Erie, seorang gadis berusia 19 tahun yang mempunyai nasib malang, secara tiba-tiba dinikahkan oleh bibi angkatnya dengan pria bernama Elden. Tidak hanya bersikap dingin, pria tampan nan kaya raya itu juga terkesan misterius seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari Erie. Kira-kira bagaimana cara Erie bertahan di dalam pernikahannya? Apakah Erie bisa merebut hati sang suami ketika ia tahu ternyata ada wanita lain yang menempati posisi istimewa di dalam hidup suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Shin Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Is It Possible?
Erie memandang cermin. Ia terperangah melihat pantulan bayangan dirinya. Terlihat begitu berbeda. Ia merasa benar-benar seperti orang yang bekerja di perkantoran sekarang. Ia tersenyum puas akan itu.
Usai memeriksa semua keperluannya, Erie segera berangkat ke kantor Elden. Ia berangkat bersama dengan supir yang sudah disiapkan Elden, sedangkan pria itu sudah pergi terlebih dulu.
Sesampainya area parkir kantor Elden, Erie langsung disambut oleh Mario. Laki-laki itu membuka pintu mobil Erie. "Selamat Pagi, Nyonya. Maaf saya tidak dapat berangkat bersama dengan Anda."
Erie keluar dari mobil dan berjalan mendekati Mario, lalu ia berucap kepada pria itu, "Tidak apa Mario."
"Mari, Nyonya. Saya akan memperkenalkan Anda kepada karyawan kantor lainnya," kata Mario sambil mempersilakan Erie untuk berlajan. Kemudian ia menempelkan sebuah kartu di sebuah alat di dekat pintu yang ada di basement itu. Mereka menaiki lift menuju ke lantai tiga untuk mengambil kartu identitas untuk Erie.
Di lantai itu Mario mengajak Erie ke sebuah ruangan. Ia meminta Erie untuk menempelkan jemarinya ke alat pemindai sidik jari dan juga mendekatkan wajahnya ke alat pemindai mata. Dalam hitungan menit, sebuah kartu identitas untuk Erie telah tercetak. Dengan menggunakan kartu itu, Erie dapat mengakses semua tempat di gedung itu tanpa terkecuali. Yang lebih hebatnya, tidak semua karyawan memiliki kartu berwarna emas itu. Hanya beberapa orang saja, termasuk Elden dan Mario serta beberapa orang dari anggota organisasi kelas A yang dapat memasuki semua ruangan.
Saat hendak masuk ke dalam lift lagi, tiba-tiba seseorang keluar dari sana. Ia yang terkejut melihat Mario, langsung menunduk untuk memberikan tanda penghormatan kepada Mario. "Selamat Pagi, Pak Mario," sapa wanita itu kepada Mario.
"Selamat pagi, Tina," jawab Mario dengan ramah. Pria itu mengikuti arah pandangan Tina yang tengah melihat Erie yang berdiri di sebelahnya. "Perkenalkan dia adalah Vallerie karyawan baru kita," ucap Mario menjelaskan yang diikuti sorotan mata terkejut dari Erie. Baru kali ini Mario menyebutnya tanpa embel-embel predikat nyonya.
Tina mendekati Erie. "Halo, selamat pagi. Nama saya Tina, sekretaris Tuan Elden. Sepertinya kita pernah bertemu?" katanya sambil mengulurkan tangannya.
"Selamat pagi. Eeeuumm... Yahh. Nama saya Erie," ujar Erie seraya menyambut uluran tangan Tina.
Tina tersenyum sebentar lalu melepaskan tangannya dari tangan Erie. Ia mengalihkan pandangannya kepada Mario. "Pak, Erie akan bekerja sebagai apa?" tanyanya kepada Mario.
"Mulai hari ini Erie adalah sekretaris Tuan Elden," jelas Mario.
Tina tersentak mendengar ucapan Mario. "Apa itu berarti saya di---"
"Tidak. Bukan seperti itu." Mario buru-buru menghentikan ucapan Tina. "Kau tetap menjadi sekretaris Tuan Elden, tapi Erie akan menjadi sekretaris pribadinya."
Ini membingungkan. Tina memang sekretaris Elden di dalam perusahaan yang artinya wanita itulah yang mengurus masalah Elden yang berkaitan dengan urusan administrasi. Itu tidak meliputi pekerjaan sebagai sekretaris pribadi Elden. Selama ini yang ia tahu masalah pribadi Elden hanya boleh ditangani oleh Mario. Bahkan untuk sekedar urusan makanan dan minuman yang bisa dikonsumsi oleh Elden, hanya disiapkan oleh Mario saja.
Sekarang perempuan yang ada di hadapannya yang akan melakukan itu? Perempuan yang dilihat dari penampilannya saja sangat polos. Bisa ia tebak usia Erie saat ini tidak lebih dari 20 tahun.
Tina menghela napas. Itu tidak mungkin. Jika memang begitu, menurut Tina mungkin sebentar lagi Erie akan hengkang dari perusahaan Elden. Sebab Tina yakin Erie yang terlihat seperti gadis berusia belasan itu pastinya tidak masuk ke dalam perusahaan dengan jalur biasa. Dan orang-orang seperti itu tidak akan bertahan lama di perusahaan sekeras perusahaan Elden, apalagi ini adalah kantor pusat.
"Ada apa Tina?" tanya Mario membuyarkan isi pikiran Tina.
"Ah, tidak Pak. Saya pikir saya akan dipecat."
"Tidak, beliau tidak memberhentikanmu. Satu hal lagi, Tuan memintamu untuk membimbing Erie."
"Tidak masalah pak. Saya akan membantu Erie semampu saya."
"Terima kasih, Tina. Baiklah, kami permisi dulu. Ayo Erie."
Mario dan Erie berjalan meninggalkan Tina yang masih dalam keadaan menunduk hingga pintu lift tertutup. Saat di dalam lift, Mario berkata, "Maafkan saya, Nyonya."
Erie menoleh ke arah laki-laki itu. "Maaf? Untuk apa?"
"Maaf atas kelancangan saya. Tuan memerintahkan saya agar menganggap Anda sebagai karyawan biasa jika berada di kantor. Jadi untuk sementara, saya tidak bisa memanggil Anda sebagai Nyonya di depan karyawan lain," kata Mario sambil menundukkan kepala. Ia melakukan itu untuk menunjukkan rasa bersalahnya.
Erie tersenyum. "Lakukan saja perintahnya, Mario. Lagi pula aku suka seperti ini. Kita terlihat sebagai teman," tutur Erie dengan santai.
Mario terperangah mendengar perkataan Erie. Bukankah harusnya Erie protes saat ini? Yang diketahui Mario soal wanita di luar sana yang menjadi istri pada pengusaha atau penguasa, mereka akan merasa direndahkan dengan situasi seperti ini. Wanita-wanita itu akan langsung melayangkan protes kepada suami mereka untuk segera mendapatkan pengakuan di perusahaan.
Pintu lift terbuka. "Ayo cepat kita selesaikan tur singkat ini atau nanti aku bisa dipecat karena terlambat di hari pertama aku bekerja," kata Erie sambil melanjutkan langkahnya.
Sebelum memulai pekerjaannya, Mario mengantarkan Erie berkeliling sebentar untuk menjelaskan dengan singkat ruangan-ruangan penting yang ada di perusahaan. Sebenarnya laki-laki itu tidak diperintahkan untuk itu, tapi ia menganggap hal itu penting dilakukan karena setidaknya ia bisa membantu Erie sedikit agar perempuan itu tidak bingung.
Erie memperhatikan penjelasan Mario dengan antusias. Sebenarnya dari dulu ia selalu ingin bekerja di kantor Eduard Company. Namun, Erie sadar diri. Ia adalah wanita tanpa pendidikan. Kemampuannya juga pas-pasan. Mana mungkin ada perusahaan yang mau menampung orang sepertinya kan? Oleh sebab itu, ketika Elden memberitahunya tentang pekerjaan ini kemarin, Erie merasa senang meskipun terbesit sedikit rasa takut di hatinya. Ia senang mendapatkan kesempatan langka, tapi ia takut mengakacaukan segalanya. Makanya saat ini ia harus fokus bekerja.
Selain mengenai tempat-tempat yang tidak pernah Erie masuki sebelumnya, ada hal lain yang menarik. Sepanjang perjalanan menuju ruangan Elden, banyak sekali karyawan yang menyapa Mario. Ternyata pria itu cukup digandrungi terutama oleh karyawan wanita.
"Ternyata kau cukup popular, Mario," kata Erie saat mereka berada di dalam lift khusus yang hanya boleh digunakan oleh orang-orang yang memegang kartu identitas berwarna emas.
"Saya tidak sepopuler itu, Nyonya."
Erie melihat wajah Mario yang sedikit tersipu. Astaga! Ini pemandangan yang sangat langka karena selama ini, pria itu terkesan begitu serius dan kaku. Erie tersenyum. "Sebenarnya apa jabatanmu di sini?" tanyanya penasaran sebab tadi, semua karyawan terlihat sangat menghormati Mario.
"Selain sebagai pengawal Tuan, saya diperkerjakan Tuan sebagai direktur utamanya di kantor pusat ini, Nyonya."
"APA?!" teriak Erie sembari membelalakkan matanya. "Jadi kau adalah seorang direktur utama?" katanya lagi tak percaya.
"Iya, Nyonya."
Seketika Erie tertawa. "Hahaha. Aku tak percaya. Bagaimana bisa seorang direktur tunduk hormat kepadaku yang adalah bawahannya. Apakah aku harus memanggilmu dengan sebutan Pak?" ucapnya yang diikuti dengan senyuman lebar di wajahnya yang cantik itu.
"Apakah saya tidak terlihat seperti seorang direktur, Nyonya?"
"Tidak, tidak. Kau sangat pantas. Hanya saja, kapan kau akan berhenti memanggilku dengan sebutan nyonya itu? Ah benar! Aku juga harus berhenti menggunakan bahasa informal kepadamu."
Tiba-tiba Erie berhenti bicara. Ia melangkah mundur di belakang Mario. "Selamat pagi, Pak Mario," ucap Erie sembari menundukkan kepalanya menirukan cara karyawan lain saat menyapa Mario. Lalu beberapa detik kemudian, perempuan itu tertawa lagi. "Aduh bagaimana ini? Semakin dipikirkan aku semakin ingin tertawa, hahaha," sambungnya diselingi tawanya.
Mario tersenyum. Ia senang melihat majikannya tertawa seperti itu. Benar. Nyonyanya itu sangat polos dan lugu. Kondisi seperti ini dinilainya adalah cara terbaik dalam melindungi Erie dari berbagai macam bahaya.
Akhirnya Erie dan Mario tiba di depan ruangan Elden. Mario mengetuk pintu berwarna hitam itu lalu berseru, "Tuan, saya Mario."
"Masuk!" jawab Elden dari dalam ruangan.
Mario membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Elden. Erie juga melangkahkan kaki ke dalam. Ini kedua kali perempuan itu berada di ruangan tersebut. Rasanya aneh ketika ia mengingat bahwa kenangan pertama saat ia menginjakkan kaki di tempat itu tidaklah baik. Semoga saja kali ini ia tidak mendapatkan kenangan buruk lagi seperti waktu itu.
"Tuan, saya telah membawa Nyonya kemari," kata Mario saat ia melihat Elden yang tidak memperhatikan kehadiran Erie karena tengah sibuk.
Elden yang mendengar itu segera menghentikan kegiatannya membaca dokumen. Ia menatap Erie dan melihat penampilan perempuan itu dari atas kepala sampai ke ujung kaki. "Antar dia ke ruangannya dan beritahu apa yang harus ia kerjakan," ucap pria itu sambil meneruskan pekerjaannya.
"Baik, Tuan."
Itu saja? Lantas mengapa mereka harus ke ruangan Elden jika pria itu hanya bicara seperti itu? Erie semakin pusing menebak isi kepala Elden. Memang benar kata Marline, kebanyakan laki-laki adalah makhluk yang misterius dan sulit ditebak jalan pikirannya.
Mario membawa Erie ke ruangan yang berada
tepat di depan ruangan Elden. Sepertinya ruangan itu terlihat baru bagi Erie. Dulu, saat ia mengantarkan dokumen ke ruangan Elden beberapa bulan yang lalu, ruangan itu tidak ada.
"Nyonya, ini adalah ruangan Anda." Mario membukakan pintu untuk Erie. "Ini adalah beberapa dokumen yang harus Anda pelajari. Jadwal dan agenda Tuan juga sudah ada di dokumen ini," katanya sembari menunjuk setumpuk dokumen di atas meja Erie. "Jika ada yang tidak Anda mengerti, Anda bisa tanyakan pada Tina ataupun saya."
"Siap Pak!" ucap Erie dengan tangan membentuk gaya hormat. Tak lupa ia juga menunjukkan senyumannya di wajahnya yang cantik.
Mario ikut tersenyum melihat tingkah Erie. "Saya permisi dulu Nyonya. Semoga pekerjaan Anda menyenangkan," katanya sambil meninggalkan Erie.
Erie duduk di kursinya. Ia mulai membuka dokumen yang diberikan Mario. Bagi dirinya, pekerjaan ini tidaklah terlalu sulit. Walaupun dulu Bibi Betty tidak mengizinkan Erie keluar rumah, tetapi Erie tetap mendapatkan pengetahuan yang banyak. Sebab, secara langsung maupun tidak langsung, Bibi Betty telah mengajarkan Erie berbagai macam hal mengenai cara pengelolaan perusahaan. Mungkin dulu, Bibi Betty memiliki tujuan agar Erie dapat membantunya kelak. Erie tidak menyangka bahwa itu dapat bermanfaat sekarang. Itu sama seperti yang sering dikatakan oleh ayah angkatnya dulu, tidak ada yang sia-sia jika manusia belajar sesuatu dengan giat.
XXXX
Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat. Sekarang, jam sudah menunjukkan waktu makan siang. Erie telah selesai mengatur jadwal pertemuan Elden dengan beberapa pemilik perusahan lain untuk minggu ini. Sebenarnya Erie sangat terkejut saat tadi menyusun jadwal Elden. Hampir setiap hari dalam setahun Elden habiskan untuk bekerja. Pria itu hanya mengosongkan beberapa hari saja untuk kegiatan yang tidak disebutkan. Pantas saja semua perusahaan Alvaro begitu sukses karena suaminya itu bekerja begitu keras.
"Nyonya, Anda tidak makan siang?" tanya Mario setelah Erie memperbolehkannya untuk masuk ke dalam ruangannya. Ia menyerahkan beberapa lembar dokumen kerja sama perusahaan kepada Erie untuk perempuan itu pelajari.
"Iya. Sebentar lagi Mario. Aku masih harus menyelesaikan beberapa hal," jawab Erie sambil terus berkutat dengan beberapa dokumen.
Melihat Erie yang sedang bekerja membuat Mario terdiam untuk beberapa detik. Dalam posisi seperti itu, ia seperti melihat sosok Elden pada Erie. Mungkin hal inilah yang ditakuti Elden hingga tuannya itu mengutusnya untuk memaksa Erie beristirahat.
"Tidak Nyonya. Anda harus makan siang sekarang. Jika tidak, saya akan mendapat hukuman dari Tuan."
Erie menghentikan pekerjaannya saat ia mendengar kata tuan dalam kalimat Mario. "Baiklah," katanya sambil menutup dokumen yang ia pegang tadi. Erie tidak bisa berbuat apa-apa jika mendengar perintah Elden. Perempuan itu tahu bahwa Elden tidak ingin dibantah.
Mario membawa Erie ke sebuah restoran yang ada di depan kantor. "Silakan, Nyonya," ucap Mario membukakan pintu restoran itu. "Maaf Nyonya. Saya tidak dapat menemani Anda untuk makan siang. Saya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan. Ini titipan dari Tuan. Beliau juga berkata bahwa Anda bisa menggunakannya sesuka hati Anda," katanya lagi sembari memberikan sebuah kartu kredit pribadi milik Elden kepada Erie, lalu Mario meninggalkan Erie sendiri di meja makan dengan terburu-buru.
Erie tidak kecewa dengan tindakan Mario. Ia justru akan merasa canggung jika karyawan kantor Elden mendapati mereka sedang makan bersama. Erie membuka buku menu, memesan beberapa makanan, dan memakannya. Setelah selesai, ia berjalan menuju ke kasir dan membayar pesanannya.
"Nona Erie?" ucap seorang pria datang menghampiri Erie. Erie mengerutkan keningnya. Ia seperti pernah melihat pria itu, tapi ia tidak sepenuhnya yakin.
"Ternyata benar Anda. Apakah Anda tidak mengenali saya? Saya Devin Luis, Nona. Kita pernah bertemu di rumah Tuan Alvaro."
Erie mengingat-ingat kembali. Ia berujar ketika ingatan tentang pria itu melintas di benaknya. "Oh iya! Saya ingat. Bagaimana kabar Anda, Tuan Devin?"
"Saya baik, Nona. Bagaimana dengan Anda?"
"Saya juga baik. Bagaimana Anda bisa berada di sini, Tuan?"
"Restoran ini baru saya beli beberapa minggu yang lalu, Nona. Jadi saya datang untuk memeriksa perkembangan restoran ini. Dan Anda, apakah Anda bekerja di perusahaan Tuan Elden?" kata Devin sembari memperhatikan tanda pengenal yang menggantung di leher Erie.
Erie mengangguk. "Begitulah."
"Wah! Ini kebetulan yang sangat baik, Nona." Pria itu tersenyum. Erie melihat jam yang ada di atas dinding di belakang kasir. "Maaf Tuan Devin, sepertinya jam istirahat saya telah habis dan saya harus kembali. Saya permisi Tuan."
"Oh, baiklah. Senang bertemu dengan Anda, Nona."
Erie tersenyum singkat untuk membalas perkataan Devin. Ia bergegas kembali ke ruangannya. Ia sudah terlambat lima menit. Sungguh awal yang buruk bagi karyawan baru sepertinya.
"Kau habis dari mana?" tanya Elden yang langsung membuat Erie yang baru memasuki ruangannya tersentak karena kaget. Ia tak menyangka Elden akan berada di dalam ruangannya seperti itu. Dengan cepat Erie mengatur napasnya. "Saya baru selesai makan siang, Tuan. Maafkan keterlambatan saya, Tuan."
Elden memperhatikan tampilan Erie yang sedikit berantakan. Sepertinya perempuan itu datang sambil berlari. "Untuk hari ini aku memaafkanmu. Jika ini terjadi lagi aku akan menghukummu," kata Elden sambil berdiri dari kursi Erie.
"Baik, Tuan."
Elden berjalan mendekati Erie. "Bawa jadwalku untuk hari ini dan besok ke ruanganku."
"Baik, Tuan."
"Dan satu lagi, jangan pernah mendekati pria lain. Kau mengerti?"
"Saya mengerti, Tuan."
Elden menghela napas sebentar. Kemudian ia berjalan keluar dari ruangan Erie. Sementara itu, Erie masih terpaku dengan perkataan Elden. Bagaimana pria itu bisa tahu ia bertemu dengan seorang pria di restoran? Apakah Elden memata-matainya? Dan mengapa Elden melarangnya untuk bertemu pria lain? Mungkinkah?
Erie menggelengkan kepalanya untuk menepis semua anggapan dalam benaknya. Ia harus melanjutkan pekerjaannya sebelum Elden benar-benar memberikannya hukuman.
XXXXX
*Dukung novel ini dengan tinggalkan like, comment dan vote*. . .
Danke ♥️
By: Mei Shin Manalu**
katanya bucin
apa BAWA ya...
Kl diangkat ke layar lebar pasti penonton nya kyk semut antrinya
kereeen