Karena sebuah kecelakaan yang di sebabkan oleh Nayra, Naura yang merupakan suadara kembar Nayra harus kehilangan janin dalam kandungannya. Tak hanya itu, rahim Naura juga terpaksa di angkat sehingga ia tak mungkin lagi mengandung. Sedangkan suami Naura yang bernama Raka sangat mendambakan lahirnya seorang anak dari sang istri, karena Raka adalah anak tunggal dan ia butuh pewaris dalam keluarganya yang merupakan pengusaha kaya raya.
Naura yang tak mau kehilangan posisi sebagai menantu dan istri yang sempurna memaksa Nayra untuk bertukar peran dengannya sampai Nayra hamil dan melahirkan anak Raka. Namun, tentu saja tak boleh ada yang mengetahui hal itu. Jika Nayra menolak, Nuara mengancam akan bunuh diri.
Namun, apakah Nayra akan setuju berperan sebagai saudara kembarnya sementara Nayra sendiri sudah memiliki tunangan?
Sanggupkah Nayra menjalankan perannya sebagai istri Raka bahkan harus melayani Raka di ranjang demi lahirnya anak impian Nuara dan Raka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Serba Salah
"IYA, AKU MASIH MENCINTAINYA. AKU MASIH SANGAT MENCINTAI BIAN!"
Nayra berteriak penuh emosi, bahkan lagi-lagi wanita itu menitikan air matanya tanpa sadar.
Hati Raka seperti diremas mendengar pengakuan lantang Nayra, bahkan kedua mata pria itu memerah dan berkaca-kaca. Karena tak ingin berdebat lebih lama lagi, Raka memilih pergi dari dapur, meninggalkan Nayra yang kini kembali terisak.
Raka pergi ke kamarnya bahkan dia membanting pintu dengan sangat keras. Nayra yang masih berada di dapur mendengar suara bantingan pintu, membuat dia tersentak. Begitu juga dengan Bi Jum dan Bi Siti.
"Ada apa lagi, Ti?" tanya Bi Jum menghampiri Siti.
"Berantem, Bi," jawab Bi Siti berbisik.
"Ya iyalah pasti berantem," gumam Bi Jum sambil meringis. "Non Nayra punya tunangan, mereka saling mencintai. Eh, Nyonya Naura memaksa dia hamil anak Tuan Raka. Terus tuan Raka lebih gila lagi, malah mau menceraikan Nyonya dan mau menikahi Non Nayra."
"Namanya juga cinta, Bikin orang gila dan nekat."
Sementara di dapur, Nayra menatap mie kuah dalam panci yang sudah sangat mengembang, selera makannya tiba-tiba hilang. Dengan kesal Nayra pun bergegas dari dapur, dia tak lagi menyentuh makanan apapun.
Sesampainya di kamar, Nayra mondar-mandir sambil menyeka air mata yang terus mengalir di pipinya. Dia kembali teringat dengan Bian, bagaimana keadaan pria itu? Apakah dia baik-baik saja? Nayra juga teringat dengan permintaan Bian yang memintanya agar tak pergi.
"Apa aku sudah membuat kesalahan dengan kembali pada Raka?" Nayra bertanya pada dirinya sendiri. "Bukankah seharusnya aku pergi? Seharusnya aku kembali setelah anak ini lahir." Nayra memegang perutnya itu. "Aku mohon biarkan waktu berputar dengan cepat, Tuhan. Aku sudah tidak sanggup lagi."
Nayra terduduk lemas di tepi ranjangnya, ia kembali menyeka air mata yang masih saja mengalir di pipinya tanpa bosan.
Beda halnya dengan Nayra yang hanya bisa menangis sedih, Raka justru sedang mengamuk saat ini. Dia meninju kaca di kamar mandi dengan keras hingga membuat tangannya terluka. Tak cukup dengan semua itu, dia juga melempar semua barang yang ada di sekitarnya.
"Kenapa, Nay? Aku kurangnya aku dari Bian?" Raka menatap pantulan dirinya di cermin yang sudah pecah, kedua matanya semakin memerah, dadanya bergemuruh. "Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana aku bisa merebut hati Nayra?"
Raka duduk lemas di tepi bathtub, dia menyugar rambutnya dengan kasar. Memikirkan Nayra masih mencintai Bian membuat dia sungguh merasa frutasi, sedih dan terbakar cemburu. Meskipun dia tahu dengan pasti, Bian memang sangat pantas dicintai oleh Nayra dibanding dirinya yang merupakan kakak ipar Nayra.
"Lalu apa ini salahku? Nayra sendiri yang masuk dalam kehidupanku," geram Raka dengan sorot mata yang seketika berubah tajam. "Jadi jangan salahkan aku jika aku menahannya tetap berada dalam hidupku."
...🦋...
Naura membaca kembali isi surat gugatan cerai yang dilayangkan oleh Raka padanya, meskipun emosi bergejolak dalam jiwanya, tetapi ia berusaha menahan diri agar tak semakin memperkeruh suasana. Saat ini Naura sedang menemui seorang pengacara untuk mendampinginginya.
"Aku nggak mau cerai, nggak ada alasan untukku menerima perceraian ini," tukas Naura sembari meletakkan kembali surat gugatan cerai itu.
"Kau belum menceritakan alasan suamimu menggugat cerai dirimu, Bu Naura," ucap pengacara Naura yang bernama Rony itu.
"Dia...." Terasa berat sekali bagi Naura untuk memberi tahu alasan Raka ingin bercerai darinya. "Apa kau melakukan sesuatu?" tanya Pak Rony yang membuat Naura langsung mengangkat wajahnya.
"Nggak," jawab Naura dengan tegas. "Raka mau menceraikanku karena dia ... dia bilang mencintai wanita lain," cicitnya yang membuat pak Rony cukup terkejut.
"Aku rasa ini akan sulit, Bu Naura. Kesalahan berasal dari pak Raka dan dia sendiri yang malayangkan surat gugatan cerai. Sedangkan pada umumnya yang tergugat yang melakukan kesalahan," papar Pak Rony yang membuat Naura menghela napas berat.
"Aku yakin suamiku hanya sedang khilaf sekarang, Pak, aku sangat yakin sebenarnya dia masih mencintaiku dan aku ingin mempertahankan rumah tangga kami."
Pak Rony mengangguk mengerti. "Lalu, siapa wania yang dicintai pak Raka? Apakah mereka sudah menjalin hubungan?"
Naura terhenyak mendengar pertanyaan yang ditodongkan pada Rony padanya, bahkan Naura seolah kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan itu. "Kau harus menceritakan semuanya dengan gamblang, Bu Naura. Karena ini demi kebaikanmu sendiri, kita akan berjuang bersama untuk mempertahankan rumah tangga kamu."
Naura masih terdiam, haruskah dia menceritakan Kegilaannya pada pengacaranya? Jika dia menceritakan yang sebenarnya, maka besar kemungkinan setelah ini akan banyak orang yang tahu tentang penukaran peran ini.
"Bu Naura?" panggil Pak Rony karena sejak tadi Naura hanya diam. "Kau ingin mempertahankan rumah tanggamu, bukan? Maka kau harus terbuka padaku supaya aku bisa membantumu."
"Bisa kita bertemu lagi nanti? Aku merasa sedikit pusing sekarang."
...🦋...
Setelah merasa emosinya reda, Raka memutuskan turun ke bawah. Dia ingin berbicara dengan Nayra sekali lagi dari hati. Namun, dia mengurungkan niatnya saat ia mengingat kata-kata Nayra tadi.
Untuk mengalihkan fikirannya, Raka pun memutuskan pergi ke kantor.
Sebelum pergi ke kantor, Raka berpesan pada kedua pelayannya untuk menjaga Nayra dan memastikan wanita itu makan. "Berikan saja apapun yang dia mau," ujar Raka.
"Baik, Tuan," jawab Bi Jum.
"Dan laporkan apapun yang dia lakukan, jangan sampai dia tiba-tiba pergi lagi!"titah Raka.
"Baik, Tuan," jawab Bi Jum lagi.
Raka pun segera bergegas pergi meski hari sudah sangat siang. Sementara Nayra yang mendengar deru mobil Raka langsung bergegas keluar. "Raka mau ke mana, Bi?" tanya Nayra.
"Mau ke kantor katanya, Non," jawab Bi Jum. "Oh ya, Non Nayra belum sarapan, nanti sakit lho, Non," kata Bi Jum. "Bibi masakin, ya. Non Nayra mau makan apa?"
"Nanti aja, Bi," jawab Nayra kemudian ia bergegas ke kamarnya.
Nayra hanya duduk merenung sembari memegang perutnya, segala kenangan bersama Bian kembali muncul dalam benaknya. Nayra memejamkan mata, dan ia tersenyum saat mengingat masa-masa pacarannya dengan Bian dulu.
"Haruskah aku kembali padanya?"
Nayra kembali membuka mata lebar-lebar, permohonan Bian yang memintanya jangan pergi kembali terngiang-ngiang dalam benaknya. Tak hanya itu, tangisan Naura dan kemarahan ibunya juga kini kembali berputar dalam ingatannya.
"Mungkin langkahku salah."
...🦋...
"Aku sangat menyukai lukisanmu yang ini, Bian, penuh misteri." Bian menatap lukisan yang dimaksud oleh temannya itu.
"Ini tentang misteri masa depan, Reza," kekeh Bian yang seketika membuat Reza juga terkekeh. "Ngomong-ngomong, ada keperluan apa kamu ke sini?"
"Mengunjungi teman," jawab Reza. "Em ... sebenarnya lebih dari itu, aku ingin mengundangmu ke pameran di Paris."
"Paris?" pekik Bian tak percaya.
"Yaps, kamu pasti Nggak akan nolak, kan?" tanya Reza memastikan.
"Nggak akan," jawab Bian dengan pasti. Bahkan, dia berfikir mungkin ini ide bagus agar ia bisa mengalihkan fikirannya dari Nayra.
"Hai, Nayra," seru Reza tiba-tiba sambil melambaikan tangan yang membuat Bian mengernyit.
"Nayra?" gumam Bian sembari menoleh, dan benar saja, Nayra berdiri tak jauh darinya.
situ pernah gak mikirin perasaan Nayra dari sejak kecil hingga detik ini