"Memang ayah kamu gak ada kemana?" tanya Dira yang masih merasa janggal dengan apa yang dimaksud anak itu.
Divan berpikir. Sepertinya ia mencoba merangkai kata. "Kabul. Cali mama balu," jawab Divan. Kata itu ia dapatkan dari Melvi.
****
Bia gadis yatim piatu yang haus akan cinta. Dia menyerahkan segalanya untuk Dira, pria yang dia cintai sepenuh hati. Dari mulai cintanya sampai kehormatannya. Tapi Dira yang merupakan calon artis meminta putus demi karir, meninggalkannya sendirian dalam keadaan mengandung.
Demi si kecil yang ada di perutnya Bia bertahan. Memulai hidup baru dan berjuang sendirian. Semua membaik berjalannya waktu. Ia dan si kecil Divan menjalani hari demi hari dengan ceria. Bia tak peduli lagi dengan Dira yang wara wiri di televisi dengan pacar barunya.
Tapi rupanya takdir tak tinggal diam dan mempertemukan mereka kembali dalam kerumitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elara-murako, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Inikan Yang Kalian Tunggu?
"Yakin aku dan Melvi saja yang pergi?" tanya Jared terlihat menyesal karena Bia menolak pergi denganya.
Bia menggeleng. "Biasanya juga Melvi yang pergi. Jangan nanya terus, donk! Memang apa salahnya pergi dengan Melvi?" todong Bia.
Jared menunduk kemudian ia mengangguk dan masuk ke dalam mobil bak terbuka.
"Aku pergi dulu, Bi!" seru Melvi dari dalam mobil. Bia melambaikan tangannya ke arah Melvi.
Akhirnya ban mobil hitam itu meninggalkan halaman toko. Melvi dan Jared harus ke kota sebelah untuk mengambil bahan baku coklat. Mrs. Anne selalu menjaga kualitas rotinya sehingga mengambil bahan baku hanya dari produsen yang sama.
Sepeninggal mereka, Bia kembali ke dalam toko. Ia melewati etalase-etalase roti menuju meja kasir. Syukur ia bisa bersantai sebentar karena waktu sarapan sudah berakhir dan artinya sampai pukul satu siang, toko ini akan sepi.
Bia mengeluarkan buku gambar dari rak meja kasir. Ia selalu membuat gambar untuk ia tunjukan pada Divan sepulang dari toko. Baru dua garis ia buat dengan crayon, terdengar suara lonceng pintu tanda pelanggan datang. Bia langsung mengembalikan buku gambar dan crayon ke dalam rak meski acak lalu berdiri menyambut tamu.
"Selamat da ...." kalimat Bia terpotong begitu melihat wajah pelanggan yang datang pagi ini. Dia bukan orang yang biasa membeli roti di sini. Pelanggan baru yang datang dari masa lalu Bia.
"Bia?" Seperti halnya Bia. Orang itu juga terlihat kaget. Ia masih berdiri di dekat pintu menatap wanita yang kini jauh terlihat berubah.
Bia menelan ludahnya. Ada rasa perih tercekat di tenggorokan. Ia bisa rasakan getaran dari rasa takut dan amarah yang merasuk melalui aliran darah, menaikan kualitas adrenalinnya.
Bia bisa saja marah dan memaki manusia itu. Namun, ia tidak mau terlihat menyedihkan. Ia harus kuat seperti karang di lautan, berbohong seakan hidupnya bahagia tanpa manusia yang kini ada di hadapannya.
"Hai, Dira! Lama tidak ketemu," sapa Bia enteng sambil memperlihatkan senyum yang terkembang.
Dira sempat terdiam lalu mengangguk. Sungguh respon itu bukan hal ingin Dira lihat. "Baik. Kamu?" balas Dira dengan suara berat penuh rasa kecewa.
Ia pikir kepergiannya akan membuat Bia sedikit kehilangan. Namun, di matanya lain. Begitu tidak berharganya Dira hingga Bia terlihat baik-baik saja meski Dira pergi.
"Tentu saja baik. Aku tak menyangka ketemu kamu di sini. Aku pikir kamu gak akan balik lagi ke sini. Heren kayaknya menyenangkan," ucap Bia masih dengan senyum yang terkembang di wajahnya.
Padahal hatinya sudah mulai bergejolak. Antara menemui panggilan sebagai ibu yang kecewa atau kekasih yang rindu.
"Kau kerja di sini?" tanya Dira. Bia mengangguk. Ia melirik ke arah jam di dinding. "Masih pagi. Kamu gak kuliah?" tanya Dira telak membuat Bia seakan mendengar dentuman di telinga.
"Gara-gara kamu aku gak kuliah, dasar Mbok Doh!" umpat Bia di dalam hati.
Bia menggeleng. "Aku berhenti kuliah. Sudah lama," jawab Bia enteng.
Dira mengangkat sebelah alisnya. Ia tahu gadis itu. Baginya pendidikan hal paling utama. Bahkan lebih memilih merelakan kekasihnya pergi ke luar kota sendiri demi mengejar gelar di universitas Emertown.
"Apa aku tidak salah dengar?" Dira kembali memastikan.
Bia menggeleng. "Tidak, aku harus kerja. Tante sudah meninggal. Jika aku kuliah, aku makan dari mana?" ungkap Bia.
Jawaban yang menggoreskan luka di hati Dira. Ia tidak menyangka gadis itu akan mengalami hal menyedihkan seperti itu, bahkan tanpa keberadaannya. Lagi-lagi rasa bersalah mengerubungi batin Dira.
"Kenapa tidak datang padaku? Kau pikir aku akan biarkan kamu begini?" tegur Dira.
🌿🌿🌿
Aku Kejar setoran hari ini. Cicilannya lunas ya buat sekarang. 😉 ✌️
Biar Author senang, kasih sisa-sisa vote boleh gak, sama bantu scroll-scroll buat nambahina view. Apalagi banti promo. jadi makin rajin aku upnya 😍