Flower Florencia hidup dalam tekanan—dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan hingga lingkungan universitas yang membuatnya merasa terasing. Di ambang keputusasaan, ia memilih mengakhiri hidupnya, namun takdir berkata lain.
Kim Anderson, seorang dokter tampan dan kaya, menjadi penyelamatnya. Ia bukan hanya menyelamatkan nyawa Flower, tetapi juga perlahan menjadi tempat perlindungannya. Di saat semua orang mengabaikannya, Kim selalu ada—menghibur, mendukung, dan membantunya bangkit dari keterpurukan.
Namun, semakin Flower bergantung padanya, semakin jelas bahwa Kim menyimpan sesuatu. Ada alasan di balik perhatiannya yang begitu besar, sesuatu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Apakah itu sekadar belas kasih, atau ada rahasia masa lalu yang mengikat mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Wilson yang telah kembali, berkumpul bersama keluarganya di ruang tamu.
"Wilson, kenapa tiba-tiba saja mengklarifikasi semua yang terjadi? Seharusnya kau berunding denganku dulu," kata Alan.
"Hal seperti ini, apa yang harus dirundingkan? Apakah Kakak ingin aku hancur hanya karena wanita licik itu? Bukan hanya itu saja, semua perbuatan Cici telah mempengaruhi saham perusahaan kita. Lalu, kenapa aku harus menunggu? Aku sungguh menyesal karena telah menelan semua kebohongannya. Setelah sekian lama, aku baru sadar bahwa adik yang kita kenal hanyalah topeng," ungkap Wilson.
"Alan, benar apa yang dikatakan Wilson? Kau juga harus segera selesaikan masalah ini agar semua investor tidak menarik diri. Kalau saham kita anjlok, kita akan kehilangan semuanya," kata Yohanes dengan suara berat, kedua tangannya mengepal di atas meja seolah berusaha menahan kekacauan yang mengancam dari segala arah.
Alan mengangguk pelan, namun matanya kosong, seolah tengah menimbang dosa dan keputusan di antara beban keluarga dan bisnis yang terancam runtuh.
"Bagaimana kalau kita meminta Flower untuk keluar dan mengklarifikasi, kalau kejadian yang Cici lakukan tidak ada hubungan dengan kita?" tanya Zoanna ragu, wajahnya cemas. Ia tahu usulan itu tidak ideal, namun ia sudah kehabisan cara.
"Ma," suara Wilson terdengar tajam namun penuh luka, "di antara kita semua, yang paling dirugikan adalah Flower. Lagi pula, tidak pantas kalau dia yang harus tampil. Ini adalah masalah kita. Kita yang bodoh dan harus menebusnya. Puluhan tahun bukan waktu yang singkat untuk menyembuhkan luka Flower." Ucapannya menggantung, sarat penyesalan, membuat suasana ruang keluarga itu makin sesak oleh rasa bersalah.
Alan akhirnya berdiri, menatap semua yang hadir dengan sorot mata yang dalam. "Masalah yang sudah terjadi tidak bisa kembali seperti semula. Tapi demi menebus kesalahanku sebagai kakak paling tua yang gagal, aku akan memberi sebagian saham kepada Flower," ucapnya lirih namun tegas.
"Semua pemasukan ku akan menjadi milik Flower sebanyak delapan puluh persen," sambung Wilson.
"Rumah dan sepuluh persen saham akan menjadi milik Flower," ujar Yohanes pelan. Kalimat itu mengalir seperti pengakuan dosa dari seorang ayah yang tahu dirinya telah gagal melindungi anak perempuannya.
"Aku, sebagai ibu yang paling gagal di dunia, akan menyerahkan semua uang tabunganku padanya," Zoanna bergumam nyaris tak terdengar, matanya basah, suaranya pecah di akhir kalimat. Ia tampak lebih tua dari biasanya, dihantam rasa bersalah yang tak pernah terucap selama ini.
Yohanes menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada tak terbantahkan, "Zoanna, hubungi Flower. Ajak dia berkumpul di restoran besok!"
"Baiklah," jawab Zoanna pelan.
Keesokan harinya.
Suasana restoran dipenuhi keheningan yang menegangkan. Di tengah meja panjang yang disiapkan khusus, Flower duduk dengan wajah datar, menatap tumpukan berkas di hadapannya. Sertifikat rumah, lembar saham, dan kartu kredit tergeletak di sana seolah menanti keputusannya.
"Saham, sertifikat rumah, dan kartu kredit? Untuk apa semua ini?" tanya Flower, suaranya tenang namun sarat ketegasan.
Wilson menunduk sejenak sebelum menjawab, "Flower, semuanya itu milikmu. Kartu yang kakak berikan adalah delapan puluh persen dari seluruh upah kakak... untukmu."
Yohanes menyusul, suaranya serak, mencoba mencari celah di hati anak yang telah lama ia abaikan. "Flower, Papa minta maaf. Papa merasa malu dan tak tahu harus berkata apa. Tapi Papa ingin menebus semuanya. Kau bebas meminta apa saja. Selain rumah dan saham yang Papa berikan, kau juga berhak atas apa pun yang kamu inginkan."
Alan menatap Flower dengan tatapan penuh harap. "Adik, saham itu menjadi milikmu. Jika digabung dengan saham dari Papa, kau akan menjadi pemegang saham terbesar di antara kami. Kakak hanya berharap... kamu mau menerimanya."
Zoanna tersenyum kaku, mencoba meredakan ketegangan. "Flower, pakai saja kartu kredit Mama. Beli apa pun yang kamu suka. Mama harap kita bisa melupakan semua yang sudah terjadi."
Flower menatap satu per satu wajah yang dulu terasa asing meski disebut 'keluarga'. Matanya tak menunjukkan rasa haru—hanya luka yang telah mengeras menjadi dinding dingin di dalam dirinya.
Ia meletakkan berkas dan kartu kredit itu perlahan ke atas meja, lalu berdiri.
"Semua pemberian kalian… aku tolak," ucapnya tegas, setiap katanya seperti pukulan ke dada mereka.
"Aku tidak akan menerimanya. Sejak kecil, aku sudah mandiri. Aku dipaksa untuk menjaga diri sendiri, tanpa pernah tahu rasanya disayangi atau dilindungi. Aku tumbuh seperti anak yatim karena selalu sendirian, meski kalian semua hidup. Jadi… ambil kembali semua yang kalian berikan. Aku tidak butuh itu semua."
terimakasih untuk kejujuran muu 😍😍😍 ..
sally mending mundur saja.. percuma kan memaksakan kehendak...
kim gak mau jadi jangan di paksa
ka Lin bikin penasaran aja ihhh 😒😒😒
penasaran satu hall apakah Flower akan pergi dari Kim atau bertahan sama kim 🤨