Seaaon 1 tentang Jill dan Jeff (couple J).
Season 2 tentang Shanum dan Salman (couple S).
Jill kabur dari rumah untuk menghindari perjodohan, ia kemudian bekerja di sebuah perusahaan dan justru bertemu cowok tampan, mapan, dan menawan yang ternyata adalah bosnya.
Shanum terpaksa menggantikan kakaknya menikahi Salman, pria cacat yang tiba-tiba menjelma menjadi pria paling kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emma Shu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Muka Dongkol
Langkah kaki Jill terhenti di depan pintu ruangan Jeff. Untuk sesaat ia mengatur napas demi mengusir kecemasan. Kemudian tangannya mengepal, melayang lalu mendarat di pintu menghasilkan suara ketukan pintu.
“Masuk!” perintah dari dalam.
Jill membuka pintu dan berjalan memasuki ruangan. Sebisa mungkin ia memperlihatkan gaya anggun tanpa menampilkan kecemasan. Dan berhasil, meski jantungnya deg-degan, namun fisiknya terlihat santai dan nyaman.
Jill berdiri di depan meja Jeff, pria itu terlihat fokus menatap layar laptop. Jill tidak mau membuka suara lebih dulu, ia memilih berdiri dan diam meski Jeff mendiamkannya. Dan sekarang, Jill merasa seperti patung yang sama fungsinya seperti printer di dekat Jeff, didiamkan, dan berbunyi ketika dipakai.
Sampai hitungan lima menit, Jeff masih terlihat serius dengan laptopnya.
Jill mulai merasa jengah. Maunya apa sih? Jill disuruh menghadap tapi kini malah dicuekin. Dan sekarang ia harus bagaimana? Apakah mesti bertahan diam seperti patung? Kakinya mulai pegel. Sepatu high heel membuatnya cepat lelah dalam posisi berdiri tanpa bergerak.
Haruskah ia bertanya, ‘Bapak memanggil saya?’ Atau dengan kalimat manis lainnya, ‘Ada perlu apa, Pak?’
Ah, tidak. Jill tidak mau merendah di depan lelaki sombong yang hatinya dipenuhi sifat congkak. Ia harus menjaga harga diri. Memangnya hanya bos yang bisa bersikap jual mahal?
Lima menit berlalu.
Keadaan masih sama. Jeff tidak berubah dari posisinya. Bahkan pria itu semakin terlihat serius dengan pekerjaannya, sesekali ia menggeser mouse dan mengetik sesuatu.
Oh...
Sial!
Merasa muak, akhirnya Jill membalikkan badan dan berjalan meninggalkan ruangan.
Dia pikir siapa dia, seenaknya memperlakukan orang kayak boneka? Jill merutuk dalam hati.
Sesampainya di depan teras ruangannya, Jill menyandarkan punggung ke dinding. Ia mengatur nafas menahan kekesalan. Oh ya ampun, Jill melupakan sesuatu. Bukankah ia ingin membahas laporan yang sejak tadi ia tenteng? Lalu kenapa malah meninggalkan ruangan Jeff begitu saja?
“Jill Briana!” panggil Edo.
Jill mengangkat wajah dan menatap Edo yang berajalan ke arahnya. Jill berusaha membuang rasa dongkol dengan pura-pura ramah, bibir melebar demi melontar senyum membalas sapaan Edo. Itulah etika dalam perkantoran seperti yang pernah diajarkan HRD di awal ia masuk kerja. 3 S, senyum, salam, dan sapa.
“Apa kau baru saja keluar dari ruangan Jeff?”
“Iya, aku dari ruangan Pak Jeff,” jawab Jill mengangguk. Ia baru tahu kalau Edo menyebut nama Jeff tanpa embel-embel Pak.
“Kenalkan, aku Edo. KTU di sini.”
Mereka bersalaman. Beberapa hari yang lalu mereka memang sudah beberapa kali bertemu namun belum sempat berkenalan.
Jill mengangguk ramah. Ternyata tidak semua orang di kantor itu ganas dan mengerikan. Terbukti lelaki berperawakan tinggi dan rapi itu sopan dalam bertutur kata.
“Kalau begitu biar aku menemuinya sekarang.”
“Silahkan.”
Edo berjalan menuju ruangan Jeff dan menghilang di balik pintu yang tertutup. Tak lama Edo keluar lagi dan kembali menemui Jill.
“Jill, kau dipanggil Jeff,” tutur Edo.
Jill mengernyitkan dahi kuat. Baru saja ia berlalu dari ruangan Jeff hanya untuk bengong, sekarang Jeff sudah memanggilnya lagi. Keterlaluan.
“Aku baru aja dari sana memenuhi panggilannya. Tapi dia diem aja. Dia nggak ngomong apa-apa. Dan sekarang dia memanggilku lagi?”
Edo tersenyum melihat muka dongkol Jill yang terlihat menggemaskan saat kesal.
“Jill, Jeff itu atasanmu. Dia bisa marah kalo tau kamu nggak suka sama perintahnya.”
“Jadi karena aku bawahan, lantas aku bisa dibuat semena-mena, begitu? Lagi pula aku nggak ngomel di depannya, kok.”
TBC