NovelToon NovelToon
SAYAP PATAH MARIPOSA

SAYAP PATAH MARIPOSA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Lari Saat Hamil
Popularitas:274
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Seharusnya di bulan Juni, Arum tidak menampakkan dirinya demi mendapatkan kebahagiaan bersama seseorang yang di yakini bisa mengubah segala hidupnya menjadi lebih baik lagi. Nyatanya, sebelah sayapnya patah. Bukan lagi karena hujan yang terus mengguyurnya.

Sungguh, ia begitu tinggi untuk terbang, begitu jauh untuk menyentuhnya. Dan, begitu rapuh untuk memilikinya...

Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PERGI TANPA PERMISI

Arum masih tak mampu menerima apa yang baru saja terjadi kemarin. Bukan kata-kata Laura yang terngiang paling menyakitkan di benaknya—meski setiap hinaan itu terasa seperti goresan tajam di hati—melainkan sikap dingin dan keputusan mutlak yang terpancar dari perempuan itu. Tatapan Laura barusan begitu tegas, seolah tak menyisakan celah sedikit pun untuk harapan, seakan-akan garis nasib Arum dan Langit telah ditarik lalu dipatahkan tanpa ragu.

Dadanya terasa sesak. Ada sesuatu yang runtuh perlahan di dalam dirinya, lebih menyakitkan daripada amarah atau air mata. Bukan sekadar penolakan, melainkan kenyataan pahit bahwa seseorang telah dengan sadar memutuskan hidupnya, merenggut masa depan yang sempat ia yakini akan ia jalani bersama Langit.

Arum menggigit bibirnya, sampai sekarang, ia masih menahan isak yang memaksa keluar. Ia merasa tak lagi punya tempat untuk berpijak—seolah semua janji, semua kasih sayang, dan semua harapan yang pernah ia genggam kini berubah menjadi abu. Dan yang paling menyakitkan, Laura tak hanya menolaknya sebagai manusia, tetapi juga menutup pintu terakhir yang menghubungkannya dengan Langit, tanpa memberi Arum kesempatan untuk bertahan atau sekadar menjelaskan.

Kembali, seolah tak ingin kehilangan sesuatu yang benar-benar berharga dihidupnya, seolah tak ingin menerima kenyataan pahit bahwa ia harus melepaskan, Arum, dengan kondisinya yang semakin membaik di rumah sakit, kembali beranjak dari ranjang pasien ketika pagi buta ia terbangun dari tidur malamnya.

Gerak langkahnya mulai bisa berjalan meski perlahan, berjalan keluar menelusuri lorong rumah sakit yang nampak sepi—Hanya ada beberapa perawat yang melintas dan keluar masuk dari ruangan khusus maupun kamar pasien.

Arum akhirnya kembali tiba di depan ruang ICU. Langkahnya terhenti sejenak di ambang pintu, tubuhnya terasa kaku seolah keberanian yang tersisa mendadak menguap. Bau khas antiseptik kembali menyergap indra penciumannya, dingin dan menusuk, membawa serta kenyataan yang tak bisa ia hindari.

Perlahan, Arum melangkah masuk, langkahnya nyaris tak bersuara di atas lantai dingin. Ia semakin mendekat ke arah ranjang Langit, matanya terpaku lurus ke depan. Namun sesuatu terasa janggal. Suara monitor yang biasanya berdetak pelan—irama yang sejak tadi menjadi penopang harapannya—kini tak lagi menggema di telinganya. Ruangan itu terlalu sunyi.

Arum menghentikan langkahnya mendadak. Pandangannya tertuju pada ranjang di hadapannya… kosong.

Tak ada Langit di sana.

Jantung Arum seolah terhenti. Matanya membelalak, napasnya tercekat di tenggorokan. Tangannya refleks meraih sisi ranjang, seakan berharap semua ini hanya penglihatan yang keliru. Kursi di samping ranjang bergeser, selang-selang sudah dilepas, layar monitor mati—semuanya menjadi saksi bisu bahwa Langit benar-benar telah pergi.

“Mas…?” Lirih Arum, suaranya bergetar dan hampir tak terdengar.

Kepanikan merambat cepat ke seluruh tubuhnya. Perasaannya campur aduk antara takut, cemas, dan keterkejutan yang menusuk.

“Bu Arum?”

Sebuah suara menyapa dari belakang, membuat Arum tersentak. Ia menoleh cepat, matanya masih diliputi kepanikan. Seorang perawat berdiri tak jauh darinya, mengenakan seragam hijau muda dengan ekspresi waspada namun tetap lembut. Di tangannya terdapat papan catatan medis.

“Suster…” Ucap Arum panik. Tangannya gemetar saat meraih lengan seorang perawat yang hendak berlalu. Napasnya memburu, matanya memerah penuh ketakutan. “Pa–pasien atas nama Langit… dia ke mana? Apa dipindahkan? Kenapa tidak ada?!”

Pertanyaan itu meluncur bertubi-tubi, saling bertabrakan tanpa sempat ia kendalikan. Kepalanya dipenuhi kemungkinan terburuk, membuat dadanya semakin sesak. Arum mencengkeram lengan perawat itu lebih erat, seolah takut jika dilepaskan, jawaban yang ia butuhkan akan ikut menghilang.

"Suster, tolong jawab!" Desak Arum. "Pacar saya kemana, suster? Kenapa tidak ada di kamar ini lagi?!"

Suster itu menunduk sejenak. Tatapannya melembut, seolah sedang menimbang kata-kata yang harus ia sampaikan, meski udara di sekitar mereka semakin menegang, membuat jantung Arum kembali berdegup tak karuan.

Sang suster menelan saliva, “Ibu, untuk pagi ini… Ibu diperbolehkan untuk pulang.”

Ucapan itu meluncur pelan namun tegas. Suster tersebut menunduk sedikit, kedua tangannya terlipat rapi di depan tubuhnya. “Dan perihal pasien atas nama Bapak Langit… mohon maaf, saya tidak bisa memberitahu Ibu.”

Arum tertegun. Wajahnya memucat, matanya membulat tak percaya. “Kenapa?” Suaranya meninggi tanpa ia sadari. “Kok gitu?!”

Suster itu menghela napas singkat, lalu mengangkat wajahnya kembali. “Keluarga pasien menutup informasi terkait kondisi dan keberadaan beliau, Bu. Demi menjaga privasi pasien. Jika Ibu membutuhkan keterangan lebih lanjut, mohon untuk menanyakannya langsung kepada pihak keluarga.”

Kata-kata itu terasa seperti palu yang menghantam dada Arum. Kakinya melemas, seolah seluruh kekuatan yang menopangnya sejak tadi runtuh seketika. Ia berdiri terpaku, merasa asing di lorong rumah sakit yang mendadak terasa begitu dingin dan jauh.

Bukan sekadar ditolak untuk mendapatkan informasi—Arum merasa disingkirkan, dikeluarkan dari lingkaran hidup Langit tanpa perlawanan. Pagi itu, rumah sakit tak lagi menjadi tempat harapan, melainkan ruang sunyi yang menegaskan satu kenyataan pahit, bahwa ia tak lagi dianggap memiliki hak untuk tahu, apalagi bertahan.

"Tante Laura..." Gumamnya, sesaat sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan ruangan yang telah menjadi kenangan pahit untuknya bersama Langit.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!