Novel INDA dari episode 1-133 (Tamat)
Part selanjutnya Sequel dari Novel INDA.
-----
Ciuman tanpa disengaja menyebabkan wanita bernama Amrita Venisa harus menikah dengan pria bernama Aziz.
Amrita yang jaim kerap kali mengerjai suaminya. Dan Aziz yang baik hati dia tidak pernah marah akan tindakan konyol sang istri. Seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta pun tumbuh dalam hati keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asni J Kasim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INDA. Episode 30
Aziz melirik ibunya. Ia ingin memastikan bahwa apa yang ia takutkan tidak terjadi.
"Ya Allah, jangan sampai ya Allah, jangan sampai ibu melakukannya" batin Aziz.
Tante Eka menatap Aziz. "Ini ponselmu, jadi anak kok takut uangnya habis!" ketus Tante Eka berlalu pergi meninggalkan Aziz yang membulatkan mata tak percaya.
Tante Eka tersenyum saat apa yang ia cari sudah ia dapatkan. "Dengan begini, Amrita bisa punya tabungan untuk kebutuhan kuliahnya atau masa tuanya nanti" batin Tante Eka. Tante Eka membuka aplikasi BRI di ponselnya lalu mentransfer uang ke rekening menantunya.
"Aku tahu aku salah. Tapi aku tidak mencuri. Aku hanya memeras putraku lalu uang itu aku transfer ke rekening istrinya" batin Tante Eka. Satu juta seratus ribu berhasil ia transfer ke rekening menantunya. Sembilan ratus uang baju dan dua ratus uang belanja bahan makanan. Sebenarnya harga baju hanya delapan ratus lebih namun tente Eka membulatkannya menjadi sembilan ratus ribu.
Setelah selesai mentransfer uang, tante Eka beranjak dari sofa lalu masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar, ada Pa Sofyan yang tengah membaca buku.
"Apa yang ibu lakukan pada Aziz? Kenapa dia terlihat cemberut?" tanya Pa Sofyan tanpa memalingkan pandangannya.
"Aku memerasnya lalu uang itu aku transfer ke rekening istrinya. Ya... hanya untuk berjaga jaga saja Pa. Takutnya Aziz membahabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak berguna" jelas Tante Eka lalu duduk di samping suaminya.
"Papa setuju jika uang itu ibu transfer untuk menantu kita" balas Pa Sofyan.
Terdengar bunyi motor yang berhenti tepat di depan rumah mereka. Tante Eka beranjak dari duduknya mendekat ke jendela. Ia melihat ke bawah. Di bawah, ada Amrita dan Fakri yang baru saja sampai di rumah.
"Amrita, menantuku. Selama kamu bisa menjaga dirimu maka ibu akan selalu mendukung aktivitasmu. Kamu bisa bertahan sampai sejauh ini karena senior dan teman-temanmu, ibu tidak akan membatasi aktivitasmu tapi ibu akan selalu membantumu" batin Tante Eka.
Di lantai satu, tepatnya di depan pintu. Aziz sedang menghadang adik dan istri nakalnya. "Kalian berdua dari mana? Mana sayur, ayam dan rempah-rempah yang ibu suruh beli?" tanya Aziz sembari melipat kedua tangannya di dada.
"Harusnya aku yang bertanya, kenapa Om berdiri di depan pintu. Atau jangan-jangan Om khawatir pada kami? Ayo ngaku..." ujar Amrita. Ia tersenyum melihat raut wajah suaminya yang memerah.
"Cie... ada yang jatuh cinta ni" ledek Fakri. Ia berlari masuk saat Aziz menatapnya tajam.
"Hahahahaha. Kalau jatuh cinta, bilang Bos..." Fakri kembali meledek kakaknya.
"Om, apa benar yang dikatakan Fakri?" tanya Amrita tak percaya.
"Siapa juga yang jatuh cinta sama perempuan nakal seperti kamu. Sudah mau aktif kuliah tapi masih keluyuran" ujar Aziz berlalu masuk ke dalam rumah.
"Apa dia tidak tahu kalau aku cemas" batin Aziz. Aziz menoleh ke belakang, ia melihat istrinya sedang mengendap endap ke luar pagar.
"Hei...! Kamu mau ke mana lagi...!!" teriak Aziz.
Amrita menghentikan langkahnya, ia berbalik menatap suaminya yang menatapnya tajam. "Hehehehehe, mau siram bunga" balas Amrita. Alasannya sangat tidak tepat. Mana ada orang siram bunga diterik matahari.
Aziz menggeram dengan kuat. Ingin rasanya ia memberi pelajaran pada istrinya tapi rasa sayang mengalahkan niat jeleknya.
"Cepat masuk kamar! Alasan mau ke pasar tapi ternyata pergi jalan-jalan. Kamu itu tidak menjomblo lagi, kamu sudah bersuami. Harusnya kamu di rumah, bukan di jalan"
Amrita mengikuti langkah kaki suaminya, saat ia hendak masuk ke dalam kamar, kepalanya terbentur pintu. "Om...!! Jahat bangat sih!!" pekik Amrita dari luar. Ia memegang bagian kepalanya yang sakit akibat pintu yang ditutup Aziz secara tiba-tiba.
Amrita membuka pintu kamar lalu menutupnya. "Dasar suami tanpa belas kasih. Istri lagi sakit dia enak-enak tidur. Boleh dikata ini karena ulahnya. Coba jangan tutup pintu, pasti kepalaku tidak akan terbentur. Lihat saja nanti, aku tidak akan melayani Om" Amrita terus mengomel.
"Sudah marah-marahnya? Jika sudah maka mendekatlah" titah Aziz.
Amrita mendekat menghampiri suaminya di ranjang. "Duduk" titah Aziz.
Amrita duduk dihadapan suaminya tanpa menatap sang suami. Ia taku, takut jantungnya berdetak cepat jika ia menatap suaminya, karena jarak mereka sangat dekat.
Aziz tersenyum, ia membawa istrinya dalam dekapannya. "Jangan ke luar rumah tanpa seizinku. Kamu perempuan, aku takut kamu kenapa napa di jalan" ujar Aziz.
"Aku pergi bersama Fakri. Dan lagian, aku jago bela diri. Aku bisa melindungi diriku sendiri" balas Amrita tanpa memikirkan perasan suaminya.
"Ya sudah, ikuti apa maumu" ujar Aziz dengan kesal. Ia melepaskan pelukannya lalu beranjak dari ranjang.
"Apa dia pikir jawabannya barusan itu tidak melukai hatiku. Aku mencemaskannya namun dia biasa saja" gumam Aziz pelan. Berjalan menuju pintu kamar.
Sekali pun pelan namun masih bisa di dengar oleh istrinya. "Om..." rengek Amrita. Ia memeluk suaminya dari belakang.
Aziz tersenyum lalu kembali memasang raut wajah datar. "Ada apa?" tanyanya tanpa ekspresi.
"I Love You" kata Amrita kecoplosan. "Tidak tidak, bukan itu yang mau aku bilang" ujarnya dengan cepat. Ia tidak mau suaminya tahu perasaannya yang sebenarnya.
Aziz terkekeh mendengarnya. "Bilang saja iya, aku akan membalas perasaanmu karena kamu istriku" ujarnya.
Malam hari
Seusai makan malam, Pa Sofyan meminta keluarganya untuk duduk santai di ruang keluarga. Dan kini, mereka sedang duduk di ruang keluarga.
"Kapan-kapan kita pergi nonton di bioskop. Papa ingin kita sekeluarga nonton bersama" ujar Pa Sofyan yang dibalas anggukan oleh istrinya.
"Papa, aku mau requet filem Sabrina" ujar Amrita dengan girang.
"Tidak, aku tidak mau yang itu" balas Fakri.
"Hei, kamu laki-laki tapi takut sama Sabrina!" ketus Amrita. "Ow iya, aku baru ingat. Waktu itu, saat kita bertiga pergi nonton di bioskop, kamu berteriak saat Sabrina menampakan dirinya. Hahahahaha " ledek Amrita disertai tawa.
"Amrita..." Fakri berhambur menutup mulut Amrita agar Amrita tidak membongkar rahasianya yang lain.
"Apaan sih kamu!" ketus Amrita.
Fakri terkekeh melihat wajah Amrita saat sedang kesal. "Sahabatku yang bawel, ratunya tawuran, ratunya raja acting, jika kesal seperti ini kamu terlihat sangat cantik" kata Fakri melingkarkan tangannya di leher Amrita.
"Emangnya kamu tidak. Izinnya kerja kelompok tapi nyatanya ikut tawuran" kata Amrita kecoblosan.
"Apa!! Jadi Fakri sering ikut tawuran" Tante Eka membulatkan mata tak percaya. Ia tidak tahu jika anaknya sering ikut tawuran.
"Bu, jika aku tidak ikut, bagaimana nasib dua sahabatku, Hanin dan Amrita. Tidak mungkin aku membiarkan mereka berdua menghajar anak-anak dari sekolah lain yang suka mengganggu murid-murid perempuan dari sekolah kami" jelas Fakri dengan jujur. Berharap ibunya tidak marah.
"Jadi, tiap ada rusuh antara sekolah kita dan sekolah yang lain, kamu juga ikut terlibat?" tanya Pa Sofyan. Setahu Pa Sofyan, hanya Hanin dan Amrita yang suka memukul pria-pria dari sekolah yang lain.
"Hehehehehe. Amrita dan Hanin yang memintaku untuk diam agar aku tidak dihukum" ujar Fakri tersenyum canggung.
"Ya Allah Fakri...!! Kamu laki-laki tapi kamu bersembunyi dibalik dua sahabatmu!" Pa Sofyan nampak geram dan ingin menyentil putranya.
"Laki kok gitu" timpal Afika yang sedari tadi diam. Ia tidak menyangkah dengan sepupunya itu. Bisa-bisanya dia bersembunyi dibalik dua sahabatnya.
"Ya Allah, senakal itukah istriku" batin Aziz yang sedari tadi menyimak pembicaraan keluarganya.