Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Side Story
Sayangnya Mas Haikal
Haikal tergesa turun dari motor,
tidak bicara lagi langsung berlari masuk gerbang sekolah, driver ojek berteriak
memanggil-manggilnya lagi.
“ Kenapa mas?” agak gusar Haikal berjalan berbalik.
“ Ongkos sama helmnya mas.”
Ya kali dipikir dianter bapak kamu ya. Driver ojek bergumam.
“ Maaf mas saya buru-buru.” Haikal balik lagi menyerahkan helm dan mengeluarkan dompetnya “ Tips buat mas kembaliannya, makasih ya mas.”
“ Makasih juga mas.” Driver
tersenyum senang. “ Boleh juga anak itu ngasih tipsnya, alhamdulillah.” Ucapnya
penuh syukur lalu melajukan motornya lagi.
Haikal memasuki gerbang sekolah,
bertanya kepada satpam. Mendengarkan penjelasan satpam dengan baik. Lalu ia
lari ke tempat yang ditunjuk satpam tadi. Sambil menekuk tangannya di lutut dia
mengatur nafasnya, dia sudah melihat anak yang dicarinya.
“ Sial, masih menangis lagi.” Haikal berjalan cepat mendekati dua orang siswi yang sedang duduk di kursi
taman. Yang satu sesengukan, yang satunya menepuk bahu lembut. Mencoba
menenangkan. Duh persahabatan memang harus begini ya, susah dan senang
bersama-sama.
“ Mana si brengsek itu biar kuhajar saja dia.” Baru datang langsung mendeklarasikan perang. Kirana demi melihat mas Haikal datang sambil ngajak perang malah
menangis lebih keras. “ Hei kenapa juga kamu menangis begitu, nangisin cowok
brengsek yang gak berguna itu?”
Teman di samping Kirana merengut.
Kenapa juga aku menyuruh Kirana memanggil masnya yang ini, malah membuat
semakin sedih saja. Haikal duduk di samping Kirana. Menatap temannya Kirana
dengan bersahabat namun agak jahil.
“ Karena mas Haikal sudah datang aku pulang ya, anterin Ki pulang sampai rumah ya.” Teman Kirana bangun, tapi tangannya masih lembut menepuk bahu Kirana.
“ Memang aku mau anter dia kemana kalau gak ke rumah, sudah sana kamu langsung pulang jangan keluyuran, langsung ke rumah.”
“ Ia mas.” Jawabnya malas.
Mas kamu sudah meghancurkan imej mahasiswa keren di depan anak SMU. Teman
Kirana ngedumel sendiri sambil berlalu. Dia sudah sering main ke rumah Kirana
dan tahu bagaimana kelakuan Haikal.
“ Pulang yuk, mau nangis sampai
kapan.” Santai Haikal menyenggol lengan adiknya. Plak, pukulan mendarat di
bahu Haikal. Pemuda itu geram sampai bergaya ingin menjitak kepala adiknya.
Kalau gak lagi nangis sudah kujitak kamu Ki
“ Kenapa dia harus selingkuh gitu
simas, cowok itu brengsek.” Kirana ngamuk sambil masih sesengukan. Ia menatap
Haikal dengan sorot mata kesal. Yang ditatap tampah kesal donk, apa salahnya
sampai bawa-bawa gender cowok.
“ Hei jangan bawa-bawa semua cowok
kali, mas gak begitu, bang Renan juga nggak, Mas Gilang apalagi, Ayah juga
setia sama ibu.”
Plak! Kapan lagi bisa memukul mas
Haikal yang jahil kalau tidak dalam situasi begini pikir Kirana.
“ Aww, sakit Ki.” Mengerang, sambil
tangannya mengusap-usap bahu yang dipukul adiknya dua kali tadi.
“ Bodo amat, aku itu lagi putus
cinta mas, bukannya dihibur malah. Ngapain mas kesini juga, gak guna.”
Sial ni bocah pikir Haikal. “ Kan kamu yang nyuruh mas kesini bocah.” Kirana masih sesengukan. Ia mengusap
airmatanya. Tapi tetap masih ada yang keluar juga. “ Memang kenapa kamu sampai
putus?”
“ Dia bilang aku gak asik, suka
musik yang begituan. Padahal jelas-jelas dari awal dia tahu aku memang suka
musik begitu. Awalnya aku pikir ya sudahlah mungkin memang kami bukan jodoh.” Menghentikan
kalimatnya. Menyeka airmatanya dengan tisyu. Kirana ingat lagikan wajah cowok
jelek itu. Ia sesengukan lagi.
“ Ya jelas-jelas bukanlah Ki, memang kamu sudah mau menikah apa ngomongin jodoh segala.”
Plak! Tangan Kirana memukul bahu
Haikal lagi. “ Memukulku lagi kutinggal pergi kamu.” Ancam Haikal geram.
“ Habis mas ikal bukannya bersimpati malah masih ngeledikin aja.” Manyun bibir Kirana. Kesal. Dia ingin
memukul lagi, tapi takut beneran ditinggal.
“ Ia, ia maaf, itukan tanda sayang
mas sama kamu Ki, gitu aja gak ngerti. **** amat.” Plak! Haikal malah tergelak
sekarang mendengar kalimatnya sendiri. “ Ia, ia maaf. Terus kenapa?”
“ Ternyata dia sudah selingkuh.” Mendengar
kalimat Kirana Haikal gusar, apalagi saat melihat Kirana yang masih menangis.
dia berfikir adiknya menangis karena diputusin cowok gak berguna.
“ Berhenti menangis, kenapa juga cowok begitu kamu tangisin. Mas rasanya pengen mukul wajahnya biar babak belur.” Haikal bangun dari duduknya, gusar.
“ Mas mau kemana? Jangan.”
Aaaa, Haikal jadi merasa frustasi
sendiri. Dia menatap Kirana. Adik perempuannya yang masih SMU. Lagian kenapa
juga si bocah sudah sok-sokan pacaran. Dia yang sudah kuliah aja tenang masih
jomblo begini.
“ Mas mau menghajarnya, dimana dia?
Mana no telponnya. Masih bocah aja sudah sok-soan selingkuh.”
“ Jangan mas, Ki yang malu nanti.”
Haikal akhirnya duduk lagi. Dia
mengeluarkan hpnya. Kirana mengikuti setiap gerakan Hikal. Mau apa mas Haikal
ini.
“ Hallo Assalamualaikum. Kak aku
boleh menghajar orang gak?” diam mendengarkan. Wajahnya merengut. Sebenarnya
tahu juga gak akan diizinkan. “ Ki diselingkuhi pacarnya. Ia kak sebentar. Ki,
ka Aya mau bicara.”
Plak! “ Kenapa memukulku lagi?” Haikal mendelik.
“ Kenapa bilang sama Kak Aya si.”
Kirana merasa malu. Walaupun begitu diterima hp yang di sodorkan Haikal.
“ Hallo kak.” Kirana berusaha
menghentikan sesengukannya, dia malu kalau kak Aya mendengarnya masih menangis.
“ Hallo, Ki gak papakan?” Suara Ayana terdengar bersimpati.
“ Gak papa kak.” Tapi dia malah kembali sesengukan. “ Dia bilang selera musik ki aneh, padahal dia tahu ki
memang suka musik seperti itu. Tau-tau ternyata dia selingkuh sama adek
tingkat.” Menangis lagi. Ayana mendengarkan di sebrang sana.
“ Ki masih suka sama cowok itu.”
“ Nggak.” Menjawab tegas.
“ Ki marah sama cowok itu karena selingkuh.”
“ Ia.”
“ Jadi Ki bukan sedih karena putus dengan cowok macam itukan?”
Kirana terdiam. Ya dia marah, marah
karena dia diselingkuhi, tapi dia menangis bukan karena diputuskan, bukan
karena dia masih menyukai berandalan itu. Tidak, saat tahu dia diselingkuhi
ntah kenapa perasaan simpati di hatinya juga memudar seiring tangisnya pecah.
“ Sekarang Ki sudah lebih
baikan, kak Aya malah berfikir mungkin ini memang cara Allah buat Ki, supaya
Ki bisa bertemu dengan laki-laki yang lebih baik nanti.”
“ Huhu, ia kak.”
“ Mas Haikal mana?”
“ Ini.” Kirana menyerahkan hp pada Haikal.
“ Ia kak.”
“ Antar Ki pulang ya dek, ajakin
dia ngobrol, buat dia lupa sama kesedihannya. Dia itu masih anak-anak, jangan
diledekin terus ya, diakan lagi sedih.”
“ Ia kak, siap. Okey, Assalamualaikum.”
Haikal menatap adiknya, dilihatnya
dia sudah berhenti menagis, menghapus sisa-sisa airmata di pelupuk matanya.
“ Sudah gak papa, kamu masih muda
Ki, nanti juga bakal bertemu dengan laki-laki baik. Sudah puas menangisnyakan,
ayo kutraktir makan es cream.”
Wajah Kirana sudah tersenyum.
Apalagi saat tangan Haikal lembut menyentuh kepalanya.
“ Besok lagi jangan **** ya, milih cowok.”
“ Mas Haikal!”
“ Haha, ayo mau makan es cream nggak.”
Kirana bangun dari duduk mengejar langkah-langkah panjang kaki Haikal.
***
Makan makanan manis setelah sedih
sepertinya benar-benar efektif merubah mood. Kirana sudah tidak lagi menangis.
dia sudah bisa menghembuskan nafas dengan normal. Mereka sudah sampai rumah. Sepanjang
perjalanan tadi juga Kirana sudah bisa tersenyum. Walaupun masih menatap kaca
mobil yang mereka naiki dengan pandangan nanar.
“ Aaa sial aku bahkan bolos kuliah
terakhir.” Haikal membuka pesan hpnya, dosen kuliah sore masuk ternyata. “ Ki!”
teriakan haikal mengagetkan Kirana yang sudah ambruk di atas tempat tidur dan membenamkan
wajahnya di bantal. “ Kirana!” teriakan lagi dari luar kamar. Ia yang mau
menyendiri dan tengelam dalam kesedihan jadi kesal.
Kirana menyeret kakinya sambil
ngedumel, ngedumel. Dia membuka pintu melihat Haikal duduk di ruang tv, bermain
dengan hpnya.
“ Apa si mas.” Katanya kesal, aku
ini mau tengelam dalam kesedihan malah diganggu, begitu protesnya melalui
pandangan kesalnya pada Haikal.
“ Ngapain kamu di kamar, nangis
lagi.” Haikal bicara namun matanya masih menatap layar hp.
Pengen rasanya mukul mas Haikal
lagi, tapi kalau sekarang masih ditoleransi gak ya kalau aku mukul lagi.
“ Apa! Aku gak nangis kok, mau tiduran aja di kamar.”
“ Duduk sini.” menunjuk sofa di sebelahnya
dengan ekor matanya.
“ Mau apa memangnya?” kesal, tapi
menurut juga duduk. Sudah di sini, sebaiknya ladeni saja maunya mas Haikal apa.
Lalu tinggal pergi nanti. Begitu pikir Kirana.
“ Kak Aya suruh ngobrol sama kamu, biar kamu lupa sama kesedihan kamu.”
Ya gak usah diomongin juga kali mas
Haikal kalo Kak Aya yang nyuruh. **** amat si jadi orang.
Kirana merengut tapi tetap duduk
juga di sebelah Haikal. Mereka sama-sama memegang hp masing-masing, karena
Haikal masih asik dengan hpnya Kirana juga jadi memilih melihat sosmednya.
Biasku, mari kita saling menguatkan
dan menghibur diri.
“ Kapan biasmu konser di indonesia?”
Eh kenapa ini, mau ngajak nonton.
Kirana mendongak dari layar hp. Yang bertanya masih santai menunduk.
“ Kenapa memang?” masih menjawab
dengan nada ketus.
“ Nanya aja.” Haikal terkekeh.
“ Hiss” boleh gak si kupukul
beneran mas satu ini, membuat jengkel saja.
“ Kapan konsernya memang?” Bertanya
lagi, masih dengan nada yang sama. Nada yang membuat orang kesal.
“ Bulan depan, kenapa?” Kirana menjawab ketus.
“ Eh marah, gak jadilah tadinya mau ngajak kamu nonton.”
Eh apa, gak salah ini. Mas Haikal mau ngajak nonton konser. Horeee!
“ Siapa yang marah, Ki nggak marah
kok.” Kirana sudah beringsut menempel lengan Haikal dan menarik-nariknya,
seperti bocah minta dibeliin permen. Lupa sudah harga dirinya.“ Beneran ya mas,
nonton konser.”
“ Senengkan, gak perlu pacar
lagikan, kalau cuma mau curhat, mau jalan, mau nonton konser mas aja ada
ngapain pacar.” Haikal membusungkan dada, sambil menepuknya dua kali.
“ Yeee kan beda.”
“ Beda apanya?” katanya menatap Kirana.
“ Maskan jahil suka ganguin Ki.”
“ Itukan karena mas sayang sama
kamu ki, **** amat jadi anak.” Tertawa meledek lagi.
“ Tuh kan bilang **** lagi. Ki
bilangan Kak Aya ya, kalau mas Haikal bilang-bilang ****. Nanti Ki lapor juga
sama mas Gilang.” Kirana melengos.
“ Kalau gitu gak jadi nonton konsernya.”
“ Haha, mas Haikal Ki cuma bercanda
mas. Mas Haikal paling baik di seluruh jagat raya katulistiwa dan dunia maya.
Gak ada yang sebaik mas Haikal di muka bumi ini.” Sudah menepuk bahu Haikal
lembut.
“ Jangan fitnah juga kali.” Giliran Haikal yang melengos.
“ Ahh, nonton konsernya jadi ya.
Nanti Ki rebutan tiket mas Haikal yang bayar ya.”
“ Hemmm.”
“ Jawab dulu donk yang benar, jangan
hemm, hemm aja. Ki rekam ni, sebagai bukti.” Kirana beneran merekam Haikal yang
sedang bermain game.
“ Idih pakai direkam-rekam segala.”
Ditepisnya hp adiknya yang sedang menyorot wajahnya.
“ Nanti boleh sekalian merchandise
officialnya juga ya mas.” Merengek seperti bocah. Kalau begini Kirana kelihatan
seperti adik kecil manis yang memohon pada kakak laki-lakinya.
“ Ngelunjak.”
“ Ya mas, ya, boleh ya.”
Haikal melihat sekeliling,
mengedarkan pandangan ke ruangan yang sepi. “ Kayaknya makan mpek-mpek enak ki,
tapi ibu belum pulang ya. Lama bener kondangannya.” Dalam artian dia nyuruh
Kirana buat ke dapur.
Gadis itu langsung nyambung. “ Mas
Haikal mau mpek-mpek, Ki kalau cuma goreng mpek-mpek juga bisa kok. Sebentar ya
Ki Ke dapur dulu goreng mpek-mpek.” Kirana sudah berjalan ke dapur, membuka
kulkas, mencari stok empek-mpek buatan ibu.
“ Beneran kamu bisa.” Gak percaya
gitukan Haikal dengan kekuatan gaib perempuan gak bisa apa-apa di dapur.
“ Ia, bisa tenang aja, mas Haikal
tunggu aja disitu, sambil main sosmed atau sambil main game. Sebentar ya.” Ketemu mpek-mpeknya, dia keluarkan dari
kulkas. Lalu mulai menghidupkan kompor.
Kirana girang memikirkan konser
biasnya yang akan berlangsung bulan depan. Sambil bersenandung lagu
kesukaannya ia mulai memasak. Minyak sudah mulai panas, dia memasukan beberapa potong.
“ Ki, mas haus juga, mau jus buah juga.” Haikal berteriak dari ruang tv.
“ Banyak maunya.” Balas Kirana
cepat, dia masih sibuk dengan gorengannya.
“ Yaaa, gak jadi deh merchandise officialnya .”
Wajah Kirana langsung berubah girang. “ Ooo, mas Haikal haus juga, ki buatin jus ya, ibu punya buah apa ya
di kulkas.” Lari membuka kulkas. “ Ada buah naga, mas mau jus buah naga?”
“ Boleh.”
“ Oke, Ki buatin ya sebentar ya.”
“ Hemmm.”
Kirana sibuk sendiri di dapur.
Memotong buah memasukannya ke blender, sambil membalik mpek-mpek.
“ Kasih bongkahan batu es.”
“ Ia mas.” Pasrah, demi bias.
“ Sedotannya juga.”
“ Ia mas Haikal, sebentar ya.”
Kirana bicara pelan namun geram.
Haikal tersenyum dari balik hpnya,
melirik kesibukan Kirana di dapur.
“ Hehe, dasar bocah, memang paling
seru ngerjain kamu.”
Bersambung..............
Gitu deh sayangnya mas Haikal sama Kirana ^_^
membaggongkan