NovelToon NovelToon
Selenophile

Selenophile

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Time Travel / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai / Healing / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:890
Nilai: 5
Nama Author:

Rasanya sangat menyakitkan, menjadi saksi dari insiden tragis yang mencabut nyawa dari orang terkasih. Menyaksikan dengan mata sendiri, bagaimana api itu melahap sosok yang begitu ia cintai. Hingga membuatnya terjebak dalam trauma selama bertahun-tahun. Trauma itu kemudian memunculkan alter ego yang memiliki sifat berkebalikan. Kirana, gadis yang mencoba melawan traumanya, dan Chandra—bukan hanya alter ego biasa—dia adalah jiwa dari dimensi lain yang terjebak di tubuh Kirana karena insiden berdarah yang terjadi di dunia aslinya. Mereka saling Dalam satu raga, mereka saling menguatkan. Hingga takdir membawa mereka pada kebenaran sejati—alasan di balik kondisi mereka saat ini. Takdir itu memang telah lama mengincar mereka

Gadis Takdir

"Keyakinanku semakin kuat bahwa kamu lah gadis takdir yang disebutkan dalam ramalan itu, Kirana. Kamu yang akan mengembalikan cahaya ke tempat di mana seharusnya dia berada," ujar Empu Agung dengan suara penuh keyakinan. Ramalan masa lalu itu pertama kali diterimanya setelah mendapatkan kepercayaan atas kekuatan suci.

Kirana merasakan dadanya berdegup kencang. Gelombang emosi yang bercampur aduk membanjiri pikirannya. Dia tidak tahu bagaimana harus mendefinisikan perasaannya saat ini. Semuanya terasa terlalu tiba-tiba dan membingungkan. Sebagai seorang manusia modern, dia hanya menginginkan kehidupan yang damai sampai menemukan cara untuk kembali pulang, tanpa harus terlibat dalam misi penyelamatan yang rumit dan penuh risiko.

"Maksud Empu, rembulan yang menghilang itu adalah Chandra?" tanyanya, berusaha memastikan apa yang baru saja didengarnya. Bibirnya gemetar, dan matanya mencari-cari penjelasan di wajah Empu Agung, berharap ada jawaban yang bisa memberikan sedikit ketenangan dalam ketidakpastian yang menggelayuti hati.

Empu Agung mengangguk perlahan. "Kita masih harus memastikannya terlebih dahulu. Ini mungkin berat untukmu, tetapi kamu tidak perlu khawatir. Empu akan membantumu menjalani takdir itu dengan sebaik mungkin. Sampai saat itu tiba, ada banyak hal yang harus kamu pelajari."

Kirana menunduk, kemudian menatap kedua tangannya. Dia teringat dengan ramalan yang Nyi Manu berikan padanya sebelum bertransmigrasi ke dunia ini. Ternyata, inilah takdir yang telah ditetapkan untuknya, takdir yang menyeret seorang Kirana Malikha Athaya sampai ke dunia ini. Dia tidak bisa mengelak atau lari seperti dulu lagi. Ini mungkin tidak mudah, tetapi setidaknya dia harus berusaha mempercayai kemampuannya dan uluran tangan orang-orang yang ada di sekelilingnya.

Kirana menggenggam tangannya erat, kemudian menatap Empu Agung dengan tekad yang membara. "Aku akan melakukan apa pun yang diperlukan, Empu. Aku akan melakukan apa saja untuk memenuhi takdir ini."

Empu Agung tersenyum lembut, senyum yang penuh harapan dan keyakinan. "Aku tahu kamu bisa, Kirana. Cahaya dalam dirimu akan memandu jalanmu."

Kirana menarik napas dalam. Beban di pundaknya semakin terasa nyata, namun di samping itu, dia juga merasakan kekuatan dan kepercayaan diri yang mulai tumbuh dalam dirinya. Kirana tidak akan melakukan hal yang sama seperti dulu. Hanya meratapi nasib sampai kematian menyapa. Kali ini, dia akan memutuskan untuk menerima takdirnya, dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi semua tantangan di masa depan. Di sini pun, dia tidak sendiri, ada orang-orang yang siap membantunya.

***

Setelah melakukan perjalanan panjang hanya untuk menemui Kirana, Arka akhirnya tiba di gapura megah yang berdiri kokoh di hadapannya. Gapura itu dihiasi ukiran-ukiran indah dengan motif alam dan mitologi, menandakan bahwa dia telah tiba di Langgar Suci. Tulisan dalam aksara Jawa Kuno terpahat di tengah gapura, "Sawagata", yang berarti "Selamat Datang" dalam bahasa Sansekerta Nusantara.

Gapura tersebut terbuat dari batu pualam putih yang berkilauan, memberikan kesan suci dan abadi. Di sekelilingnya, tanaman merambat tumbuh subur, seolah memeluk gapura dengan keindahan alami. Dua patung penjaga berdiri di kedua sisi gapura, masing-masing menggenggam tombak dan perisai, simbol perlindungan dan kehormatan.

Arka memandang gapura itu dengan perasaan campur aduk—antara kelelahan, harapan, dan rasa hormat. Langkah kakinya yang mantap sejenak terhenti, memberikan waktu bagi dirinya untuk meresapi momen penting ini. Dengan hati yang berdebar, dia melangkah melewati gapura bersama beberapa anggota pasukan yang setia menemani selama perjalanan. Apa pun yang akan terjadi, dia siap menghadapi segala kemungkinan yang menantinya di dalam Langgar Suci. Namun, kabar pertama yang didapatkannya justru membuat hatinya terhenyak—Kirana sedang dirawat di balai pengobatan oleh Empu Agung.

Kecemasan menyelinap ke dalam hatinya. Tanpa ragu, Arka bergegas menuju balai pengobatan, langkahnya semakin cepat seiring dengan meningkatnya perasaan cemas dalam hati sang putra mahkota.

Di balai pengobatan, Arka menemukan Kirana yang terbaring lemah di atas ranjang dalam keadaan mata yang terpejam, gadis itu terlihat begitu tenang. Empu Agung berdiri di sebelahnya, tampak larut dan penuh konsentrasi saat melakukan pengobatan terhadap Kirana. Arka menundukkan kepala dengan hormat sebelum bertanya dengan suara yang tertahan oleh kekhawatiran, "Bagaimana keadaan Nona Kirana, Empu?"

Empu Agung menoleh dan memberikan senyuman, seolah ingin mengisyaratkan bahwa Kirana baik-baik saja. "Jangan khawatir, Pangeran. Kirana dalam keadaan baik. Tubuhnya hanya butuh istirahat setelah perjalanan panjang yang melelahkan."

Arka menghela napas lega, merasa sedikit beban terangkat dari pundaknya. "Perjalanan?" gumamnya, dengan nada penasaran. Dia ingin bertanya lebih jauh tentang perjalanan panjang yang Kirana tempuh, namun merasa tak sopan untuk ikut campur dalam urusan Langgar Suci. Bagaimanapun, tujuannya datang kemari adalah untuk bertemu dengan Kirana dan mendiskusikan soal Chandra.

"Sepertinya, aku datang di saat yang tidak tepat," ucap Arka kemudian, mencoba memahami prioritas dan batasan meskipun dia adalah seorang putra mahkota. "Aku akan kembali ketika keadaan Kirana sudah pulih sepenuhnya."

Empu Agung mengangguk dengan penuh pengertian. "Itu keputusan yang bijak, Pangeran. Biarkan Kirana beristirahat sampai dia benar-benar pulih."

Dengan berat hati, Arka pamit mengundurkan diri pada Empu Agung. Dia bergerak menuju pintu dengan langkah hati-hati, tidak ingin mengganggu ketenangan tempat itu. Namun, takdir tampaknya berkehendak lain. Ketika Arka hampir mencapai pintu, tiba-tiba Kirana membuka matanya dan meringik kesakitan.

Suara Kirana berhasil memancing perhatian Empu Agung dan Arka. Keduanya segera berbalik dan bergegas ke sisi ranjang gadis itu. Arka merasakan kecemasan membanjiri hatinya sekali lagi. "Kirana, apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.

Empu Agung memeriksa Kirana dengan cermat, memegang pergelangan tangan Kirana untuk memeriksa denyut nadinya. "Tenang, Kirana. Apa yang kau rasakan?" tanya Empu Agung dengan suara menenangkan.

Kirana mencoba mengumpulkan kekuatannya untuk menjawab, wajahnya masih menunjukkan jejak kelelahan. "Aku ... hanya merasa sedikit pusing," katanya dengan suara lemah.

Arka menatap Kirana dengan perasaan bersalah karena merasa telah mengganggu waktu istirahatnya. "Maafkan aku, Kirana. Aku tidak bermaksud mengganggu," ucapnya dengan suara lirih, penuh penyesalan.

Empu Agung tersenyum lembut kepada Arka, lalu menepuk pundaknya dengan penuh pengertian. "Tidak perlu merasa bersalah, Pangeran. Mari kita berikan waktu untuk pulih sepenuhnya. Anda bisa tinggal di Langgar Suci sampai keadaannya benar-benar membaik."

Kirana memandang Arka dengan mata yang mulai menyesuaikan diri dengan cahaya di ruangan itu. Tatapannya tampak bimbang, namun perlahan menjadi lebih fokus. "Kau Arka?"

"Iya, Kirana. Aku Arka. Apa kau tidak mengenaliku lagi?" tanya Arka dengan nada cemas, khawatir dengan kondisi Kirana.

"Maafkan aku, kepalaku agak sedikit sakit, aku jadi tidak mengenalimu," jawab Kirana, sambil memegangi pelipisnya dengan tangan gemetar.

"Kau tidak perlu memaksakan diri untuk bicara denganku. Aku akan pergi. Kuharap, kau bisa beristirahat dengan tenang," kata Arka sambil melangkah mundur untuk memberi ruang istirahat bagi Kirana.

"Tidak! Ada hal yang ingin kutanyakan padamu." Kirana menahan Arka dengan tatapan penuh harap. Tangannya tanpa sengaja menggenggam pergelangan tangan Arka dengan erat.

Empu Agung yang bijaksana, melihat kesungguhan di mata Kirana, memberi isyarat kepada Arka. "Saya akan memberikan kalian waktu untuk bicara. Jika terjadi sesuatu pada Kirana, Saya menunggu di luar," ucap Empu Agung sebelum pergi meninggalkan keduanya.

"Arka," panggil Kirana.

Jantung Arka tiba-tiba berdetak lebih cepat saat mendengar Kirana memanggil namanya. Ada sesuatu dalam cara gadis itu melihatnya, membuat Arka merasa gelisah. Dengan ragu, Arka duduk di kursi tepat di samping tempat tidur Kirana.

"Seharusnya aku tidak berada di sini. Kau harusnya bisa beristirahat dengan tenang." 

"Tak usah pedulikan tentangku. Ada yang ingin aku dengar darimu," balas Kirana membuat Arka sedikit terkejut dengan cara bicaranya yang terkesan memaksa dan tidak sopan itu. Dalam kondisi seperti ini, dia terlihat sangat mirip dengan Chandra.

Arka mendesah, segera menyingkirkan pikirannya tentang Chandra. Dia tidak boleh memikirkan bahwa orang lain sebagai Chandra, hanya karena wajah mereka yang sama.

"Apa yang ingin kau dengar?" tanya Arka kemudian, matanya mencari jawaban di wajah Kirana.

"Ceritakan tentang Chandra."

"Chandra? Bukankah sebelumnya aku sudah menceritakannya padamu?" Arka mengernyit, merasa ada yang aneh dengan permintaan ini.

"Aku ingin mendengarnya lagi. Untuk sekali ini saja," pinta Kirana, matanya bersinar penuh harap.

"Baiklah. Aku akan menceritakannya padamu," jawab Arka, duduk lebih dekat, mencoba menenangkan hatinya yang masih dilanda kebingungan.

Arka mulai menceritakan kembali tentang Chandra, mengenang setiap detail kenangan yang tersimpan rapi dalam ingatannya. Gadis itu mendengarkan dengan saksama, wajahnya penuh konsentrasi. Sesekali, senyum tipis menghiasi bibirnya saat mendengar bagian yang menyenangkan dari cerita itu. Namun, ketika cerita beralih pada bagian yang menyedihkan, matanya mulai berkaca-kaca. Setetes air mata jatuh dari sudut matanya, menandakan betapa dalam dia merasakan kisah tersebut.

Arka memperhatikan perubahan ekspresi Kirana dengan seksama, merasa heran dengan intensitas emosinya. Dia terkesan dengan betapa empatiknya Kirana terhadap cerita yang dia sampaikan, seolah-olah dia juga mengalami setiap momen tersebut.

Tanpa sepengetahuan Arka, yang berhadapan dengannya saat ini sesungguhnya Chandra yang asli. Chandra telah bertukar tubuh dengan Kirana, supaya Chandra mendapatkan pengobatan dari Empu Agung sampai keadaannya membaik. 

Bersambung

Jum’at, 10 Oktober 2025

1
Zeepree 1994
bagus ceritanya makin bikin penasaran, semangat ka author semoga rame yang mampir baca
Ismi Muthmainnah: Aamiin. Terima kasihhh💐
total 1 replies
Zeepree 1994
assalamualaikum ka othor semoga sukses ya ceritanya, aku izin baca ya Thor
Ismi Muthmainnah: Wa’alaikumussalaam. Terima kasih sudah tertarik buat baca dan kasih like juga😇 Aamiin, semoga ceritanya menghibur yaa🌹
total 1 replies
MARQUES
lanjutkan terus thor nulis novelnya kalau bisa bikin novel romansa fantasi aja terus tapi bikin nagih dan MC cewenya ga gampang luluh sama cowo🙏😄
Ismi Muthmainnah: Iya nih kak😂😭😭 Makasih banget yaa udah kasih masukan. Lumayan juga menurutku fantasi bangun wordbuldingnya
total 3 replies
Ismi Muthmainnah
Ini cerita pertama aku setelah hiatus lama. Selamat menikmati bagi yang suka cerita fantasi transmigrasi, tapi halal🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!