Entah ini mimpi atau nyata, namun Jenny benar-benar merasakannya. Ketika dia baru saja masuk ke dalam rumah suaminya setelah dia menikah beberapa jam lalu. Jenny harus dihadapkan dengan sikap asli suaminya yang ternyata tidak benar-benar menerima dia dalam perjodohan ini.
"Aku menikahimu hanya karena aku membutuhkan sosok Ibu pengganti untuk anakku. Jadi, jangan harap aku melakukan lebih dari itu. Kau hanya seorang pengasuh yang berkedok sebagai istriku"
Kalimat yang begitu mengejutkan keluar dari pria yang baru Jenny nikahi. Entah bagaimana hidup dia kedepannya setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu?
Betapa Hildan senang karena Mama yang mau mempertemukan dirinya dengan Jenny. Meski dia sedikit kesal saat tahu jika Mama dan Zaina sudah sering bertemu dengan Jenny di Villa ini. Hildan diam di balik dinding yang menghubungkan ruang tengah dan dapur. Ketika dia mendengar Zaina yang berteriak memanggil Bundanya, Hildan sedikit melongokan kepalanya dan melihat istrinya yang berjalan masuk ke dalam Villa ini.
Dia istriku, Ya Tuhan betapa aku merindukannya.
Hildan kembali bersembunyi di balik dinding karena dia tidak mau Jenny mengetahui keberadaannya sebelum waktunya. Hildan memegang dadanya yang berdebar sangat kencang ketika Hildan kembali melihat sosok istrinya yang dia cari-cari selama ini.
Tubuh Hildan mematung seketika saat dia mendengar ucapan anaknya yang mengatakan jika dia akan mempunyai adik bayi yang sekarang masih berada di dalam perut Bundanya. Dan lebih terkejut lagi ketika Jenny yang mengiyakan ucapan Zaina itu.
Apa Jennyku hamil? Ya Tuhan, kenapa aku sampai tidak tahu soal ini.
Kembali pada percakapan Jenny dan Zaina yang selalu senang bercerita banyak hal yang da alami pada Jenny. Mau itu tentang kejadian di sekolah atau mungkin di rumahnya. Tidak jarang Zaina juga menceritakan tentang Ayahnya yang juga membuat Jenny sedikit gugup dengan mendengar cerita anaknya tentang Hildan.
"Jenny, Mama ingin berbicara sebentar dengan kamu"
Jenny langsung menolah pada Mama dan menatap Mama dengan penuh rasa curiga ketika Mama mengatakan ingin berbicara dengannya. Karena memang tidak mungkin Mama membahas hal lain jika bukan tentang hubungannya bersama Hildan yang sedang berantakan ini.
"Bunda, Oma Zaina main di teras depan ya"
"Iya Nak"
Zaina yang bermain di teras depan membuat Mama semakin mempunyai kesempatan yang lebih bebas untuk berbicara dengan Jenny. Mama membuka ponselnya dan menyalakan sebuah rekaman suara saat percakapannya dengan Hildan di kamar saat malam itu.
Aku benar-benar telah sadar jika aku memang mencintai Jenny Ma. Jadi tolong untuk tidak meragukan lagi perasaan aku ini. Aku sudah sangat menyesal dengan semua yang pernah aku lakukan pada Jenny.
Jenny terdiam saat dia jelas mendengar suara suaminya dalam rekaman suara di ponsel Mama. Jenny menatap Mama dengan tidak percaya, dia masih merasa tidak percaya jika suaminya akan mengatakan itu.
"Jenny, sebenarnya Hildan sudah menyesali perbuatannya sejak kamu pergi meninggalkannya. Dia sudah mendapatkan balasan dari perbuatannya. Dia begitu tersiksa dengan penyesalannya"
Jenny menatap Mama yang memegang tangannya. Dia menghembuskan nafas pelan. "Tapi Mas Hildan sudah menikah dengan Erina. Karena Erina yang menjadi jodoh yang di pilihkan mendiang istrinya. Sudah cukup aku menjadi istri yang selalu berdiri di bawah bayang-bayang mendiang istrinya Mas Hildan Ma. Aku akan berpisah dengan Mas Hildan setelah anak ini lahir"
Hildan yang berdiri di balik dinding, tidak bisa hanya berdiam saja dan tidak menjelaskan apapun saat sekarang wanita yang dia cari sudah berada di depannya. Hildan keluar dari persembunyiannya dan menyangkal ucapan Jenny.
"Aku tidak pernah menikah dengan Erina!"
Deg..
Tubuh Jenny mematung seketika saat dia mendengar suara bariton yang jelas dia ketahui milik siapa itu. Jenny berbalik dan melihat sosok pria yang dia hindari berdiri tidak jauh dari sofa yang dia duduki. Jenny berdiri dengan tangan memegang perutnya, dia takut jika Hildan akan marah saat dia mengetahui jika Jenny sedang mengandung anaknya.
Hildan berjalan mendekat pada istrinya itu, hatinya tersayat ketika dia melihat bagaimana tatapan Jenny yang penuh rasa takut padanya. Hildan tahu pasti istrinya ini masih merasakan ketakutan yang sama setelah apa yang pernah Hildan lakukan padanya di masa lalu.
"Jenny, maafkan aku"
Jenny mundur dua langkah ketika dia mendengar ucapan lirih suaminya yang meminta maaf padanya. "Un-untuk apa datang kesini?"
Hildan mendongak dan menatap Jenny dengan tatapannya yang sayu. Dia jelas melihat bagaimana Jenny yang begitu ketakutan padanya, bahkan terdengar jelas dari suaranya yang bergetar.
"Maafkan aku, tolong beri aku kesempatan lagi"
Jenny menghembuskan nafas pelan, dia mencoba untuk menetralkan kembali perasaannya yang mulai kacau ketika melihat Hildan yang sekarang berdiri di depannya.
"Aku sudah memaafkan Mas Hildan, tapi tolong jangan ganggu aku dan jangan sakiti aku lagi Mas. Aku ingin hidup dengan tenang"
Hildan mengusap wajah kasar ketika dia mendengar ucapan istrinya itu. Sedalam itu luka yang dia tanamkan di hati Jenny hingga dia begitu takut padanya, bahkan untuk memulai kisah baru saja sangat sulit untuk Jenny.
"Aku janji tidak akan melukaimu lagi Jenny, tolong beri aku kesempatan kedua"
Kali ini Jenny memberanikan untuk menatap suaminya. Matanya menatap Hildan dengan berkaca-kaca. Jelas terlihat luka yang mendalam di balik tatapan mata Jenny itu.
"Semuanya tidak akan sesakit ini jika aku tidak jatuh cinta padamu, Mas. Bodohnya karena aku sudah jatuh cinta padamu sebelum kita menikah, di saat kamu begitu pandai bersandiwara dan membuat aku benar-benar terjatuh dalam pesonamu. Namun setelah itu kau hempaskan aku hingga aku benar-benar merasakan sakit yang begitu dalam"
Akhirnya Jenny bisa mengungkapkan apa yang ada di pikirannya itu. Jennya yang bisa meluapkan rasa sakit yang selama ini dia pendam sendiri.
Hildan meraih tangan Jenny dengan lembut, dia tahu jika apa yang sudah dia lakukan itu memang sangat membuat Jenny terluka. "Maafkan aku Jenny, apa tidak bisa kita memulai semuanya dari awal lagi? Aku mencintaimu"
Jenny tersenyum, namun dengan air mata yang menetes di pipinya. "Kamu hanya sedang menyesal dan mencoba menebus kesalahan kamu dengan berkata jika kamu memang mencintaiku. Padahal kenyataannya kamu tidak pernah mencintaiku, Mas"
Hildan menggeleng pelan dengan sudut matanya yang mulai berair. Dia menatap Jenny dengan lekat, jelas sekali Hildan melihat luka di balik tatapan Jenny kali ini.
"Aku minta maaf Jenny, aku memang salah dan telah melukai kamu. Tapi aku benar-benar mencintaimu sekarang, aku yang bodoh hingga terlambat menyadarinya"
Dengan perlahan Jenny melepaskan genggaman tangan Hildan di tangannya. "Maaf Mas, aku belum bisa melakukannya. Rasa sakitnya masih begitu terasa, seandainya aku tahu akan sesakit ini mungkin aku tidak akan mencintaimu sedalam ini, Mas"
Hildan terdiam melihat Jenny yang pergi dari hadapannya. Dia ingin mengejarnya, namun Mama yang menahan lengannya dan menggeleng pelan membuat Hildan sadar jika saat ini pasti Jenny sedang membutuhkan waktu sendiri untuk berpikir tentang semua ini.
"Biarkan Jenny menenangkan diri dulu, kamu tidak bisa langsung memaksanya"
Hildan hanya mengangguk, dia tahu jika memang dirinya tidak boleh sampai memaksa Jenny.
"Bunda mau kemana?"
Jenny langsung menghapus air matanya dan menoleh pada Zaina yang sedang bermain di teras Villa. "Bunda harus pergi dulu Sayang, ada urusan sebentar. Zaina sama Oma dulu ya"
Jenny mengecup puncak kepala Zaina sebelum benar-benar pergi dari Villa itu.
Bersambung
Kisah Vania judulnya Noda Dan Luka