalu jauh dengan apartemennya. Setelah bertahun-tahun bekerja keras dan serabutan dan bergantung pada Cole, akhirnya karier Clara berlabuh sebagai seorang pegawai di divisi pemasaran.
Seperti biasa, Clara bekerja dengan penampilan yang rapi. Hari itu, Clara mengenakan kemeja warna merah marun dipadukan rok 7/8 warna putih bunga-bunga. Rambutnya yang bergelombang panjang sengaja dijepit ke belakang telinganya. Tidak lupa tas kerjanya yang dibawa di bahu Clara, wanita berusia 26 tahun itu berjalan dengan nyaman menggunakan sepatu flat shoes cokelatnya.
Tidak hanya Clara saja yang datang, begitu banyak karyawan PT Spark yang juga berbondong-bondong datang ke gedung besar itu. Mereka yang sudah menjadi karyawan tetap PT Spark masing-masing memiliki kartu pengenal sendiri yang harus dibawa untuk akses masuk perusahaan. Dan wajib untuk dibawa sehingga biasanya karyawan PT Spark mengalungkan kartu pengenal mereka supaya tidak lupa dan ketinggalan.
Karena Clara masih baru, Clara masih belum bisa keluar masuk seenaknya di kantor itu. Clara masih harus lapor satpam setiap hendak masuk ke kantornya.
"Pagi, Pak. Saya Colianna Clara hendak masuk ke kantor," kata Clara menyapa satpam tersebut yang berada tepat di seberang gate gerbang masuk kantor.
"Oh, iya Miss Clara. Silahkan tinggalkan tanda pengenal atau SIM di sini ya. Lalu ini, kartu aksesnya," kata satpam itu dengan sopan. Clara menuruti prosedurnya sampai selesai.
Dan setelah mendapatkan kartu akses, Clara pun bisa masuk melewati mesin pendeteksi identitas dan antri untuk pergi ke lantai 4.
"Pagi, Clara," sapa seorang pria di belakang Clara yang mengejutkannya.
"Eh, Barra. Pagi! Kirain udah di atas," kata Clara basa-basi.
"Tadi mampir dulu beli kopi. Nih, buat kamu," kata Barra sambil tersenyum dan menyerahkan kopi untuk Clara
"Wah, aku nggak suka kopi. Lambungku nggak kuat kalo minum kopi," kata Clara menolak.
"Yah, sayang banget nih. Aku kira kamu suka kopi juga kayak orang lain," kata Barra kemudian mengikuti Clara masuk ke dalam lift yang dipenuhi orang-orang yang juga sibuk mengobrol masing-masing.
"Kopinya buat aku aja!" sahut seorang wanita cantik yang menyusul Clara dan Barra di depan lift. Wanita cantik itu adalah Vey, teman satu divisi dengan Clara dan Barra.
"Ta-tapi, Vey," Barra tampak tidak ikhlas untuk memberikan kopinya untuk Vey. Tapi sudah terlanjur, Vey meminum kopi itu sambil berdiri sebentar.
"Ah! Enak banget, nikmat sekali kopinya. Tapi saran aja sih Bar, kopinya terlalu manis. Ga bagus buat kita-kita yang usianya mau 30-an," kata Vey sambil cekikikan. Vey seolah tahu kalau Barra sedikit modus dengan mencari perhatian Clara.
Bagaimana tidak, Clara merupakan karyawan baru yang langsung menjadi pembicaraan panas di kalangan karyawan lainnya. Punya tubuh ideal dan berisi, Clara tergolong sebagai wanita anggun dan cantik. Dan tentunya, Clara mampu memikat mata para pria karena kemolekan wajah sekaligus tubuhnya.
Meski memiliki kecantikan di atas rata-rata, hidup Clara cukup sulit. Sejak usianya menginjak 7 tahun, orangtua Clara bercerai. Clara pun memilih untuk tinggal dengan ibunya.
Naasnya, sang ibu meninggal karena kecelakaan. Kecelakaan itu disebabkan oleh seorang pria yang mengemudi dalam keadaan mabuk pada dini hari. Profesi ibu Clara yang saat itu menjadi petugas karcis tol terpaksa harus kehilangan nyawanya karena kecerobohan seorang pria yang mabuk.
Di usianya yang menginjak 12 tahun saat sang ibu meninggal, Clara pun harus ikut dengan ayahnya. Sayangnya, Clara justru mengalami kehidupan yang penuh siksaan. Ibu tiri Clara sama sekali tidak menganggap Clara sebagai seorang anak. Karena tersiksa, Clara kabur dan memilih untuk tinggal sendiri di usia 16 tahun. Dan di usia itu, Clara bertemu Cole.
Melihat Vey dan Barra saling bercanda membuat Clara tersenyum. Andai ibunya masih ada di dunia, pasti ibunya senang Clara dikelilingi orang-orang menyenangkan seperti Vey dan Barra.
"Clara, ngelamun apaan sih?" tanya Vey menyadarkan karyawan baru itu. Clara tersenyum sambil menggeleng-geleng.
"Gak papa Miss Vey. Cuma lucu aja lihat kalian begitu," kata Clara basa-basi. Padahal pikirannya sedang flashback mengingat masa lalu setelah melihat dua rekan kerjanya saling bercanda. Clara rindu akan tertawa bersama.
"Ih, nih anak minta dicubit ya? Udah aku bilang berkali-kali, jangan deh panggil-panggil aku dengan kata 'Miss'. Maksudku, ya emang sopan sih. Tapi cukup panggil aku Vey aja. Panggil nama aja udah," kata Vey protes.
"Ooh, gitu ya? Aku-aku cuma ga biasa panggil orang yang lebih tua dari aku dengan sebutan nama doang."
"Tau nih Vey. Biarin Clara panggil kamu Miss. Ga usah ngatur-ngatur dia," kata Barra membela.
"Bar, mending kamu diam saja. Aku begini biar Clara merasa nyaman kerja sama aku."
"Sepertinya, Miss Vey benar. Eh, maaf. Vey sepertinya benar. Aku lebih nyaman untuk akrab panggil nama gini," kata Clara akhirnya.
"Nah! Gadis pintar!" kata Vey sambil menepuk pundak Clara.
"Yaudah yuk, kita mulai kerja. Udah jam 8 pas nih," ajak Barra kemudian.
"Oke deh. Jam istirahat nanti, makan bareng yuk kayak biasanya!" ajak Vey diikuti anggukan kepala untuk Clara.
Setelah itu, Clara dan Barra pun pergi ke meja mereka yang bersebelahan. Saat itu pula, Clara pun mengingat ingin menemui seseorang bernama Gery.
"Barra, apa di kantor ini ada yang namanya Gery?" tanya Clara tiba-tiba. Barra mengerutkan kening, seperti bingung.
awas kau Gery... aku doain nanti kamu bucin ke Clara lhoo 😂😂