"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."
Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.
Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.
Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.
Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?
Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Aku Tahu
...“Aku tau seperti apa masa lalu kamu dan Gerry.” — Alessandra Hoffner...
Alessa dan Lea masuk ke kamar di mana Hugo masih tertidur lelap dengan guling kesayangannya. Dua orang wanita itu duduk di sisi ranjang yang berbeda dan saling berhadapan.
Entah apa yang membuat Alessa memberanikan diri memulai pembicaraan duluan, tapi … pembicaraan Alessa cukup membuat Lea terkejut. “Lea ….”
“Aku tau seperti apa masa lalu kamu dan Gerry.”
Lea terbelalak kaget. Namun yang semakin membuat ia kaget adalah ekspresi Alessa saat itu. Wanita itu mengatakan hal seperti itu dengan santai? Jika ia yang menjadi Alessa saat itu, tentu saja ia enggan berhadapan dengan masa lalu suaminya saat ini.
“Tenang saja,” Alessa menangkap ekspresi tak nyaman Lea. “Aku mengatakan ini, agar kamu nggak perlu merasa bersalah dengan Gerry. Tapi, aku berterima kasih padamu.”
“Karena kamu, dia patah hati dan pergi ke Berlin. Kalau dia nggak patah hati, belum tentu dia ke Berlin, ‘kan? Dan mungkin sekarang dia masih menjadi playboy yang belum insaf,” imbuh Alessa sambil terkekeh.
Terlihat jelas di wajah Alessa bahwa saat ini ada api cemburu yang perlahan hilang karena melihat fakta sebenarnya. Hanya saja, kini ia tak ingin lagi terus berspekulasi sendiri dan membuat hatinya sakit sendiri.
“Al, jujur aku nggak pernah sekalipun punya perasaan cinta atau sayang dengan Kak Gerry,” Lea menatap Alessa dengan penuh rasa bersalah. “Tapi saat itu aku lagi bingung dan nggak bisa menentukan mana yang salah dan benar.”
Alessa bangkit dari duduknya, kemudian kini ia berpindah duduk bersebelahan dengan Lea. Ia memegang bahu Lea. “It’s okay, Lea. Aku sudah mendengarkan semua masa lalu yang kamu dan keluarga kamu alami. I’m sorry for that.”
“Tapi, maaf karena sebelumnya aku sempat merasa cemburu sama kamu,” imbuhnya lagi.
“C—ce … cemburu?” Lea mengerutkan keningnya.
“Hm. Cemburu.” Alessa tersenyum. “Sorry, aku terlalu ke kanakan ya? Hahaha.”
“No. Kalau aku di posisi kamu, aku juga akan merasakan hal yang sama. Apa yang suami aku pikirkan sampai datang ke rumah masa lalunya?” jelas Lea membela Alessa. “Tapi ya apa boleh buat? Karena suami kita bersahabat.”
Lea menunjukkan ekspresi sedih dengan wajah mengkerut. Alisnya yang turun dengan bibir yang melengkung ke bawah. Rasanya tak nyaman jika berhadapan dengan wanita yang tahu seperti apa masa lalu ia dan Gerry. Tapi, karena Luca dan Gerry bersahabat, mau tak mau ia harus meluruskan kesalahpahaman ini, ‘kan?
“Alessa,” Lea memegang kedua bahu Alessa. Matanya menatap fokus ke arah mata biru wanita yang ada di depannya. “Aku nggak ada perasaan apapun sama Kak Gerry. Sumpah!”
Alessa tertawa pelan, takutnya Hugo terjaga jika ia tertawa keras. Kini ia memeluk tubuh Lea yang lebih muda darinya saat itu. “Jangan takut. Aku mengikutimu ke sini, karena ingin berteman dan bersahabat seperti suami kita yang bersahabat.”
“Maaf kalau kedatanganku membuatmu nggak nyaman,” imbuh Alessa lembut.
Lea balik memeluk tubuh Alessa. Ada perasaan lega saat ia memeluk tubuh wanita itu. Perasaan lega karena ia akan bersahabat dengan Alessa dan wanita itu tak keberatan dengan apa yang terjadi di masa lalu. “Makasih, Alessa.”
Keduanya saling berpelukan dengan hangat. Tak lama kemudian, Hugo pun terjaga. Dan tentu saja Alessa sangat senang bayi itu bangun. Ia bisa bermain sepuasnya dengan Hugo.
Selama beberapa hari, Alessa menawarkan diri untuk ikut serta merawat dan menjaga Hugo. Yah, anggap saja ia ingin mencoba merasakan menjadi ibu selama beberapa hari ia di sana. Karena kalau ia sudah kembali ke Berlin, belum tentu ia bisa merasakan menjadi seorang ibu walaupun sudah melakukan operasi.
“Buka mulutnya, Sayang?” ucap Alessa sambil mengarahkan sendok kecil ke arah Hugo.
Hugo yang kini sedang duduk di kursi makan bayi lengkap dengan atribut makannya, ia membuka mulutnya dengan penuh semangat.
“Ammm … anak pinter,” ucap Alessa girang.
“Widihhh, pinter banget,” seru Lea sambil tepuk tangan ke arah anaknya. Ia bersemangat menemani Alessa yang sedang menghabiskan waktu dengan Hugo.
Sementara itu, diam-diam Gerry melihat Alessa dari kejauhan. Melihat wanita yang ia sayangi sangat menggebu-gebu saat menyangkut sesuatu tentang bayi dan anak. Tak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa dan berharap agar operasi yang akan istrinya jalani lancar dan proses mereka memiliki anak semakin dipermudah. Tentu saja itu membutuhkan waktu yang lama dan tidak instant!
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung …....
eh tapi udah punya suami Deng🤣🤣🤣
Thor lanjut ceritanya bagus banget 👏🏻👏🏻
masih banyak jaln menuju Roma..
😀😀😀😀❤❤❤❤❤
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
akhirnya mumer sendiri..
😀😀😀😀😀❤❤❤❤