NovelToon NovelToon
Bunga Plum Diatas Luka

Bunga Plum Diatas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Balas Dendam / Action / Romantis / Obsesi
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: NurfadilaRiska

Dibawah langit kerajaan yang berlumur cahaya mentari dan darah pengkhianatan, kisah mereka terukir antara cinta yang tak seharusnya tumbuh dan dendam masa lalu yang tak pernah padam.

Ju Jingnan, putri sulung keluarga Ju, memegang pedang dengan tangan dingin dan hati yang berdarah, bersumpah melindungi takhta, meski harus menukar hatinya dengan pengorbanan. Saudari kembarnya, Ju Jingyan, lahir dalam cahaya bulan, membawa kelembutan yang menenangkan, namun senyumannya menyimpan rahasia yang mampu menghancurkan segalanya.

Pertemuan takdir dengan dua saudari itu perlahan membuka pintu masa lalu yang seharusnya tetap terkunci. Ling An, tabib dari selatan, dengan bara dendam yang tersembunyi, ikut menenun nasib mereka dalam benang takdir yang tak bisa dihindari.

Dan ketika bunga plum mekar, satu per satu hati luluh di bawah takdir. Dan ketika darah kembali membasuh singgasana, hanya satu pertanyaan yang tersisa: siapa yang berani memberi cinta di atas pengorbanan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurfadilaRiska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebenarnya… Ada Apa Denganmu, Ling An?

Malam itu, tempat pelatihan Militer Junwei Jun bersinar terang oleh puluhan lampu obor yang berkelip di tengah Pegunungan Longfeng.

Cahaya api menari, memantulkan kilau keemasan pada zirah para prajurit dan mengusir dingin malam pegunungan yang menusuk tulang.

Canda tawa mereka menggema di udara, berpadu dengan aroma daging panggang dan masakan hangat yang mengepul, menciptakan suasana meriah—sebuah kehangatan langka yang jarang tercipta di medan militer.

Di sebuah meja kayu besar yang diletakkan di tengah tempat itu, Jingnan duduk santai bersama Weifeng dan beberapa prajurit. Di atas meja, papan catur kayu telah penuh dengan bidak yang tersisa sedikit.

“Satu… dua… dan hap,”

Jingnan tersenyum puas saat bidak terakhir digerakkannya.

“Menang lagi!” seru beberapa prajurit bersamaan.

Tawa pun pecah. Prajurit yang menjadi lawan Jingnan hanya bisa menghela napas panjang, sebelum dengan pasrah menghabiskan dua cangkir arak sesuai aturan permainan.

“Jenderal, aku juga ingin mencoba!”

Seorang prajurit muda mengangkat tangannya tinggi-tinggi dari tengah kerumunan.

“Kemarilah,” ucap Jingnan sambil tersenyum. “Berikan dia jalan.”

Prajurit itu maju dengan wajah penuh semangat.

“Tang Rui, kau yakin?” tanya prajurit lain ragu..

“Tentu saja,” jawab Tang Rui penuh percaya diri.

“Di desa dulu, ayahku nomor satu kalau soal begini.”

“Tapikan itu ayahmu, bukan kau,” Qingshan tertawa.

“Tenang saja,” Tang Rui terkekeh. “Aku selalu memperhatikannya bermain. Jadi setidaknya aku tahu sedikit.”

“Baiklah-baiklah,” Jingnan mengangguk ringan. “Ayo mulai.”

......................

Tak jauh dari kerumunan itu, Ling An duduk sendirian di sebuah bangku kayu.

Ia tampak tenang, namun sejak tadi matanya tak lepas dari meja tempat Jingnan berada.

Sorot obor memantulkan cahaya di wajahnya yang tampak murung, seolah pikirannya sedang jauh mengembara.

Tanpa disadari Ling An, Lu Jianhong datang dan duduk di hadapannya.

Jianhong mengikuti arah pandang Ling An, lalu menoleh kembali dengan senyum penuh arti.

“Kau siapa?” tanyanya santai.

“Beberapa hari ini aku sering melihatmu di sini. Kau kekasih Putri Jingyan… atau Putri Mei Yin?”

Ling An terkejut sesaat, lalu tersenyum tipis.

“Aku hanya tabib biasa. Mana pantas menjadi kekasih putri.”

“Oh?” Jianhong tertarik. “Tabib rupanya.”

Ia mengecilkan suara, tatapannya kembali melirik ke arah Jingnan.

“Tapi sejak tadi… kau terus menatap Jenderal Jingnan.”

Lalu, dengan senyum nakalnya, Jianhong berbisik,

“Kau menyukai Jenderal Jingnan, ya?”

“Ti-tidak!” Ling An refleks menoleh dengan mata sedikit melebar.

“Aku hanya melihat mereka bermain.”

“Benarkah?” Jianhong tersenyum, jelas tak sepenuhnya percaya.

Ling An mengangguk. “Benar.”

“Kulihat hubunganmu dengan Putri Jingyan juga sangat dekat,” lanjut Jianhong.

“Kau tidak sedang mendekati Putri Jingnan dan Putri Jingyan sekaligus, kan?”

Ling An terdiam sesaat.

Kata-kata itu seperti menekan pikirannya—karena ia tahu, kedekatannya dengan dua putri kembar Ju bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari jalan panjang dendam yang ia bawa sejak kecil. Namun perasaan yang kini tumbuh… adalah sesuatu yang tak pernah ia rencanakan.

“Tidak,” jawabnya akhirnya. “Aku hanya berteman dengan Putri Jingyan.”

“Ooo, baguslah.” Jianhong tersenyum puas.

“Jadi kau mendekati Jenderal Jingnan saja, ya?”

“Bukan begitu!” suara Ling An meninggi tanpa sadar.

Beberapa prajurit, Weifeng, bahkan Jingnan yang baru saja kalah dari Tang Rui dan menenggak dua cangkir arak, langsung menoleh.

Dengan santai, Jianhong berdiri dan menunjuk Ling An.

“Jenderal Jingnan, tabib ini bilang dia ingin bermain melawanmu.”

“Apa?!” Ling An panik. “Tidak, Jenderal!”

Namun Jianhong sudah berdiri, menarik tangan Ling An dengan cepat dan membawanya ke meja Jingnan.

“Sudahlah, kawan,” bisiknya pelan.

“Kalau kau tertarik, dekati saja langsung.”

“Itu salah paham—”

Belum sempat Ling An menyelesaikan kata-katanya, Jianhong sudah menarik Tang Rui.

“Kau lawan aku saja.”

“Aku masih mau bermain dengan Jenderal!” Tang Rui protes.

“Kau temani istrimu saja,” kata Jingnan datar.

“Yaoqin sedang bersama Putri Jingyan dan Putri Mei Yin,” jawab Jianhong santai.

Tidak. Tetap di sisinya,” ujar Jingnan datar.

“Padahal ini pesta kedatanganku,” Jianhong mengeluh.

“Ini pesta untuk Yaoqin dan calon anak kalian,” balas Jingnan sambil tersenyum.

“Untukmu, tidak perlu.”

Tawa prajurit pun pecah.

“Awas saja kalian. Setelah Jenderal dan yang lainnya kembali ke ibu kota, aku akan memberi kalian pelatihan khusus.”

Jianhong menyapu para prajurit dengan tatapan tajam, senyum tipis terukir di sudut bibirnya—senyum yang justru membuat mereka merinding,seolah telah melihat masa depan yang suram.

“Jenderal, saya izin pergi.”

Ling An segera bangkit dari duduknya.

“Eh—tidak. Kau tetap di sini. Bukankah tadi kau ingin melawanku?” ucap Jingnan, menatapnya tajam namun nada suaranya terdengar santai.

“Sudahlah, Nannan. Biarkan dia pergi.” Weifeng angkat bicara, suaranya tenang.

“Tapi, Gege—” Jingnan melirik Weifeng yang duduk di sampingnya, jelas masih keberatan.

“Jangan memaksanya, Nannan.” Wei Yu datang mendekat sambil tersenyum tipis, menengahi dengan sikap seorang pemimpin berpengalaman.

Jingnan menghela napas pelan.

“Baiklah… baiklah.”

Kemudian ia menoleh ke arah prajurit muda itu.

“Tang Rui, duduk kembali.”

Tang Rui tersenyum lebar dan segera melangkah maju.

Sementara itu, Ling An bergeser ke samping dengan tenang, memberi ruang agar Tang Rui dapat duduk kembali di hadapan Jingnan.

......................

Di sudut lain tempat pelatihan Militer Junwei Jun, Jingyan, Mei Yin, dan Yaoqin duduk tak jauh dari meja Jingnan. Cahaya obor memantul lembut pada wajah mereka, menciptakan suasana hangat di tengah malam pegunungan.

Mei Yin tampak paling menikmati momen itu. Ia sibuk menyantap daging panggang dengan penuh semangat, sama sekali tak memedulikan tata krama yang mengikatnya di istana.

Sesekali, Yaoqin melirik Jingyan—dan menyadari sesuatu yang tak luput dari matanya.

“Huuum… enak sekali.” Mei Yin tersenyum lebar.

“Kalau di istana, makannya tidak boleh seperti ini,” lanjutnya sambil terus mengunyah, “harus sopan dan mematuhi tata krama diistana, seperti yang selalu dikatakan Selir Su Ruyan.”

Ia tertawa kecil.

“Tapi di sini aku bebas, hahahaha.”

Mei Yin menepuk perutnya dengan puas.

“Kalau begini terus, aku ingin tinggal di sini bersama Nannan Jiejie saja. Menikmati kebebasan… dan tentu saja makan daging panggang setiap hari, sebanyak ini!”

Ia lalu melirik ke tengah meja.

“Yaoqin Jiejie, Yanyan Jiejie, kenapa kalian berdua tidak memakan daging panggang ini??”

“Sudah, kau makan saja.” Yaoqin tersenyum lembut.

“Benarkah, Jie?” Mata Mei Yin langsung berbinar. Tanpa ragu, ia segera mengambil potongan daging panggang itu.

“Rasanya begitu lezat… kenapa kalian tidak memakannya?” katanya sambil sibuk mengunyah.

Yaoqin mengangkat mangkuk sup hangat di tangannya.

“Sup ini tidak kalah lezat. Kau mau mencobanya??”

“Mau!” Mei Yin tersenyum ceria.

Namun sebelum Mei Yin sempat menyuap sendiri, Yaoqin sudah lebih dulu menyuapinya.

“Waa… lezat!” Mei Yin tertawa puas.

Ia lalu menoleh ke Jingyan.

“Yanyan Jiejie, masakanmu tidak pernah gagal.”

Namun Jingyan tak menjawab. Sejak tadi, ia hanya terdiam, tatapannya melayang entah ke mana—menembus riuh tawa para prajurit, melewati kelap-kelip cahaya obor, lalu berhenti pada satu sosok yang berdiri tak begitu jauh darinya.

'Mengapa aku selalu memperhatikannya?'

Batin Jingyan berbisik lirih.

'Apa aku benar-benar telah jatuh cinta pada Tabib Ling An?'

Jingyan tetap duduk diam, namun pandangannya terus tertuju ke arah Ling An, seolah pikirannya tengah bertarung dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban, justru semakin membuat hatinya resah.

Ling An adalah sosok yang sulit dibaca baginya.

Kadang kala, ketika tatapan mereka bertemu, Jingyan menangkap kelembutan samar di mata pria itu—namun dalam sepersekian detik, tatapan tersebut berubah, menjadi dingin dan tertahan, seakan menyembunyikan amarah atau luka yang tak pernah diungkapkan.

Tanpa sadar, Jingyan menggenggam sumpit di tangannya semakin erat.

'Sebenarnya… ada apa denganmu, Ling An?'

Yaoqin menatapnya dari samping dengan senyum kecil, lalu berbisik pelan sambil menunjuk ke arah meja Jingnan.

“Sejak tadi dia menatap ke sana.”

“Pantas saja.” Mei Yin tersenyum penuh arti.

Tiba-tiba, suaranya meninggi.

“TABIB LING AN!”

Suara Mei Yin menggema keras, memecah keheningan batin Jingyan.

Sambil tersenyum ceria, Mei Yin melambaikan tangan tinggi-tinggi ke arah Ling An..

Ling An, Jingnan, Weifeng, Wei Yu dan beberapa prajurit di sekitarnya langsung menoleh. Tatapan Ling An pun tanpa sengaja bertemu dengan Jingyan.

Jingyan tersentak kecil. Dengan cepat, ia menundukkan pandangannya dan berpura-pura sibuk menyantap makanan di hadapannya.

Melihat reaksi itu, Yaoqin dan Mei Yin saling melirik—lalu tersenyum kecil, seolah telah memahami sesuatu yang tak terucap.

1
Annida Annida
lanjut tor
Arix Zhufa
mampir thor
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Hi kak, makasii udah mampir💙💙💙
total 1 replies
Adis Suciawati
bagus kak
Adis Suciawati
beberapa lagi kakak kontrak nih kak
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: iya kak💙
total 1 replies
Adis Suciawati
lala lama cinta akan datang sendiri nya
Adis Suciawati: ceritanya siga warga China ya kak
total 2 replies
Adis Suciawati
ini kasih nya seperti nama nama orang China ya ka
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: betul kak, ceritanya juga memang china kak💙💙
total 1 replies
Adis Suciawati
bagus kak,kisah nya unik kak
Adis Suciawati: iya kak semoga kisah kita banyak peminat nya ya kak
total 2 replies
Mizuki : builder
Bagus kak mulai ada perkembangan 👍
semangat teruslah aku dukung🔥❤️
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Makasiii" 💙💙💙
total 1 replies
Mizuki : builder
mantap lah lanjutkan 💪, semangat terus author.
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Makasii yap💙💙
total 1 replies
Mizuki : builder
aku ngebayangin si Mei Yin🤣
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Mei Yin cantik" kelakuannya buat geleng-geleng😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!