NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28. Titik Temu Dua Hati

Nokiami hanya bisa menatap Reygan, kata-kata pria itu masih menggantung di udara seperti pengakuan dosa. "

'Aku tidak seharusnya sejahat itu.' Suaranya yang rendah dan berat, kini tanpa sedikit pun nada sinis, terasa seperti balutan hangat di luka yang sudah lama menganga. Hati Nokiami, yang selama ini membangun tembok tinggi untuk melindungi dirinya dari ejekan dan penghakiman, kini terasa melunak, seolah Reygan telah menemukan pintu rahasia yang tidak ia ketahui.

Nokiami mengangguk pelan, air matanya masih membasahi pipi, tapi kali ini bercampur dengan kelegaan yang luar biasa. “Aku… aku nggak tahu harus bilang apa,” bisiknya, suaranya serak.

Reygan menghela napas, tatapannya kini lebih lembut dari yang pernah Nokiami lihat. Ia menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap ke depan sejenak, lalu kembali menatap Nokiami.

“Nggak perlu bilang apa-apa,” katanya, suaranya sedikit lebih tenang. “Cukup tahu kalau aku serius. Aku tahu aku sering jadi bajingan. Aku tahu aku menyebalkan. Tapi kali ini, aku benar-benar minta maaf. Nggak ada alasan buat itu. Nggak seharusnya aku sejahat itu.”

Keheningan kembali menyelimuti mereka, tapi kali ini bukan keheningan yang tegang atau pahit. Ini adalah keheningan yang penuh pengertian, di mana dua jiwa yang terluka saling menemukan titik temu.

Nokiami mengusap sisa air matanya, pikirannya masih memproses pengakuan Reygan. Ini bukan hanya tentang meminta maaf atas kata-kata yang menyakitkan, tapi juga tentang mengakui kelemahan dan frustrasi pribadinya. Sebuah keberanian yang jarang ia lihat dari siapa pun, apalagi dari pria dingin seperti Reygan.

“Reygan…” Nokiami memulai lagi, suaranya masih sedikit ragu. “Aku… aku nggak pernah mengira kamu akan bilang seperti itu.”

Reygan mendengus pelan, ekspresinya kembali sedikit kaku, seolah berusaha menarik diri dari kerentanan yang baru saja ia tunjukkan. “Ya, kan? Itu sebabnya aku nggak suka banyak bicara. Drama.”

Nokiami tersenyum tipis.

“Tapi ini bukan drama. Ini… ini nyata.” Ia menatap Reygan lebih dalam. “Aku… aku penasaran. Kamu bilang kamu butuh uang tunai, bukan gelar. Kamu bilang kamu nggak punya waktu buat drama orang kaya. Dan aku tahu kamu dulu mahasiswa berprestasi.” Ia berhenti, menunggu reaksi Reygan. Setelah pengakuan tadi, ia merasa sedikit lebih berani untuk bertanya lagi. “Kenapa, Reygan? Kenapa kamu jadi kurir?”

Reygan terdiam sejenak, tatapannya kembali kosong, matanya terpaku pada dinding di depannya. Rahangnya mengeras lagi, tapi kali ini tidak ada kemarahan di matanya, hanya kelelahan yang mendalam. Ia menghela napas panjang, seolah sedang mengumpulkan semua keberanian yang ia miliki.

“Ayahku…” Reygan memulai, suaranya pelan dan berat, hampir seperti bisikan. “Dulu dia punya bisnis sendiri. Restoran. Awalnya lumayan sukses. Tapi dia… dia terlalu ambisius. Mau cepat kaya.” Ia menelan ludah. “Dia pinjam sana-sini, buat investasi yang nggak jelas, main saham. Katanya biar untung besar. Nggak mikir resikonya.”

Nokiami mendengarkan dengan saksama, hatinya berdebar. Ia tahu cerita ini akan menyakitkan bagi Reygan, tapi ia juga tahu ini penting.

“Ujung-ujungnya, semua hancur,” lanjut Reygan, suaranya semakin rendah. “Bisnisnya bangkrut. Utangnya numpuk. Banyak orang yang dia kecewakan, banyak yang dirugikan.” Ia mengepalkan tangannya. “Aku… aku waktu itu lagi kuliah. Udah semester akhir. Harusnya bentar lagi lulus. Tapi tiba-tiba semua berubah.”

“Utang itu… numpuk ke kamu?” tanya Nokiami pelan.

Reygan mengangguk. “Ayahku… dia udah nggak sanggup. Stress berat, sakit-sakitan. Aku anak tertua. Jadi, semua tanggung jawab itu jatuh ke aku.” Ia menatap Nokiami, matanya penuh kepahitan. “Aku harus bayar semuanya. Setiap rupiah.”

“Tapi… kenapa jadi kurir?” Nokiami masih belum mengerti sepenuhnya. “Kamu kan pintar, Reygan. Kamu bisa cari pekerjaan lain yang lebih baik, dengan gaji lebih besar. Atau setidaknya, yang lebih terhormat.”

Reygan tertawa sinis, tawa yang dulu sering ia dengar, tapi kini terasa lebih sedih. “Terhormat? Apa gunanya kehormatan kalau nggak bisa bayar utang? Aku butuh uang tunai, Nokia. Butuh cepat, aku nggak bisa nunggu. Kalau aku kerja di perusahaan, gaji bulanan, itu butuh waktu. Dan utang itu… terus berbunga.”

Ia menghela napas. “Pekerjaan kurir itu fleksibel. Aku bisa kerja sampai tengah malam, subuh. Semakin banyak pengiriman, semakin banyak uang tunai yang aku dapat. Dan yang paling penting…” Reygan berhenti sejenak, menatap Nokiami lagi.

“Nggak ada jejak. Nggak ada laporan gaji yang bisa diliat orang. Nggak ada rekening bank yang mencolok. Semua transaksi tunai. Itu… itu biar para kreditor nggak terlalu gampang ngelacak asetku, atau aset keluarga.”

Nokiami terkesiap. Jadi, Reygan juga sedang bersembunyi. Bukan dari tunangan jahat, tapi dari bayang-bayang utang keluarga yang menghancurkan. Ia bersembunyi di balik jaket hijaunya, di balik helmnya, di balik setiap pesanan yang ia antar.

“Jadi… kamu juga kabur?” bisik Nokiami, sebuah kesadaran pahit melintas di benaknya. “Kabur dari… dari masa lalu keluargamu?”

Reygan menatapnya, ekspresinya melunak lagi. “Kurang lebih begitu,” katanya. “Aku nggak punya pilihan. Kalau aku nggak kerja kayak gini, kalau aku nggak bayar utang-utang itu, keluargaku… kami bisa kehilangan semuanya. Rumah, semua yang tersisa. Dan aku nggak mau itu terjadi.”

Ia mengalihkan pandangannya ke kotak kardus berisi foto-foto lama Nokiami dan tulisan tangan Leo yang kejam. “Kamu kabur dari orang yang menghancurkanmu. Aku… aku kerja mati-matian buat menyelamatkan apa yang tersisa dari kehancuran keluargaku.” Reygan mengangguk pelan. “Kita berdua… sama-sama punya beban keluarga yang berat, ya kan? Kamu dengan rahasia ayahmu, aku dengan utang ayahku.”

Sebuah ikatan tak terlihat terjalin di antara mereka. Sebuah pemahaman yang dalam, yang melampaui semua pertengkaran dan sindiran yang pernah mereka lontarkan. Mereka berdua, dari latar belakang yang berbeda, ternyata sama-sama terbebani oleh masalah keluarga yang tidak mereka pilih.

Nokiami merasakan hatinya menghangat, percampuran rasa simpati dan pengertian yang dalam. “Aku… aku nggak pernah tahu,” katanya pelan. “Aku selalu berpikir kamu cuma sinis dan menyebalkan karena… memang begitulah kamu.”

Reygan mendengus. “Memang begitu aku. Tapi ada alasannya.” Ia tersenyam tipis, senyum yang jarang sekali Nokiami lihat, senyum yang nyaris tidak terlihat tapi memancarkan kehangatan yang aneh.

“Waktu aku lihat kamu makan seenaknya, ngeluh soal makanan, ngeluh soal hidupmu yang drama… aku cuma bisa marah. Aku mikir, ini orang nggak tahu rasanya berjuang. Nggak tahu rasanya kelaparan. Nggak tahu rasanya setiap rupiah itu berharga.”

“Dan aku marah ke kamu,” sambung Nokiami, “karena kamu terus-terusan mengomentari tubuhku, makananku. Padahal aku sudah punya Leo yang melakukan hal yang sama. Aku… aku juga memproyeksikan rasa sakitku ke kamu.”

Reygan mengangguk. “Kita sama-sama bajingan, kan?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!