Gadis Penebus Hutang

Soraya? 

Tentang siapa dan secantik apa wanita bernama Soraya itu seketika membuat batin Nazura merasa gelisah. Ia memang menyadari kalau dirinya hanyalah penebus hutang, tetapi ia adalah wanita biasa yang menginginkan rumah tangga yang utuh. Tidak ingin ada wanita idaman lain di hati suaminya meskipun untuk saat ini mereka belum saling mencintai. 

Namun, sekali lagi. Ia harus sadar diri. 

"Jika dibandingkan Soraya, kamu ini kalah jauh. Tidak ada apa-apanya sama sekali. Jadi, lebih baik kamu mundur sebelum semakin sakit hati karena ternyata kamu hanyalah penebus hutang," perintah Rosa. Namun, tidak ada yang dilakukan Nazura selain diam dan merasakan kegelisahan  hatinya. 

"Kamu tenang saja soal bantuan yang aku tawarkan kepadamu. Uang yang kuberikan nanti, aku tidak akan memintanya kembali. Aku akan memberikan secara cuma-cuma asal kamu pergi sejauh mungkin dari kehidupan putraku," imbuhnya. 

"Ma-maaf, Nyonya." Nazura memberanikan diri untuk berbicara. "Saya tidak bisa meninggalkan Tuan Roger begitu saja karena bagaimanapun juga saya adalah istri sahnya. Saya akan pergi jika Tuan Roger yang memintanya langsung atau bahkan menceraikan saya." 

Mendengar ucapan Nazura, seketika membuat Rosa merasa geram. "Aku memberimu perintah tidak untuk dibantah! Aku tidak mau citra putraku di depan orang lain menjadi buruk hanya karena menikahi gadis miskin sepertimu!" 

Ingin sekali Rosa merem*s wajah Nazura yang terlihat mengesalkan baginya. Ia tidak menyangka jika Nazura berani membantah perintahnya padahal ia sudah berniat memberikan uang secara cuma-cuma. 

"Maaf, Nyonya. Saya harus pergi sekarang juga karena tidak bisa berlama-lama di sini." Nazura bangkit berdiri, sedikit membungkuk hormat lalu pergi begitu saja meninggalkan Rosa yang sedang menatap sengit ke arahnya. 

"Kurang ajar! Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam. Akan kubuat kamu meninggalkan putraku," gumam Rosa sembari memukul meja secara perlahan. 

***

Roger tampak sedang sibuk berkutat dengan komputer di depannya. Membereskan pekerjaan yang masih cukup banyak. Namun, tiba-tiba Roger dikejutkan dengan suara ponsel yang berdering ketika sedang berpikir serius. Ia berdecak kesal dan mengumpati siapa saja yang menghubunginya. Namun, ketika melihat nama yang tertera di layar, Roger pun langsung menerima panggilan tersebut. 

"Hallo, Soraya. Ada apa?" tanya Roger lembut. 

"Aku di lobi kantormu. Bisakah kamu menjemputku? Resepsionis barumu melarangku naik." 

"Memangnya kamu sudah pulang?" Roger merasa heran dan tangannya mulai mengecek CCTV bagian lobi. Benar saja, ia melihat Soraya yang sedang berdiri sambil menelepon. "Tunggu sebentar. Aku turun sekarang." 

Roger pun mematikan panggilan tersebut dan berjalan cepat meninggalkan ruangannya. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Soraya. Wanita yang selalu ia rindukan kehadirannya. 

Ketika baru saja keluar dari lift, Roger tersenyum simpul ketika Soraya berlari mendekat dan mereka pun berpelukan erat. Hal itu sontak membuat beberapa karyawan menatap heran. 

"Kapan kamu pulang? Kenapa tidak bilang padaku?" tanya Roger. Mendaratkan ciuman di puncak kepala Soraya. 

"Kemarin. Aku sengaja membuat kejutan untukmu. Apa kamu terkejut?" Soraya bertingkah manja. 

"Tentu saja. Kalau kamu bilang dari kemarin, sudah pasti akan menjemputmu." 

"Ya, dan kalau kamu menjemputku, sudah pasti hal ini tidak akan menjadi kejutan untukmu," timpal Soraya. Membuat Roger merasa sangat gemas dan hampir saja mencium pipi Soraya jika tidak teringat mereka sedang di kantor saat ini. 

Roger mengajak Soraya ke ruangannya karena tidak ingin makin menjadi pusat perhatian para karyawannya. Ketika telah masuk ke ruangan, mereka pun duduk bersebelahan di sofa. Bahkan, dengan manjanya Soraya menyandarkan kepala di bahu Roger. 

"Apa kamu merindukanku?" tanya Soraya. 

"Tentu saja." Roger lagi-lagi mencium puncak kepala wanita itu. 

"Dan katakan yang sejujurnya, selama aku pergi kamu tidak bermain wanita 'kan? Awas saja kalau kamu sampai bermain dengan wanita lain. Aku tidak akan segan-segan memberi hukuman untukmu," tukas wanita itu. 

Bibir Roger seketika terkatup rapat. Bayangan Nazura tiba-tiba mengusik pikirannya. Ia tidak tahu apakah saat ini harus berbicara jujur atau tidak. Lelaki itu benar-benar merasa bimbang. 

"Roger!" Soraya memukul paha Roger cukup kencang hingga membuyarkan lamunan lelaki tersebut. 

"Aduh, sakit. Kamu nakal, ya." Roger benar-benar gemas dengan wanita itu. 

"Habisnya kamu nyebelin," cebiknya. 

"Tidak. Aku mana mungkin memiliki wanita lain, sedangkan aku sudah memiliki wanita sempurna seperti dirimu." 

"Gombal!" 

Roger hanya terkekeh ketika mendengar decakan lidah Soraya. Namun, siapa sangka kalau batin lelaki itu sedang merasa sangat gelisah saat ini. Hatinya pun benar-benar terusik.