kisah horor mendebarkan yang penuh dengan pemicu Adrenalin. Kisah ini menceritakan balas dendam seorang arwah gentayangan bernama Hapsari lewat tubuh Dira manusia yang baru dikenalnya tapi memiliki kemampuan melihat arwah.
Perjanjian antara Dira dan Hapsari mendekatkan Dira pada Dika mantan Hapsari selagi masih hidup.
Rasa cinta yang dimiliki Hapsari ternyata masih tidak bisa merelakan Dika ada di samping wanita lain.
Keinginan Hapsari adalah membalas dendam atas kematian nya dan mencari tahu siapa pembunuhnya dan itu semua harus Dira temukan.
Bagaimana petualangan Dira dalam mencari pembunuh Hapsari dan mengapa saa kot bersentuhan dengan Dika semua arwah tidak bisa Dira lihat ada apa dengan Dika.
JANGAN MEMBACA SENDIRIAN Di SAAT MALAM!!
UP JUM'AT INSYA ALLAH
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hapsari Cemburu
Langkah gontai membawa Dira memasuki gerbang sekolahnya, beberapa pasang mata menatap ke arah nya dengan berbagai makna.
di sepanjang koridor tatapan mencibir nyinyir atau takut membuat Dira merasa Jengah apalagi saat dia berjalan yang lain langsung menyingkir memberinya jalan.
Dira benar-benar diperlakukan seperti seorang mantan napi yang masuk dalam lingkungan sekolah Dira memejamkan matanya.
"Dih, pagi-pagi kok udah ngantuk Ra," ucap Nisa yang tiba-tiba mengagetkan Dira dari arah belakang sambil memeluk pundak Dira.
"Sorry Ra, kemarin gue sama Sasha enggak bisa bantu lo bahkan kita juga gak bisa masuk ke Polsek karena bapak polisi nahan kita di luar. Kamu baik-baik aja kan yang?" tanya Nisa dengan nada khawatir.
Dira menoleh kearah Nisa dia tersenyum dan membalas merangkul pundak Nisa sambil mengusapnya lembut.
"Gue baik-baik aja kok dan alhamdulillah sekarang pihak polisi sudah tahu kalau semua yang gue lakukan kemarin adalah ulah arwah Hapsari," ucap Dira sambil tersenyum ke arah Nisa.
Saat Dira dan Nisa menyusuri koridor menuju kelasnya mereka berpapasan dengan Selena dari arah yang berlawanan, Selena menatap tajam kearah Dira. Dira yang mendapat:kan tatapan seperti itu tidak membalasnya tapi dia tetap berjalan dengan santai dan mengacuhkannya.
"Tunggu!" seru Selena pada Dira.
Dira tak berhenti, dia tetap berjalan dengan santainya dia acuh dengan panggilan Selena untuknya.
"Lu dengar kan, gue panggil!" teriak Selena mulai emosi.
Nisa dan Dira menoleh ke belakang lalu mereka berdua berbalik badan.
"Gue?" tanya Nisa dan Dira hampir bersamaan.
Selina berjalan mendekati Dira dan Nisa.
"Bisa kita bicara sebentar?":tanya Selena dengan tatapan sinis ke arah Dira.
Dira dan Nisa saling pandang.
"Bicara aja sekarang," sahut Dira datar.
"Lu ikut gue dulu sebentar," ajak Selena menatap Dira tak berkedip.
"Sorry, gue nggak bisa. Waktu masuk tinggal 5 menit lagi dan gue nggak mau nanti gue bakal dihukum sama Bu Endang gara-gara ngikut ajakan lu. Kalau Lu mau ngomong, ngomong aja sekarang. Tapi kalau gue suruh ngikut lo. Maaf aja gue tolak," tolak Dira dengan yakin.
"Sialan! Dia cewek yang nggak punya rasa takut sedikitpun sama gue dan dia berani menolak perintah gue," batin Selena meradang.
"Lu tahu nggak siapa gue?" tanya Selena kepada Dira.
"Nggak! Dan nggak pengen tahu. Ayo kita ke kelas Nis, muak gue pagi-pagi ngadepin orang kayak gini," ajak Dira berbalik badan sambil menarik tangan Nisa meninggalkan Selena.
"Cewek brengsek, ternyata dia benar-benar punya nyali buat ngelawan gue. Oke lihat saja, Gue bakal bikin hidup dia susah di sekolah ini," geram Selena dalam hati menatap punggung Dira tajam sambil menarik satu sudut bibirnya.
"Wuiih! Keren lo Ra, selama ini nggak ada seorangpun yang mampu berani menantang ucapan Selena kecuali lo. Gue bagi dua jempol buat lo. Keren," Puji Nisa pada keberanian Dira terhadap Selena sambil mengacungkan Dua jempol ke arah Dira.
Saat tiba di kelas mata Dira berkeliling terakhir pandangan matanya jatuh pada bangku kosong di belakang Dika.
Dira melangkahkan kakinya menuju Bangku Kosong tempat dia selama ini duduk. Entah Mengapa tiba-tiba ingatannya kembali pada Hapsari.
"Dia sudah ditemukan dan dia sudah punya tempat yang tenang, gue pernah nggak perlu mikirin dia lagi polisi yang akan mengurus semuanya." batin Dira tetap tenang.
Perlahan langkah kakinya sampai juga di bangku kosong itu, dia mengusap bangku itu sementara bangku Dika belum tampak pemiliknya entah Dika kemana.
"Lu duduk aja di depan." suara perintah tiba-tiba terdengar dari belakang Dira berdiri.
Dira tidak menoleh kebelakang dia malah menarik Bangku Kosong itu dan mendudukkan bokongnya di situ. Sekarang tatapan matanya dengan jelas bisa melihat sosok Dika yang berdiri sangat dekat dengannya sedang menatapnya tajam.
Dira membuang wajahnya tangannya sibuk memasukkan tas dalam laci meja, dia benar-benar ingin menghindar dari Dika. Dika lalu duduk di bangkunya dia tahu Dira adalah cewek yang keras kepala dia tidak mudah diperintah.
"Lu, baik- baik saja?" tanya Dika tanpa menoleh kebelakang.
Dira tidak menyahut dia memilih diam dan menyiapkan beberapa alat tulisnya.
"Apa susahnya sih ngeluarin 1 kata iya atau tidak," dumel Dika sedikit kesal merasa diacuhkan.
"Kacang, kacang." bisik Robby sambil terkekeh mengejek Dika.
"Ngajak gelut lo pagi-pagi?" tanya Dika dengan Ketus dan tatapan sangar ke arah Robi.
"Sorry bro, kalau gitu gue jual minyak aja di pojokan." saut Robby lalu menutup rapat mulutnya dan tangannya memberi isyarat ngelem.
TETTTTT
Bel tanda masuk berbunyi para siswa sudah menempati bangkunya masing-masing, Dira masih tetap bersikap tenang hari ini dia tidak lupa untuk memakai kontak lensa hitam nya.
"Pagi anak-anak!" sapa Bu Endang begitu memasuki ruang kelas.
"PAGIII BUUU!" jawab murid-murid.
Begitu Bu Endang menaruh tumpukan beberapa buku di meja guru yang beliau bawa, beliau langsung mendudukkan bokongnya di bangku guru. Tatapan mata langsung jatuh kepada Dira.
"Dira ibu harap kejadian kemarin di rumah duka almarhumah Hapsari Jangan sampai terulang di sekolah, kamu harus bisa mengendalikan emosimu. Intinya jangan membuat rusuh di sekolah ini apa lagi kamu termasuk murid baru. Bagaimanapun juga Ibu adalah wali kelas ini. Mengerti kamu!" pesan Bu Endang yang lebih pada perintah.
"Iya Bu, maaf," ucap Dira tak ingin berdebat.
"Baiklah kalau begitu kita mulai pelajaran," perintah Bu Endang kepada murid-murid.
"Ra." suara Hapsari tiba-tiba dengar mengagetkan Dira.
Mata Dira langsung berkeliling menyapu ruangan, dia memperhatikan setiap sudut untuk melihat di mana keberadaan Hapsari tapi hasilnya nihil dia tidak melihat arwah Hapsari.
" Allahu Akbar La haula wala quwwata illa Billah," gumam Dira pelan tapi Dika mendengarnya dengan jelas.
Dika menoleh ke belakang dia menatap wajah Dira kaget dengan mata membulat sempurna, wajah Dira terlihat pucat dan tegang. Dika langsung tahu bahwa pasti arwah Hapsari ada di ruangan kelas mereka.
"Dimana dia?" tanya Dika ikut tegang.
Dira tidak menjawab Dia hanya menggelengkan kepalanya, dari sudut matanya sudah tampak genangan kristal yang siap meluncur. Dira menoleh ke segala arah sambil menggigit bibir bawahnya.
Dika berdiri sambil menarik kursinya dan memindahkannya di dekat kursi Dira, dia pun mengambil tasnya dan membawanya ke belakang. Robby yang melihat tampak bingung sampai tak bisa bicara apa-apa hanya mulutnya yang melongo.
"Dika kenapa kamu pindah ke belakang?" tanya Bu Endang sambil memicingkan matanya.
"Buat jaga-jaga Bu takutnya dia Kayak kemarin tiba-tiba jadi liar," jawab Dika asal.
"Ohh." saut Bu Endang sambil membulatkan bibirnya.
Dika melirik ke arah Dira yang sudah terlihat tampak pucat.
"Ra!" suara Hapsari memanggil Dira hampir seperti rintihan.
"Astagfirullah! please pergi jangan ganggu gue, gue capek," keluh Dira dengan suara berbisik.
Dika tidak tega melihat kondisi Dira yang sangat tertekan dengan arwah Hapsari, dia Lalu mengambil tangan Dira dan menggenggamnya.
"Dia nggak akan ganggu lo," bisik Dika tanpa menoleh ke arah Dira tatapannya tetap lurus ke depan.
Hapsari yang melihat sikap Dika kepada Dira menjadi marah dan sangat emosional tubuhnya seperti dipenuhi api.
"Jangan lakukan itu Mars! Lo enggak boleh nyentuh dia! Lepaskan tanganmu Mars!" lengking Hapsari terdengar jelas di telinga Dira.
"Lepaskan Dia Mars!" geram Hapsari membuat Dira menarik tangannya dari genggaman Dika.
Dika tetap menggenggam tangan Dira tatapannya tetap lurus ke depan, dia tidak peduli dengan apa yang di pikirkan Dira.
"Sekali tangan gue menggenggam tangan seorang cewek, gue nggak akan melepaskan tangan ini sampai kapanpun," batin Dika.
thanks buat reader setia 🙏🥰