NovelToon NovelToon
Bunda Untuk Daddy (Tamat)

Bunda Untuk Daddy (Tamat)

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat
Popularitas:18.8M
Nilai: 4.9
Nama Author: saskavirby

pengalaman pahit serta terburuk nya saat orang yang dicintai pergi untuk selama-lamanya bahkan membawa beserta buah hati mereka.

kecelakaan yang menimpa keluarganya menyebabkan seorang Stella menjadi janda muda yang cantik yang di incar banyak pria.

kehidupan nya berubah ketika tak sengaja bertemu dengan Aiden, pria kecil yang mengingatkan dirinya dengan mendiang putranya.

siapa sangka Aiden adalah anak dari seorang miliarder ternama bernama Sandyaga Van Houten. seorang duda yang memiliki wajah bak dewa yunani, digandrungi banyak wanita.


>>ini karya pertama ku, ada juga di wattpad dengan akun yang sama "saskavirby"

Selamat membaca, jangan lupa vote and coment ✌️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saskavirby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 28

"Im sorry, Stella"

Stella mengenali suara itu. Itu suara seseorang yang berusaha dihindari nya akhir-akhir ini. Dan juga suara seseorang yang telah menyakiti hatinya.

Sandy menurunkan buket bunganya, menatap wajah Stella yang terlihat terkejut dan sendu dalam satu waktu. "Stella, forgive me please."

Stella menatap Sandy lekat, bayangan Sandy mempermainkannya membuat dadanya terasa sesak, pelupuk matanya menggenang, hingga cairan bening mengalir tanpa bisa dicegah. Stella menahan Sandy yang mendekat padanya. "Kenapa?" tanyanya dengan suara yang bergetar.

Sandy tak paham.

"Kenapa baru sekarang. Apa maksudmu, Sandy." Netra bening itu kembali menumpahkan pedih. "Bukankah kau sendiri yang memintaku menjadi ibu sambung untuk Aiden, tapi kenapa kau justru bertunangan dengan wanita lain? Bahkan kau tidak datang malam itu serta membuatku menunggu sampai tengah malam." Stella benar-benar kecewa dengan sikap Sandy, terlebih ia kecewa pada diri sendiri yang tak bisa menahan pedih." Bahkan, bahkan a-aku hampir --" Stella tak bisa melanjutkan ucapan saat bayangan mengerikan itu kembali melintas.

Grep!

Sandy merengkuh tubuh Stella ke dalam pelukan. "Maaf," bisiknya. Jika saja waktu dapat diputar, Sandy tidak akan membuat Stella menunggu malam itu, ia akan membaca surat dari Stella hingga selesai. Namum nyatanya ia tidak sanggup mengubah waktu, ia hanya akan memperbaiki semuanya, mulai sekarang.

Stella tergugu dalam pelukan Sandy, menumpahkan segala perih yang ia tahan selama ini, menumpahkan setiap emosi yang berkecamuk di dalam diri. "Kau Jahat, Sandy. Kau keterlaluan." pukulan di dada Sandy bukti kekecewaannya pada pria itu.

Sandy membiarkan Stella memukul dadanya, membiarkan Stella meluapkan amarah yang ia sendiri penyebabnya. Suara tangisan Stella terdengar amat sangat menyakitkan baginya.

"Aku membencimu, Sandy."

Sandy mengeratkan pelukannya. "Tidak, Stella, ku mohon jangan membenciku. Aku mencintaimu."

Tangis Stella pecah mendengar ungkapan perasaan Sandy. "Aku membencimu! Sandy!" teriaknya meluapkan emosi.

Sandy menggeleng. "Tidak, Ste," bisiknya parau.

"Aku benci. Aku benci pada diriku sendiri, kenapa aku bisa mencintai orang sepertimu, Sandy."

Sandy membeku, tubuhnya seakan tengah merespon ucapan yang keluar dari bibir Stella, dan setelah semua syaraf tubuhnya terhubung ia tersenyum haru. Setelahnya ia menarik diri melepaskan pelukan, mengusap pipi Stella yang basah, kemudian ia menyerahkan buket bunga di hadapan Stella. "Forgive me. Stella," ucapnya sungguh-sungguh.

Stella memperhatikan netra legam di hadapannya yang nampak teduh, tidak ada kebohongan dari sorot tajam itu. "Kenapa kau tidak datang?" tanyanya alih-alih menerima pemberian Sandy. "Apa kau tidak membaca surat dariku?" Stella hanya ingin memastikan.

Sandy mengembuskan nafas dalam. "Aku berfikir bahwa kau menolakku," tersirat penyesalan dalam kalimatnya.

Stella tak mengerti.

Sandy menatap Stella lekat, kemudian memperhatikan air danau yang nampak tenang. "Aku tidak membaca isi suratmu hingga akhir," sesalnya. "Aku berfikir kau lebih memilih Rega daripada aku," imbuhnya memperhatikan Stella yang nampak terkejut. "Maafkan aku, Stella," lanjutnya.

Stella memperhatikan wajah Sandy yang terdapat memar di beberapa titik, kenapa ia baru menyadarinya? "Kenapa?" tanyanya menyentuh permukaan wajah Sandy.

Sandy tersenyum menyadari kekhawatiran Stella padanya. Ia menggenggam jemari hangat yang menyentuh wajahnya. "Aku bersyukur mendapatkan luka ini. Mungkin kalau tidak ada ini, aku tidak akan pernah tahu yang sesungguhnya."

Stella menyernyit heran. Apa Sandy sudah gila, bagaimana bisa orang yang mendapat luka di wajah malah tersenyum dan berucap bersyukur.

"Aku memang sudah gila, Ste," seakan Sandy tahu apa yang ada dipikiran Stella. "Aku gila karenamu, Stella," ucapnya tersenyum. Tak ingin melewatkan kesempatan, Sandu kembali meraih buket bunga di atas jembatan, memberikan pada Stella. "Maafkan aku."

Stella memperhatikan buket bunga dan Sandy bergantian, Sandy memang sangat keterlaluan karena telah melukai hatinya, saat ia yakin dengan pilihannya justru Sandy mengecewakannya, tapi semua itu karena kesalahpahaman bukan? Namun apakah jika ia memberi kesempatan pada Sandy akan berakhir bahagia? Stella menerima buket bunga pemberian Sandy, ia juga tersenyum tanda menerima permintaan maaf Sandy. Setidaknya ia akan kembali mencoba.

Sandy membawa tubuh Stella ke dalam pelukan. Seakan beban puluhan ton terangkat dari tubuhnya saat wanita yang ia cintai bersedia memaafkan kesalahannya. "Terimakasih," bisiknya di cerukan leher Stella.

Sandy melerai pelukan, ia menggenggam sebelah tangan Stella yang bebas. Berulang kali ia menghembuskan nafas panjang sebelum memulai aksi, ia sangat gugup. Sandy berdehem, "Stella, mungkin awal pertemuan kita tidak terlalu baik, dan terkesan menyeramkan."

Stella menyernyit. "Bukankah pertama kali kita bertemu di butik? Dimana letak menyeramkannya?" tanyanya heran.

Sandy tersenyum. "Kau tidak ingat? Kita bertemu pertama kali di pemakaman."

Stella nampak mengingat, namun nihil, ia tidak ingat sama sekali.

"Kita berteduh di pendopo makam, bahkan aku memberikan tumpangan payung untukmu," Sandy mengingatkan.

Stella terdiam. "Oh? Apakah pria itu.."

Sandy mengangguk. "Iya, itu aku."

"Wah.. kenapa aku tidak ingat wajahmu," Stella terkekeh yang justru membuat lawan bicaranya kagum.

Sandy kembali berdehem untuk melanjutkan kalimat, "Tapi aku berjanji akan membuat semua menjadi indah mulai detik ini."

Stella menatap Sandy heran, ia merasakan dingin pada telapak tangan pria itu.

"Aku tidak tahu kapan perasaan ini ada. Perasaan ingin terus berada di dekatmu. Menciptakan senyuman di wajahmu, membuatmu bahagia." Sandy sudah berdebar di dalam sana, terlebih menyaksikan wajah ayu wanita di depannya membuatnya kian gugup. "Satu yang pasti, perasaanku terasa damai melihat senyum terpatri di wajahmu, terlebih senyuman itu penyebabnya aku."

Stella menunduk malu mendengar ucapan Sandy, wajahnya terasa terbakar menimbulkan semburat merah di pipi.

"Aku menyukai wajah ini, yang memerah karena ulahku," Sandy terkekeh mencubit gemas pipi Stella.

Stella mengulum senyum.

Tiba-tiba Sandy berlutut. Merogoh saku jas, mengambil kotak beludru berbentuk hati berwarna merah.

Stella menutup mulutnya yang ternganga kaget melihat apa yang Sandy lakukan. Sebuah cincin dengan mata berlian berwarna putih berkilau nampak di hadapannya.

Sandy mendongak menatap Stella lekat untuk membulatkan tekad. "Stella, maukah kau menjadi ibu sambung untuk Aiden? Maukah kau menjadi Ibu untuk adik-adik Aiden berikutnya?"

Stella tersipu, itu kalimat yang tertulis dalam surat miliknya.

"Maukah kau menjadi satu-satunya wanita yang aku lihat terakhir kali sebelum tidur?" Sandy menghembuskan nafas pelan, jantungnya sudah dag dig dug tak karuan. Bahkan lebih parahnya, Sandy berkeringat padahal udara terasa dingin malam itu. "Stella Ayu Ghani, will you marry me?"

Jdarr!!

Stella membeku, degupan di dadanya melesak seakan meminta keluar. Sandy melamarnya. Meskipun ia sudah mengetahui sebelumnya, namun kenyataannya ia tetap gugup.

Tiba-tiba lampu danau meredup berganti bentuk dengan kalimat WILL YOU MARRY ME.

Stella terpesona melihat kerlap kerlip lampu di atas air, cahayanya memantul pada air yang tenang membuatku kian memukau. Jadi, apakah Sandy sudah menyiapkan semuanya? —untuknya.

Sandy sudah gugup setengah mati, ia khawatir jika Stella menolaknya. Namun menatap wajah ayu di hadapannya yang nampak tersenyum membuat setitik kegugupan di dadanya menguap.

"Ya, aku bersedia."

Senyum Sandy seketika merekah mendengar jawaban Stella. Lega. Ia benar-benar lega dan bahagia, beban yang menumpuk di punggungnya beberapa menit yang lalu telah terangkat begitu saja.

Sandy merengkuh tubuh Stella rapat setelah menyematkan cincin di jari manis wanita itu. Terlalu bahagia, ia bahkan melempar buket bunganya ke dalam danau.

"Sandy, bunganya," seru Stella melihat buket bunga yang teronggok mengapung di atas air. Ia cemberut.

"Aku akan menggantinya dengan yang lebih besar, Stella" hibur Sandy kembali memeluk tubuh Stella.

Stella mendorong tubuh Sandy. "Tapi itu mahal, Sandy," protesnya. Ia masih tidak rela tatanan rapi bunga itu berakhir mengenaskan.

"Tidak ada yang mahal untukmu, Sayang."

Stella tersipu mendengar panggilan baru dari Sandy. Menguap begitu saja rasa kecewanya beberapa detik yang lalu.

Di sisi lain.

"Apa kita sudah boleh keluar?" Laras bertanya.

"Belum, Nyonya, belum ada kode dari Pak Sandy," cegah Sari.

Ya, mereka berlima —Sari, Laras, Vero, Alvin dan juga Aiden. tengah bersembunyi di balik rumput ilalang. Tentu saja mereka bagian yang turut andil memberikan kejutan tersebut.

Sandy melerai pelukan, ia menatap lekat wajah Stella, —calon istrinya. Ia menangkup wajah Stella, perlahan namun pasti, Sandy mendekat. Namun sebelum mencapai apa yang menjadi tujuannya, suara dari wanita di depannya membuatnya terpaksa terhenti.

"Bagaimana dengan Fara?"

Sandy berdecak tak suka saat tujuannya terhambat. "Aku dan Fara sudah selesai, Stella, tidak ada yang perlu di permasalahkan," balasnya.

"Semudah itu?" Stella meragukan.

Sandy menghela nafas. "Aku sudah memberikan apa yang dia minta, jadi dia tidak akan menggangu kita lagi."

"Dia meminta apa?"

"Lima ratus juta," jawab Sandy tanpa beban.

1 detik

2 detik

3 detik

"APAAA??!! Kau serius?"

Sandy mengangguk aja.

"Sandy kau.. " Stella menuding dada Sandy. Lima ratus juta layaknya lima ratus ribu bagi pria itu. "Huh, kau gila, Sandy," hardiknya kesal.

"Hei.. kenapa kau mengatai calon suamimu gila," Sandy tak terima.

Stella terlihat kesal. "Kenapa kau memberikan uang sebanyak itu?"

Sandy menyernyit. "Kenapa?" tanyanya heran.

"Astaga, Sandy, itu terlalu banyak, apa tidak ada cara lain?" ujar Stella tak habis pikir. Bagaimana mungkin Sandy memberikan uang sebanyak itu dengan cuma-cuma, bahkan dirinya harus bekerja mati-matian untuk mengumpulkan uang sebanyak itu dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Sedangkan Sandy membuangnya begitu saja, astaga.

Sandy menarik tubuh Stella agar menghadap padanya, wajah Stella yang cemberut membuat Sandy kian gemas. "Ste, uang segitu tidak seberapa banyak dibandingkan dengan dirimu. Aku bahkan rela memberikan seluruh hartaku untuk bisa selalu bersamamu," Sandy tidak berbohong akan ucapannya.

Stella mencibir. "Gombal."

"Hei.. aku serius, Sayang~" ucap Sandy lembut.

Blusss...

Pipi Stella merona mendengar ucapan Sandy, ia menunduk menatap kakinya yang terbungkus heels senada dengan dressnya.

Sandy semakin gemas dengan Stella, perlahan ia mengangkat dagu Stella, menatap lekat manik indah di hadapannya, tatapannya turun hingga ke bibir. Perlahan namun pasti Sandy mulai mengikis jarak, hingga benda kenyal itu tersentuh oleh bibirnya. Tak mendapatkan penolakan, Sandy menambah sedikit ******* juga gigitan kecil. Mendapatkan respon baik membuat gelora Sandy semakin menggebu, ia menarik tubuh Stella merapat padanya, menahan tengkuk wanitanya untuk memundahkan cumbuannya.

Laras menutup wajah Aiden.

"Oma, Aiden pengen ikut Daddy dan Bunda," rengek Aiden berusaha membuka tangan yang menutup matanya.

"Sebentar, Sayang." Laras menoleh, "Bagaimana? Sudah bisa keluar dari sini?" tanyanya tak sabar.

"Tapi Pak Sandy belum memberi kode," Sari terlihat kikuk.

Laras memutar bola matanya jengah. "Sudah, kita hampiri saja. Aku yakin dia bahkan tidak ingat kita ada di sini," ucapnya kesal.

Akhirnya mereka keluar dari tempat persembunyian.

"Bundaaaa!!" Aiden berseru keras.

Kedua mahkluk yang sedang bercumbu itu terkejut, melepaskan pelukan dan mengusap kasar bibir masing-masing.

Stella merendahkan tubuhnya serta membawa Aiden dalam pelukannya.

"Aiden kangen sama Bunda."

"Bunda juga kangen sama Aiden." Stella menciumi seluruh wajah Aiden, hal yang sangat ia rindukan.

Laras memukul kepala Sandy. "Kalau lagi enak, lupa, ya, sama orang tua," cetusnya kesal.

Sandy menyengir mengelus kepalanya. "Maaf, Ma, khilaf," balasnya tak berdosa.

"Khilaf 'ndasmu." (khilaf kepalamu)

Mereka yang melihatnya tertawa, kemudian bergantian memberikan selamat untuk Sandy dan juga Stella.

"Selamat ya, Sayang, akhirnya kamu akan jadi mantu Mama," Laras memeluk Stella.

"Terimakasih, Ma."

"Selamat, Mbak Stella, aku turut bahagia Mbak," Sari tak kalah haru.

"Terimakasih, Sari."

...***...

"Kapan aku bisa bertemu orang tuamu, Ste?" Sandy berujar ketika keduanya sudah berada di mobil milik Sandy.

"Untuk apa?"

"Untuk meminta restu agar bisa menikahimu."

"Secepat itukah?"

"Lebih cepat lebih baik, Sayang."

Blussshhhh....

Pipi Stella memerah mendengar ucapan terakhir dari Sandy. Jantungnya berdegup, ia mengalihkan tatapan keluar jendela agar Sandy tak melihat semburat merah di pipinya.

Sandy melihat gelagat wanita di sampingnya, ia terkekeh. "Kalau pakai pemerah pipi ketebalan ,tuh," godanya

Stella menoleh, ia mendelik. "Sembarangan," protesnya memukul lengan Sandy.

Sandy tertawa. "Lalu ini apa, Sayang?" ia semakin gencar menggoda dengan menoel sebelah pipi Stella.

Blusshh

Lagi, pipi Stella semakin merona mendengar ucapan Sandy. Ia menangkup wajahnya dengan telapak yangan berharap Sandy tak akan melihat rona itu, —lagi.

Sandy tertawa melihat pipi Stella semakin memerah, ia sampai harus menutup mulutnya dengan kepalan tangan. Sungguh wanitanya sangat menggemaskan.

Wanitanya?

Ya sekarang Stella adalah wanitanya bukan.

"Sandy, berhenti menertawakanku," Stella memperingati.

Sandy berdehem menetralkan perasaan menggelitik di perutnya. "Oke, baiklah, Sayangku~"

"SANDY.."

"Hahahaha" tawa Sandy menggema didalam mobil. Sepertinya ia sudah mempunyai hobi baru sekarang. Menggoda Stella adalah hobi barunya. Tidak pernah ia merasa sebahagia itu sebelumnya, —setelah ditinggal almarhum istrinya. Kini kebahagiaan itu semakin sempurna dengan kehadiran Stella di sisinya. Sandy pastikan akan membuat Stella bahagia dengannya, tidak akan ia menyakiti Stella, —lagi. Itu janjinya.

.

.

tbc

...Ini aku yang ngetik ikut senyum-senyum sendiri loh 😂...

...Baper gueee, kalian baper gak????...

...Jan lupa vote and koment ya?...

...Beri semangat padakuhhh 😘😘...

...Lup yu ol 😍...

...19 Januari 2020...

1
PANCAWATI PRIHATININGSIH
katanya Sandy CEO
kok milih perempuan kasar bgt nganggep cocok to dia

aneh sich

tp bnyak kok orang yg ga paham dng pilihannya
PANCAWATI PRIHATININGSIH
wong sugih tapi kok
Ervina T
Luar biasa
Nuriati Mulian Ani26
semoga ..rumahnya dibeli sandi
Nuriati Mulian Ani26
wanita hebat dan mandiri..stela
Nuriati Mulian Ani26
keren ceritanya ringan .aku suka alurnya
Kasih Bonda
semangat
iis sahidah
Luar biasa/Good//Good//Good//Good//Good/
iis sahidah
rega laki2 banget
iis sahidah
bunda Stella keren
Tea and Cookies
Luar biasa
Dewa Dewi
😂😂😂😂😂
Dewa Dewi
😂😂😂😂😂😂😂😂
Modish Line
♥️♥️♥️♥️♥️
Modish Line
😂😂😂😂😂😂
Modish Line
bodoh banget
Modish Line
good job Rega👍👍👍👍👏👏👏👏
Modish Line
blm jadi mamanya Aiden udh kaya ema tiri gini kelakuannya ....kalo jadi nikah bakalan abis nih Aiden disiksa sama si Fara gila
Al.Ro
Luar biasa
Ida Haedar
"ini sederhana sesuai porsi ku.. " (sandy) shommboong!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!