TERJEBAK TOXIC BOS

Happy reading...

Jika ada kegilaan dalam cinta, itu adalah aku yang telah jatuh cinta padamu gadis sang penakluk hatiku. Jika wujud keabadian yang paling sejati, yaitu cinta. Jadilah cinta terakhir untuk hidupku.

by. Sagara Bumi Samudera.

🍁🍁🍁

POV Maidina.

Waktu bergulir dengan cepat, tak terasa hari sudah tiba di akhir pekan lagi.

Ku lirik benda bulat yang berdetak, menunjukkan pukul 18.00 WIB. Bos Sagara dan Om Dahlan juga belum pulang dari shooting terakhirnya. Keputusan Papanya tidak bisa diganggu gugat, Tuan Giordan mengancam putranya itu, jika tidak mengundurkan diri dari dunia entertainment, maka Bos Sagara tidak akan mendapatkan kesempatan untuk menggantikan posisi tertinggi di Perusahaan GA Group.

Perdebatan yang sangat alot itu, akhirnya berhasil dengan jalan damai, berkat Nyonya Lili yang menjadi penengah dua pria yang berbeda usia itu.

Aku merebahkan tubuh di atas sofa sambil membaca novel online favoritku, bergenre fantasi urban yang sedikit dibumbui dengan romance. Di saat lagi seru-serunya baca cerita yang lagi tegang, tiba-tiba ponsel yang kupegang berdering.

"Astagfirullah," pekikku.

Suara deringan yang mengejutkan aku, hampir saja ku lempar benda pipih yang sedari tadi di tangan. "Untung tidak aku lempar HP ini! Tapi jantungku rasanya ingin lompat," aku mendumel sendiri, lantas menutup bacaan novelku terlebih dulu, baru aku mendarat ke aplikasi hijau dan tertera nama Bos Bucin.

Belum sempat aku memencet tombol hijaunya, suara deringan itu sudah mati duluan. Dan ketika aku mau memencet nomor itu, tiba-tiba nama Bos Bucin, tampil lagi di layar ponselku memanggil tiada henti, sebelum aku menjawabnya.

"Assalamu'alaikum, Bos," sapaku dengan mengucapkan salam.

Tanpa membalas salamku, Bos bucin itu sudah bercuap-cuap seperti penyiar radio yang sedang siaran pagi hari menyapa para pendengarnya, jaman bahula.

"Kemana aja sih, dari tadi nggak diangkat! Masih sore juga sudah molor!" suara cempreng yang mengudara di telepon genggamku ternyata Om Dahlan, bukan Bos bucin. "Tumben pakai nomor Bos Sagara?" tanyaku dalam hati saja, takut kena semburan lumpur lapindo dari gua beracun milik Om Dahlan.

"Aku harus jawab yang mana dulu ini, Om Dahlan," bukannya menjawab pertanyaan pria kemayu itu, aku malah membuat pertanyaan yang pastinya nanti akan mendapatkan omelan sebagai jawabannya.

"Terserah!" singkatnya.

'Tumben irit banget jawaban si kembang api,' batinku menerka-nerka ada apa gerangan. Padahal gerangan juga pasti enggak tau jawabannya.

"Hallo, kamu masih on kan?"

Degh!

Aku yang sedang rebahan malas, seketika duduk menegang. Tiba-tiba saja jantung ini berdetak lebih cepat, dikala mendengar suara Bos bucin. 'Jangan katakan kalau kamu sudah sangat mencintainya! Ingat Tuan Giordan tidak mau menerima kamu sebagai menantunya!' suara-suara negatif langsung berterbangan seperti kupu-kupu di kepalaku, mengejek.

"Eh, iya, Bos. Aku masih di sini," jawabku sedikit gelagapan.

"Tak usah masak untuk makan malam, setengah jam lagi aku sudah sampai apartemen. Kita makan di tempat biasanya," ucap Sagara.

"Iya, aku belum masak untuk makan malam," jawabku.

Setelah pembicaraan singkat antara aku dan Bos Sagara, ku tutup aplikasi hijau dari layar ponsel. Lantas, segera aku beranjak ke kamar dan bersiap diri.

-

-

-

Sagara dan Dahlan, masuk ke dalam lift bergantian. Lalu menekan tombol angka sembilan menuju lantai kamarnya berada. Beberapa detik kemudian pintu lift tertutup rapat dan membawa kedua orang yang berdiri di dalamnya.

Hanya sekejap mata, bunyi dentingan terdengar. Lift pun terhenti di angka sembilan, sesuai tombol yang dipencet. Dan tak lama pintu lift terbuka sempurna. Sagara melangkah keluar terlebih dulu dan di belakangnya diikuti sang manager gemulai itu.

Setelah menempelkan access card di box samping pintu, lalu terdengar kuncinya terbuka.

Sagara menekan gagang pintu, lantas mendorongnya.

"Aura!" panggil Sagara pada Maidina.

Maidina tak bisa menjawab, tenggorokannya terasa tercekat karena sulit untuk mengeluarkan suara. Segera dia menghapus sisa air mata di pipinya. Dia tidak ingin kedua pria yang barusan masuk ke dalam ruangan yang sedikit redup pencahayaannya itu, mengetahui bahwa dirinya habis menangis.

"Aura!" panggil Sagara kembali.

Dahlan menimpali, "Kenapa lampunya dibuat redup begini?"

"Sudah jangan berisik!" seloroh Sagara tidak mau memperpanjang.

"Iya, aku di sini," sahut Maidina dengan suara sedikit bergetar.

"Kamu sudah siap," Sagara sudah berdiri tepat di hadapan Maidina.

Mengangguk dan tersenyum itu lah, jawaban gadis yang beranjak dari duduknya di sofa.

Tanpa menunggu lama, akhirnya mereka bertiga berangkat untuk makan malam dan mengisi akhir pekannya.

-

-

DEJAVU Cafe, tempat nongkrong favorit Sagara bersama Dahlan dan juga Maidina. Tak harus mewah, tapi tempat yang menyenangkan dan pastinya membuat betah mereka yang berkunjung di sana.

Tempat yang unik dan asik, juga kenikmatan kopinya menagih untuk datang kembali singgah.

Interior yang sangat kece, di sudut lantai dua bertengger manis dart game. Dinding-dinding bata dicat putih yang memberi kesan luas, dengan jendela-jendela kaca besar yang memungkinkan cahaya masuk lebih banyak. Juga lantai dua yang didesain terbuka memungkinkan pengunjung melihat kegiatan di lantai satu. Sebuah Cafe yang luas melegakan pandangan para pengunjungnya.

Barista di balik coffee bar tersenyum ramah. Setelah memilih menu pilihan Sagara jatuh pada kopi Malabar Natural. Sweet, acididty and fruity menyatu utuh dalam tegukan. Sedangkan Maidina dan Dahlan memilih cafe latte. Secangkir cafe latte dengan keseimbangan susu dan kopinya membuat hati gadis cantik itu gembira. Si pria gemulai itu juga menjatuhkan pilihan yang sama. Tapi dia menginginkan yang tidak terlalu milky atau terlalu coffee. Semuanya harus terasa seimbang sesuai pesanannya.

Mereka juga memesan Potato wedges, spaghetti bolognese, mini me burger dan kentang goreng sebagai cemilannya.

Suara mesin espresso yang mencipta kopi beradu dengan deru mesin penggiling kopi nan berisik tapi asik, sebagai hiburan tersendiri. Juga pemandangan asap kopi yang mengepul saat proses seduh menyeduh berlangsung adalah sebuah harmoni bagi sang pendengar, ibarat menonton sebuah pertunjukan gratis yang disuguhkan oleh seorang Barista, mengingat kembali Maidina pada keluarganya yang sedang menanti kabar darinya.

Semakin malam semakin ramai, sekelompok anak muda sedang memainkan alat musiknya untuk menghibur dengan alunan melodi yang indah. Seorang pianis yang tangannya menari-nari dengan lincah di atas keyboard dengan nada yang sama indah. Petikan gitar yang mengalun hingga terhanyut dalam imajinasi.

Mereka memilih tempat duduk di lantai satu, agar bisa langsung melihat para penghibur cafe.

Aku suka dia sama dia juga suka

Tapi kenapa sih mama bilang kalau ini cinta monyet

Oh padahal hatiku sering deg-degan

Saat ku dengan si dia iyih masa cinta ini cinta monyet

"Tapi dia bukan monyet tapi bidadari turun jatuh di jembatan," ucap Sagara memandang Maidina begitu dalam.

💖💖💖💖