USAI

Sukses menggelar event Universal Children's Day bersama komunitas Special Child, Aira mendapatkan ucapan selamat dari berbagai kalangan mulai dari pemerintah hingga berbagai komunitas, sekolah khusus dan inklusi.

Bagi Aira ini baru permulaan, ia berharap kegiatan ini terus berlanjut agar dapat terus mengasah passion anak-anak menjadi skill yang kelak akan berguna bagi kehidupan mereka.

"Bu Aira, kita pulang sekarang? dari tadi Dek Chelsee sudah merengek minta pulang, mungkin sudah mengantuk karena sudah masuk jam tidur siangnya." ucap asisten rumah tangga Aira, Aira berjongkok mensejajarkan dirinya dengan purtinya.

"Anak mamah, sudah capek ya? Chelsee ke mobil duluan ya sama bibik, nanti mamah akan menyusul." Aira membelai kepala putrinya dengan lembut.

Dengan wajah cemberutnya Chelsee menganggukan kepalanya.

"Tolong temani sebentar di mobil ya, nanti aku akan menyusul." ucap Aira kepada asisten rumah tangganya.

"Baik Bu Aira." asisten rumah tangga Aira, menggandeng tangan Chelsee keluar dari gedung menuju parkiran mobil, sementara Aira berpamitan kepada para panitia yang lainnya.

"Mom's Erika, tadi bazar bagaimana?" tanya Aira.

"Puji tuhan, semua barang-barangnya laku keras dan anak-anak happy banget bisa mendapatkan uang dari hasil karyanya." ucap Erika dengan penuh antusias.

"Alhamdulillah." Aira tersenyum puas.

Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, Aira bukan hanya mengajarkan keterampilan namun ia juga mengajarkan anak-anak menjual barang kerajiannya sendiri, namun ia merasa masih punya PR untuk mengajarkan anak-anak bagaimana cara marketing yang benar.

"Okay, terima kasih semuanya. Sampai bertemu minggu depan, kita evaluasi lagi kegiatan ini, saya pamit pulang terlebih dahulu, biar nanti OB dan pegawai saya yang akan membereskan ini." ucap Aira

Setelah lima belas menit melakukan briefing, Aira menyusul putrinya di parkiran, begitu masuk ke dalam mobil Aira melihat putrinya tengah menangis.

"Maaf ya agak lama, tadi mamah briefing sebentar, sini duduk sama mamah." Aira memangku putrinya dan meminta Azzam untuk segera mengemudikan kendaraannya agar Chelsee berhenti menangis.

"Maaf ya" bisik Aira, ia mengecup kepala putri kecilnya. Chelsee menganggukan kepalanya kemudian ia tertidur di pangkuan Ibundanya.

Tiba di kediamannya Aira langsung menggendong putrinya masuk ke dalam kamar, kemudian ia menidurkannya di kamarnya.

Melihat jam di dinding kamarnya telah menunjukan pukul 14.00 Aira baru teringat jika ada beberapa tagihan vendor yang belum ia lunasi.

"Nice dream baby." setelah memastikan putrinya tertidur dengan lelap, Aira bergegas menuju ruang kerjanya.

"Wind, purchase order dan invoice yang kemarin mana? Tolong ambilkan biar sekalian aku tanda tangani semuanya!" pinta Aira.

"Baik Bu." Winda langsung mengambilkan dan menyerahkannya kepada Aira, tanpa membuang waktu Aira segera menandatangani semuanya.

"Wind, ini sudah aku tanda tangani. Kamu agak cepat ya, takut banknya keburu tutup." Aira mengembalikan semua dokumen termasuk giro yang telah ia buat kepada Winda untuk segera di follow up.

"Baik, Bu Aira saya permisi dulu." Winda pergi meninggalkan ruang kerja Aira, saat Winda hendak keluar, ia berpapasan dengan Reni yang juga ingin masuk ke dalam ruang kerja Aira untuk menemui Aira.

Tok... Tok... Tok...

"Permisi Bu Aira." Reni mengetuk pintu ruang kerja Aira yang masih terbuka lebar.

"Masuk Ren!!" Aira nampak sedikit heran dengan Reni yang membawa buket bunga mawar import berwarna merah berukuran besar seharga Rp.4.500.000,-

"Pesanan siapa itu Ren, kok kamu bawa kesini? jika sudah jadi suruh saja Azzam mengantarnya." ucap Aira.

"Tidak Bu Aira, ini bukan untuk pelanggan tapi ini untuk Bu Aira dari Pak Angkasa" Reni menyerahkan buket tersebut kepada Aira.

"Hah! untuk aku?" Aira menaruhnya di atas meja kejanya, kemudian ia mengambil kartu ucapan yang terdapat pada bunga tersebut.

Aira mengingat-ingat jika dirinya tak memiliki teman pria bernama Angkasa.

"Tadi jam 11.00 siang beliau datang ke toko membeli buket bunga tersebut untuk Bu Aira dan booking dekorasi wedding anniversary orang tuanya minggu depan di Chatharinna Hottel."

"Hah? Minggu depan? kamu kan tahu prosedurnya untuk dekorasi paling mepet satu bulan sebulmnya, cancell sajalah Ren." perintah Aira.

"Tapi Bu, Pak Angkasa sudah membayar full. Bahkan beliau membayar tiga kali lipat dari harga paket yang dipilihnya."

"Bukan masalah uangnya Ren, aku takut kita tidak bisa maksimal jika waktunya terlalu mepet. Kamu tahu sendiri kan, pesanan kita saja sudah banyak diminggu ini, belum lagi kita harus import bunga-bunga yang kita butuhkan untuk acara sebesar itu."

"Maafkan saya Bu Aira." Reni menundukan kepalanya, ia merasa bersalah karena sudah menerima project tersebut.

"Ya sudah, lalu konsep event yang di inginkan Pak Angkasa seperti apa?" tanya Aira, melihat wajah Reni yang memelas Aira tak sampe hati memarahinya meski dirinya sangat kesal kepada pegawainya.

"Beliau menyerahkan semua konsepnya kepada kita." ucap Reni.

"Huft, kalo begini aku justru malah bingung. Ya sudah begini saja, kamu cek semua stok bunga yang ada, kemudian untuk bunga-bunga yang harus kita import kamu semua yang urus, saya tidak mau tahu secepatnya harus sudah sampai di sini, kalau perlu kamu pinjam saja pintu Doraemon. Dan satu lagi, nanti malam jangan ada yang pulang kita meeting. Untuk sementara itu saja dulu, aku mau ganti baju" Aira beranjak dari tempat duduknya.

Baru beberapa langkah Aira berjalan, ia menghentikan langkahnya. "Bunganya untukmu saja, aku tidak mau melihat bunga itu ada di meja kerjaku." Aira kembali melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya menuju kamarnya.

Aira memilih untuk berendam sambil mencari inspirasi konsep event wedding anniversary orang tua Pak Angkasa, pasalnya ia sama sekali tak mengetahui siapa Pak Angkasa itu dan siapa orang tuanya.

"Ang-ka-sa" Aira mengetik nama Angkasa di akun IGnya mencari tahu seperti apa orangnya.

'Wow banyak sekali' gumamnya.

"Sudahlah, aku tahu pasti dia orang kaya karena berani membayar semahal itu, aku akan buat konsep yang seelegan mungkin agar tak mengecewakannya" ucapnya, samar-samar ia mendengar suara putri kecilnya yang mencari keberadaan dirinya.

"I'm here baby." Aira keluar dari bathtub, kemudian mengenakan kembali pakaiannya dan keluar menghampiri putrinya.

"Sudah bangun ya, main sama mamah ya." Aira menggendong putrinya ke ruang keluarga, sambil menemani putrinya bermain Aira membuat konsep event wedding anniversary orang tua Pak Angkasa.

Hingga malam harinya ia mengajak seluruh karyawannya meeting, memahas event tersebut.

"Untuk sementara waktu kita stop dulu pemesanan bouquet, bunga papan, dll. Kita fokus ke event wedding anniversary orang tua Pak Angkasa, aku berencana menambah beberapa orang untuk membatu kita, aku harap dengan bantuan tenaga kita bisa lebih maksimal memberikan yang terbaik untuk client kita...."

"Permisi, maaf Bu Aira. Ini dari Pak Angkasa untuk Bu Aira dan Dek Chelsee" Winda datang bergabung bersama yang lainnya untuk meeting dan memberikan buket bunga tulip serta paper bag besar berisi mainan kepada Aira.

"Sekarang orangnya mana?" Aira beranjak dari tempat duduknya.

"Baru saja pergi Bu Aira, toko pun sudah aku tutup." ucap Winda.

Aira kembali duduk ke tempatnya semula, ia menjadi risih dengan pemberian Angkasa. "Buat kalian saja, kalian bagi rata."

"Tapi Bu Aira, aku belum punya anak" ucap Winda.

"Terserah, untuk keponakan atau tetangga kalian juga boleh. Kita lanjut lagi..." Aira kembali fokus pada projectnya, melupakan soal bunga dan mainan pemberian Angkasa.