NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:504
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Alasan Satya

Selama Satya belum memberikan klarifikasi atas apa yang sudah dilakukannya itu, Hanin akan terus merasa canggung. Walau bagaimanapun ciuman itu baginya bukan sekedar ciuman biasa. Itu bagian kontak fisik yang hanya bisa dilakukan suami istri, atau Sepasang kekasih seperti orang-orang berpacaran di luar sana.

“Maafkan Kakak, Hani, tadi itu ...,” ucap Satya ragu setelah berusaha menenangkan diri dan memberanikan diri membahas masalah ciuman itu.

Hanin tak merespons sama sekali, Satya bahkan belum menyelesaikan kalimatnya yang menggantung.

“Ah sudahlah, lupakan saja. Lagi pula itu bukan kesengajaan yang kakak lakukan,” lanjut Satya.

“Jadi, apa maksud semua itu, Kakak?” tanya Hanin akhirnya memiliki keberanian untuk bertanya, ketika dia merasa Satya menganggap sepele apa yang dilakukannya.

“Kakak khilaf, Hani, semenjak dari Jakarta mendengarmu pergi dengan Awan, bahkan kau pergi ke rumahnya sudah membuat Kakak tak tenang,” jelas Satya dengan suara lirih takut terdengar Mbok Indung yang masih berada di dapur.

“Di mana salahnya, Kak?” tanya Hanin, ada kekecewaan dalam pertanyaannya.

Satya mendekatkan wajahnya.

“Kau pergi dengan laki-laki yang baru kau kenal, itu sudah salah, dan kesalahan lainnya laki-laki itu adalah Awan. Bukankah sebelumnya kakak sudah mengingatkanmu untuk jauhi Awan,” kata Satya. Suaranya lirih.

“Apa hubungannya dengan, Kakak mencium Hani?”

Satya buru-buru membungkam mulut Hanin yang berbicara keras. Jika orang lain mendengar ucapannya mereka akan salah paham.

“Kakak khilaf, oke? Dan kakak tidak ada maksud apa-apa. Kakak hanya tidak tahu bagaimana memberi hukuman padamu untuk pelanggaranmu itu. Jadi, hanya itu yang kakak pikirkan,” jawab Satya masih dengan alasan yang tidak membuat Hanin puas.

“Kakak bohong, Hani yakin bukan itu alasannya.”

“Apa kau berpikir Alasan lain? Apa?” tanya Satya.

Mendapatkan pertanyaan itu Hanin sendiri tidak bisa menjawabnya. Dia tidak mungkin mengatakan apa yang ada dalam pikirannya saat ini karena itu sesuatu yang tidak mungkin dan mustahil.

“Hani tidak tahu, tapi asal kakak tahu itu ciuman pertama Hani, Kak,” ungkap Hanin dengan wajah cemberut.

Melihat wajah Hanin yang sedih, Satya meraih tangan Hanin dan menggenggamnya erat.

“Maafkan kak Satya, kakak janji tidak akan mengulanginya lagi,” bujuk Satya.

Hanin masih tertunduk menyembunyikan wajahnya.

“Hani, kamu tidak mau memaafkan kakak? Dengar Hani, asal kamu juga tahu bahwa semua yang terjadi juga karena sikapmu yang keras kepala. Coba kau dengarkan ucapan kakak, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi.” Satya berusaha mencari pembenaran.

Sebenarnya Hanin tidak senang dengan alasan Satya, tapi melihat permintaan maaf tulus Satya, perasaan Hanin yang semula marah dan kesal kemudian mereda, dan sampai kapan pun perbuatan Satya tidak akan pernah hilang dari ingatannya. Hanin penasaran apa arti dan maksud Satya yang sesungguhnya.

Hanin mengangguk pelan, sedikit melegakan perasaan Satya yang masih merasa bersalah di dalam hatinya.

Satya benar-benar menyadari kekeliruannya, entah setan mana yang sudah merasuk ke dalam dirinya tiba-tiba melakukan itu pada Hanin. Mengingat apa yang barusan dilakukannya Satya merasa sangat marah pada diri sendiri dan juga malu. Apa lagi ketika dia pergi begitu saja meninggalkan ruangan itu setelah apa yang dilakukannya.

Tak ada yang melihat kejadian itu, tapi Mbok Indung melihat ketika Satya keluar dari kamar Hanin dengan raut wajahnya yang muram.

Awalnya Mbok Indung kaget saat membuka pintu ternyata Satya yang pulang. Pemuda itu pulang dengan tiba-tiba tanpa mengatakan apa pun. Melempar tasnya di sofa langsung pergi ke lantai atas.

Mbok Indung yang khawatir, lalu mengikutinya, dan melihat Satya masuk kamar Hanin. Saat itu pintu langsung tertutup rapat. Wanita itu tak berani untuk membukanya, itu akan dianggap sikap yang lancang. Mbok Indung tak mendengar apa pun di dalam, dan tahu-tahu Satya keluar dari dalam dengan wajah muram.

Walaupun sudah memaafkan, Hanin belum bisa melupakan kejadian hari itu. Di mana pun dia berada bayangan Satya terus saja mengganggunya. Saat belajar dia tak bisa konsentrasi. Sama sekali tak ada yang nyangkut di dalam otaknya.

“Aku harus bagaimana untuk bisa melupakannya?” Hanin sampai memukul kepalanya dengan bolpoin di tangannya.

“Apa kau butuh bantuan?” suara Satya terdengar begitu jelas di telinganya. Hanin menoleh, wajah Satya berada begitu dekat di sampingnya. Kalau saja Satya tak menghindar sekali lagi bibirnya bisa menyentuh wajah itu.

“Tidak, Kak, Hani cuma tidak fokus belajar.”

“Apa ada tugas?”

Hanin menggeleng.

“Kalau begitu pergi istirahat, percuma belajar kalau pikiranmu tidak bisa fokus.” Satya mengusap kepala Hanin.

Setelah membantu merapikan buku, dan mengantar Hanin tidur Satya berjalan keluar, menarik Handle pintu siap menutupnya.

“Kak!” panggilan Hanin menahan pergerakan Satya. Pemuda itu membuka kembali pintu yang nyaris tertutup. Dilihatnya Hanin bangun dari tidurnya dan berlari ke arahnya, lalu memeluknya dengan erat.

Tak ada yang diucapkannya. Satya pun membiarkan saja sampai Hanin merasa cukup puas lalu memberikan penjelasan atas apa yang dilakukannya.

“Ada apa?” tanya Satya setelah cukup lama Hanin tak melepaskan pelukannya.

Hanin masih diam tak menjawab, tapi Satya mendengar suara Hanin sepertinya mulai menangis.

“Apa kau masih marah dengan kakak?”

Hanin menggeleng.

“Apa ada masalah selama kakak pergi? Awan melakukan sesuatu padamu?”

Hanin menarik tubuhnya hingga dengan jelas Satya bisa melihat raut wajahnya kini, dan kedua mata yang memerah.

“Tidak, Kak. Kak Awan tidak melakukan apa pun padaku. Dia baik mau mengantarku sampai rumah.”

“Berhenti memujinya di depan kakak, sebaik apa pun dia, kakak tidak percaya dia seperti itu.”

“Kenapa Kak Satya begitu membencinya?”

“Karena dia memang bukan laki-laki yang baik, terutama soal perempuan.”

“Tidak baik bagaimana? Bukankah bagus laki-laki suka dengan perempuan daripada laki-laki penyuka sesama jenis.”

“Hai, apa maksudmu, Hani? Dari mana kau mendengar kata-kata seperti itu?” Satya jelas saja terkejut mendengar ucapan Hanin.

“Hanya mendengar saja, kalau ada laki-laki seperti itu sungguh aneh.” Hanin kemudian mendekatkan dirinya pada Satya lalu mengangkat wajahnya hingga wajah keduanya begitu dekat.

Melihat sikap Hanin yang aneh, Satya tampak kebingungan. Masih tak mengerti apa maksud Hanin bersikap seperti itu.

“Kau mau apa, Hanin?” tanya Satya.

“Kenapa Kakak sampai sekarang tidak punya pacar?” tanya Hanin tiba-tiba.

“Bukankah sudah pernah kakak jelaskan sebelumnya, kakak tidak perlu mengulanginya lagi.”

“Kenapa kakak tidak suka berpacaran?” tanya Hanin.

“Kita masih sekolah, tidak perlu memikirkan hal itu,” jawab Satya singkat.

“Mengapa kakak marah saat Hani mencium kakak?”

“Stop, Hani! Dan pergi tidur! Kita tidak perlu membahas masalah tidak penting ini.” Satya menyingkirkan Hanin lantas mengantarnya kembali ke tempat tidur.

“Kalau ada apa-apa panggil kakak,” pesan Satya.

“Kak.” Panggil Hanin sekali lagi sembari menarik lengan Satya. Kali ini tampaknya Hanin terlalu kuat menariknya hingga Satya kehilangan keseimbangannya, jatuh nyaris menimpa Hanin.

Mereka begitu dekat, sampai membuat wajah Hanin merona.

“Selamat malam, dan jangan terlalu banyak berpikir,” ucap Satya sebelum menyingkir dari tubuh Hanin.

Setelah Satya meninggalkan ruangan Hanin baru menyadari tingkahnya sudah berlebihan, tapi dia melakukan itu hanya ingin tahu seperti apa perasaan Satya. Apa benar Satya tidak menyukai perempuan? Jika tidak suka mengapa Satya menciumnya?

Hanin tiba-tiba merasa pusing, sudah sampai sejauh itu, tapi masih belum menemukan jawabannya.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!