Amrita Blanco merupakan gadis bangsawan dari tanah perkebunan Lunah milik keluarganya yang sedang bermasalah sebab ayahnya Blanco Frederick akan menjualnya kepada orang lain.
Blanco berniat menjual aset perkebunan Lunah kepada seorang pengusaha estate karena dia sedang mengalami masalah ekonomi yang sulit sehingga dia akan menjual tanah perkebunannya.
Hanya saja pengusaha itu lebih tertarik pada Amrita Blanco dan menginginkan adanya pernikahan dengan syarat dia akan membantu tanah perkebunan Lunah dan membelinya jika pernikahannya berjalan tiga bulan dengan Amrita Blanco.
Blanco terpaksa menyetujuinya dan memenuhi permintaan sang pengusaha kaya raya itu dengan menikahkan Amrita Blanco dan pengusaha itu.
Namun pengusaha estate itu terkenal dingin dan berhati kejam bahkan dia sangat misterius. Mampukah Amrita Blanco menjalani pernikahan paksa ini dengan pengusaha itu dan menyelamatkan tanah perkebunannya dari kebangkrutan.
Mari simak kisah ceritanya di setiap babnya, ya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Dua Sepupu Yang Terpana
Dua sepupu telah berada di dalam ruangan bungalow setelah Denzzel mengijinkan mereka masuk.
Mereka sangat gugup saat melihat ke arah Amrita yang duduk di kursi malas karena kakinya terkilir.
Dua sepupu Amrita itu terlihat tegang ketika ada Denzzel bersama mereka satu ruangan, hampir keduanya sulit berkata-kata.
"Amrita, aku akan pergi sekarang, dan kembali untuk makan siang, jika kau butuh sesuatu, segeralah hubungi aku", kata Denzzel.
Denzzel memberikan sebuah ponsel seluler kepada Amrita.
"Kapan kamu membeli benda berdering ini ?" tanya Amrita.
"Kemarin, aku memesannya lewat pembelian online", sahut Denzzel.
"Luar biasa...", ucap Amrita.
"Pakailah jika kau membutuhkan sesuatu segeralah kamu menelponku !" kata Denzzel.
"Baiklah, aku akan menelponmu jika aku memerlukannya", ucap Amrita.
"Ya, aku pergi sekarang, jaga dirimu baik-baik selagi aku ke perkebunan", kata Denzzel.
"Ada dua sepupuku, mereka akan menjagaku selama kau pergi", sahut Amrita.
"Oh, ya ?!" ucap Denzzel.
Denzzel melirik ke arah dua sepupu Amrita yang berada di ruangan bersamanya.
Tampak dua sepupu itu bergidik tegang ketika Denzzel memperhatikan mereka berdua dengan sorot mata tajam.
"Oh, iya, aku belum memperkenalkan mereka padamu", kata Amrita.
"Ya...", sahut Denzzel datar.
"Yang berambut ikal cokelat namanya Baron Axel dan satunya lagi namanya Poppy Baldwin, mereka anak kembar beda jenis kelamin", ucap Amrita Blanco.
"Hmmm....", gumam Denzzel lalu melirik kembali ke arah dua sepupu.
"Hai, kalian, perkenalkan diri kalian, ini Denzzel Lambert, suamiku dan kami baru saja menikah", kata Amrita pada dua sepupunya.
"I-iiya..., salam kenal...", sapa Poppy Baldwin sembari melambaikan tangannya ke arah Denzzel.
Poppy mencolek tangan Baron supaya dia menyapa Dennzel.
Baron terlihat kaku ketika dia menoleh ke arah Denzzel, tangannya agak sulit untuk dia gerakkan bahkan lidahnya terasa kelu terucap lancar.
"Maaf, Baron agak pemalu, dia tidak terbiasa berbaur dengan orang baru, tolong maklumi sikapnya", kata Amrita.
"Ya, aku paham", sahut Denzzel sembari melirik tajam kepada dua sepupu itu.
Amrita membalas dengan senyuman seraya memperhatikan Baron yang tegang.
"Apa kau jadi pergi sekarang, Lambert ?" tanyanya lalu menoleh ke arah Denzzel.
"Ya, sebentar lagi, aku masih menunggu mandor Tobin menjemputku ke bungalow, dia janji akan membawakan makanan beku buat kita selama disini", sahut Denzzel.
"Oh, ternyata kamu akan pergi ke perkebunan bersama mandor Tobin, kupikir kau akan kesana sendirian", ucap Amrita.
"Tidaklah, sebab aku tidak memiliki kendaraan kesana, ternyata perjalanan menuju perkebunan lumayan jauh dari bungalow", kata Denzzel.
"Ya, kau benar, sekitar tiga puluh menit dan paling lama seperempat jam butuh sampai ke perkebunan", ucap Amrita.
"Ya, benar sekali", kata Denzzel sambil memperbaiki letak sarung tangannya.
"Tunggulah dulu, mungkin mandor Tobin akan segera datang !" ucap Amrita.
"Tidak, sebaiknya aku menunggu diluar bungalow saja, biar aku tahu kedatangan mandor Tobin lebih cepat", kata Denzzel.
"Ya, baiklah, terserah padamu saja", sahut Amrita.
Denzzel mengangguk pelan lalu berpamitan pada Amrita serta dua sepupu yang sedari tadi diam saja.
"Bersenang-senanglah selama disini, tolong temani Amrita sampai aku kembali", ucapnya.
Denzzel menyalami Baron serta Poppy secara bergantian.
Terlihat wajah tegang dari dua sepupu itu ketika Denzzel Lambert menjabat erat tangan mereka.
"Denzzel, siapa namamu tadi ?" ucap Denzzel.
"Iya..., salam kenal, a-aku Baron...", sahut Baron sembari membalas salam tangan milik Denzzel padanya.
"Salam kenal juga dariku", ucap Denzzel.
Denzzel berpindah pada Poppy Baldwin lalu menyalaminya.
"Denzzel, salam kenal dariku...", sapanya dengan suara parau.
"Aku Poppy...", sahut Poppy berusaha menahan senyumannya.
"Baiklah, kita sudah saling berkenalan, semoga ke depannya kita bisa menjadi teman akrab", kata Denzzel.
Denzzel lalu menoleh kepada Amrita yang memperhatikan dirinya dan berkata padanya.
"Aku pergi dulu, Amrita", pamitnya sambil mengangkat tangannya pada Amrita.
"Sampai jumpa, Lambert", sahut Amrita sembari meringis ke arah Denzzel Lambert.
"Ya, sampai jumpa", ucap Denzzel.
Denzzel berjalan pergi ke arah pintu bungalow, hendak keluar dari ruangan utama menuju beranda depan.
Tampak dua sepupu Amrita sedang mengamati langkah Denzzel saat pengusaha misterius itu berjalan ke arah pintu bungalow.
BLAM... !
Pintu depan tertutup keras bersamaan dengan perginya Denzzel dari bungalow.
Amrita menghela nafas pelan lalu merebahkan kepalanya ke bahu kursi malasnya sembari menatap ke atas.
"Amrita !" ucap Poppy kebingungan lalu berjalan menghampiri Amrita di kursi malasnya.
"Hmm..., apa ?" sahut Amrita dengan melirik ke arah Poppy Baldwin.
"Kau sudah menikah, Amrita ???" tanya dua sepupu itu kompak.
Baron Axel turut menghampiri kursi malas dimana Amrita duduk disana dengan pergelangan kaki diperban.
"Kapan kau dan dia menikah ?" tanya Axel dan Poppy berbarengan.
"Sekitar empat hari yang lalu", sahut Amrita.
"Kenapa tidak memberitahukan hal penting ini pada kami, Amrita ?" tanya Poppy.
"Yah...", sahut Amrita dengan mendesah pelan.
"Apa kau lupa pada kami atau memang sengaja tidak mengundang kami, bukankah kita adalah kerabat deka, Amrita ???" kata Axel.
Baron duduk di sofa sembari menyilangkan kedua kakinya dan menghadap ke arah Amrita yang duduk di kursi malasnya.
"Meski nenek lampir itu tidak mengijinkan kami datang setidaknya kau beritahu kami, jadinya seperti ini, kau menikah dengan makhluk seajaib itu, Amrita", ucapnya serius.
"Pernikahanku sangat mendadak sehingga aku tidak sempat memberitahukan hal itu pada kalian, maafkan aku atas kesengajaan ini", sahut Amrita.
"Apa ini ide nenek lampir yang memaksakan kalian menikah ?" tanya Axel.
"Tidak, awalnya kami pergi ke ibukota buat mencari seorang pengusaha estate terkenal disana, dari situlah pernikahan kami terjadi", sahut Amrita.
"Apa ayah dan ibu tirimu menjualmu ke pengusaha estate ?" tanya Poppy.
"Bukan menjualnya lebih tepatnya barter", sahut Amrita.
"Ya, Tuhan, Amrita !" seru Poppy.
Poppy Baldwin benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa Amrita menikah dengan pria seaneh Denzzel.
"Aku sempat berpikir bahwa Axel sungguh keterlaluan degan sebutan nenek lampir terhadap ibu tirimu bernama Pamela itu karena terdengar kurang sopan saja", ucapnya.
Poppy memegangi kepalanya yang berdenyut pening lalu melanjutkan ucapannya.
"Tapi aku mulai setuju dengan panggilan itu sekarang sebab kenyataannya Pamela sangat kejam terhadapmu", lanjutnya.
"Jangan salahkan dia, semua ini terjadi lantaran tanah perkebunan Luhan mengalami kebangkrutan, tidak tersedia dana untuk tempat ini", sahut Amrita.
"Apa ?! Tanah perkebunan Luhan mengalami kebangkrutan ?!" kata Poppy tersentak kaget.
"Ya, begitulah...", sahut Amrita sembari menganggukkan kepalanya cepat.
Axel dan Poppy saling melempar pandangan, tertegun diam, seperti tak mengerti dengan penjelasan Amrita.
Bagaimana mungkin tanah perkebunan Luhan yang semakmur bahkan terkenal kaya akan panen buah-buahnya bisa terancam kebangkrutan fatal seolah-olah hal itu tidak mungkin terjadi pada tempat ini.
Baron Axel mengerutkan keningnya sembari berpikir serius mengenai kondisi tanah perkebunan Luhan yang mengalami situasi kritis bahkan dia tak percaya semua ini terjadi.
"Apa yang terjadi sebenarnya pada tanah perkebunan Luhan ini ?" tanyanya mulai curiga.
"Ayah memutar uang dengan bermaksud menginvestasikannya pada paman Beldiq, tapi dia justru kabur membawa uang itu", sahut Amrita.
"Paman Beldiq, bukannya dia sahabat karib ayahmu, paman Blanco", kata Axel.
"Ya, benar, dia mempunyai usaha saham dan ayah meletakkan dana pengelolaan tanah perkebunan Luhan pada usaha milik paman Beldiq, tapi pria itu justru melarikan diri tanpa tahu jejaknya sampai sekarang ini", ucap Amrita.
"Ya, Tuhanku ?!" seru Poppy terkejut kaget seraya menutupi mukanya yang panik.