NovelToon NovelToon
Harapan Baru

Harapan Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Penyelamat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Big.Flowers99

Seorang gadis muda, reinkarnasi dari seorang Assassin terhebat di masanya terdahulu. Gadis tersebut tidak menyadari bahwa ia adalah reinkarnasi Assassin tersebut.

Ia menjalani hidupnya dengan biasa-biasa saja. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan seorang wanita dewasa yang ternyata adalah mentor Assassin itu. Wanita ini sudah hidup beratus-ratus tahun lamanya hanya untuk bertemu dengan gadis ini dan akan melatihnya sampai gadis itu siap menghadapi lawannya sendirian karena perlu diketahui, gadis muda itu adalah reinkarnasi terakhir dari Assassin itu.


Tugasnya adalah mencegah lawannya yang juga bereinkarnasi sampai masa di mana gadis itu hidup. Lawannya berencana menguasai suatu pemerintahan di kotanya dengan cara yang kotor.

Ternyata tugasnya tidak hanya itu saja. Ia juga menanggung nasib dunia.
Nasib dunia berada di tangannya.

Mampukah dia menyelamatkan dunianya? Atau dunianya harus punah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Big.Flowers99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketiga Murid Arumi Beraksi

Saat ini, ketiga murid Arumi sudah sampai di Jalundra. X yang sudah mengetahui alamat rumah Alexander Parvita, segera mengajak kedua rekannya berangkat menuju ke sana.

Dalam perjalanan, H melihat ada Caroline dan Nathalia sedang bercakap-cakap di depan Rott Restaurant. Ketiganya mengawasi mereka berdua. Dengan menggunakan indra pendengaran yang tajam, mereka menguping percakapan antara Caroline dan Nathalia.

Sedang asyik-asyiknya menguping, ada sesosok pria tua datang menghampiri Caroline.

"Halo, malaikat kecilku," ucap pria itu.

"Ayah. Hmmpphh... Jangan panggil aku begitu di depan Nathalia," kata Caroline sambil memanyunkan bibirnya.

"Sepertinya pria itu adalah ayahnya," bisik H kepada kedua rekannya.

"Benar. Dia memanggil gadis mungil itu, 'malaikat kecilku'. Mungkinkah pria itu adalah Alexander Parvita???" Tanya Al lirih.

"Iya, benar. Baiklah. Kita tinggal mengambil sidik jarinya saja. Lalu saat malam hari, kita merekam suaranya saat mengatakan 'selamat tidur, malaikat kecilku'. Benar kan??" Tanya X dan ditanggapi dengan anggukan kepala dari kedua rekannya.

"Tetapi, bagaimana caranya mengambil sidik jarinya??" Tanya H sambil menggosok-gosok dagunya dengan telunjuknya.

"Kita meminta baik-baik saja, gimana menurut kalian??" Saran Al.

"Kenapa musti meminta baik-baik. Kita adalah Assassin, ingat?? Pastinya kalian berdua tau maksudku," kata X kepada mereka berdua.

"Jangan bilang kamu menyuruh kita membunuhnya??" Tanya H menebak-nebak.

"Argh... Bukan, Otak Udang. Kita menggunakan ini di barang-barang yang ia sentuh," jawab X kesal sembari menunjukkan selembar plastik tipis. Katanya, dengan plastik tersebut, maka sidik jari seseorang akan tercetak di sana. Caranya cukup mudah, hanya ditempelkan saja pada barang yang akan disentuhnya.

"Oh begitu. Aku kira kita akan membunuhnya lalu membawanya ke Sky City," kata H tidak merasa bersalah.

"Dimana otakmu, hah??" Tanya X kesal. Sementara Al hanya tertawa geli saja.

Ketiganya melanjutkan mengawasi Caroline dan Nathalia. Terlihat di sana, Caroline dan Alexander masuk ke dalam restoran. Tidak untuk Nathalia yang masih berdiri di luar. Terlihat kepala Nathalia cekingukan kesana-kemari.

"Nah, apa yang akan dilakukan gadis itu, X??" Tanya H penasaran.

"Entah. Mungkin menikmati pemandangan," jawab X.

Kemudian, X mengajak kedua rekannya untuk berunding sebentar. Ketiganya sudah tidak mengawasi Nathalia lagi.

"Hey, kamu tidak mengawasinya??" Tanya H. Sepertinya ia masih trauma dengan tindakan Nathalia terhadapnya.

"Kamu takut?? Sudahlah. Dia tidak akan melakukan itu lagi. Percayalah," jawab X menyakinkan rekannya itu.

"Ya, H. Lagipula kita bertiga, mana berani dia menjahili kita sekaligus," sambung Al.

"Jangan pernah meremehkan gadis itu. Awalnya, aku pun berpikir seperti kalian. Tetapi ternyata, dia tidak seremeh itu," kata H memperingatkan mereka. X dan Al hanya tertawa geli saja.

Kemudian, mereka mulai menyusun sebuah rencana. Namun, H ingin pindah ke lokasi yang tersembunyi, jauh dari hiruk-pikuk kendaraan dan penduduk. Tentunya, jauh dari Nathalia juga.

"Baiklah, H. Mari kita pindah ke atas atap gedung saja," kata X. Kedua rekannya setuju.

Lalu mereka bertiga memutar badannya secara serempak, hendak memanjat dinding gedung dan mencari gedung yang tertinggi.

"Haaa...!!!" Teriak mereka bertiga serempak.

X, H dan Al terkejut bukan main saat melihat ada Nathalia sudah berdiri di belakang mereka. Entah sejak kapan dan dari mana serta bagaimana caranya tiba-tiba ia sudah berada di sana tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Bahkan, mereka bertiga saja tidak dapat mendengar langkahnya. Padahal, mereka sudah terlatih dalam mempertajam semua indra.

"Halo, Nathalia," sapa Al dengan ramah sekaligus mencairkan suasana yang sedikit canggung.

"Hai." Nathalia membalas sapaannya sembari mengamati mereka satu per satu.

"Apa yang sedang kalian lakukan di sini??" Tanya Nathalia kemudian.

"Eeee... Kami... Kami hanya sedang berbicara di sini, hehe," jawab H dengan gugup.

"Benarkah?? Kalian tidak sedang mengawasiku, kan??" Tanya Nathalia sembari memiringkan kepalanya.

"Eeee... Tidak. Maskudku, iya. Hehe. Itu sekalian," jawab X sembari menyeringai. Kedua rekannya menatap dirinya.

"Kenapa??" Tanya Nathalia singkat.

Mereka bertiga menelan ludahnya. Bingung harus menjawab apa. X pun menyesal dengan jawabannya barusan.

"Hei," kata Nathalia sembari melambaikan tangannya.

"Ohh, hmmm. Itu hanya...hanya...eee... Hanya untuk memastikan kalau kamu sudah berada di sini dengan aman, selamat dan sentosa," jawab X.

"Ya benar sekali," kata H mendukung pernyataan X.

"Itu permintaan dari Ibu Arumi," tambah Al.

Perkataannya sedikit mengubah wajah Nathalia. Mereka bertiga merasa bahwa Nathalia curiga dengan perkataan mereka.

Sementara itu, Nathalia masih terus menatap mereka satu per satu. Bola matanya berpindah-pindah, mengamati mereka secara bergantian.

X, H dan Al tidak bisa apa-apa. Hanya menyeringai saja dan menunggu tanggapan Nathalia. Tak terasa, keringat mulai bercucuran dari dahinya masing-masing.

"Kenapa Al bilang itu permintaan Sensei?? Dia jadi curiga deh," batin H.

"Pulang gak selamat deh," batin X.

"Aku menyesal mengatakan itu. Apa waktu bisa diputar??" Batin Al.

"Begitu. Aku aman-aman saja di sini. Tolong sampaikan kepada ibu Arumi, ya. Hanya saja aku kemarin menyelamatkan kucing yang tidak bisa turun dari pohon. Terimakasih," kata Nathalia kemudian sembari tersenyum lalu ia pamit kepada mereka kembali ke tempat kerjanya.

Ketiganya terdiam sejenak. Terdiam cukup lama sampai Nathalia sudah masuk ke dalam restoran.

"Leganya dia tidak curiga," kata X kemudian. Kedua rekannya menghela nafas panjang.

"Al! Apa yang kamu katakan, huh??! Permintaan Sensei??!" Tanya H sedikit kesal.

"Aku hanya mencoba meyakinkannya saja," kata Al. H menatapnya tajam.

Kemudian, X mengajak kedua rekannya berangkat menuju ke kediaman Alexander sambil menyusun sebuah rencana.

X mempunyai ide. Mereka bertiga akan menyamar sebagai petugas kebersihan. Lalu Al akan menyusup masuk ke dalam melalui saluran udara dan akan mendarat di perapian.

Saat itu, Al akan diminta berganti pakaian, menyamar sebagai pembantu rumah tangga. Al akan menempelkan selembar plastik tipis itu ke perabotan rumah tangga yang kemungkinan disentuh oleh Alexander.

"Lebih baik jika aku yang menyediakan minuman untuknya. Sebelumnya, aku akan menempelkan kain ini di gagang gelasnya. Bagaimana??" Tanya Al memberi saran.

"Itu lebih baik," jawab X sambil menjentikkan jarinya.

Lanjut, ketika Al sudah berhasil mendapatkan sidik jari Alexander, ia diminta pergi ke kamar Caroline. Di sana, Al akan meletakkan alat penyadap suara yang terhubung ke kedua rekannya di luar. Dengan begitu, mereka akan mendapat sidik jari dan suara Alexander dengan mudah.

"Mudah bagi kalian yang menunggu di luar. Tidak bagiku yang harus menyelinap, berganti pakaian, melakukan aksi, apalah itu," kata Al dengan kesal.

"Kamu yang terbaik. Makanya, kamu yang pantas melakukan segala hal yang sulit tersebut," ledek H. Al meliriknya kesal.

Tak terasa, mereka bertiga sudah hampir sampai di kediaman Alexander. X meminta kedua rekannya untuk menunggu di suatu gang, sementara ia sendiri akan mempersiapkan segala hal. Keduanya mengangguk saja. Beberapa menit kemudian, X sudah kembali sambil membawa tiga kantong. Katanya berisi pakaian petugas. Dengan cepat, X dan kedua rekannya menyamar sebagai petugas kebersihan.

Sesuai rencana, Al akan naik ke atas atap lalu turun melalui saluran udara dan mendarat di perapian. Sebelumnya, Al diberitahu oleh X untuk mengambil pakaian pembantu yang ia letakkan di dekat kediaman Alexander.

Saat ini, Al sudah berada di atas atap. Ia menginformasikan kepada kedua rekannya melalui alat komunikasi canggih. Dengan keahliannya, Al menyelusup kedalam saluran udara lalu mendarat di perapian tanpa ketahuan sama sekali. Al bergegas berganti pakaian lalu berbaur dengan pembantu lainnya.

Supaya tidak menimbulkan kecurigaan, Al tidak banyak bicara kepada mereka. Ia hanya diam dan memperhatikan. Tak lama, X menghubunginya bahwa Alexander dan Caroline sudah tiba.

Al berinisiatif membuat minuman untuk mereka berdua. Sempat ada pembantu lainnya yang ingin membantunya, namun Al menolak dengan sopan.

"Selamat datang, Tuan Alexander. Silakan masuk."

Al memperhatikan gerak-gerik Alexander untuk mencari celah. Kesempatan itu datang saat Alexander berbicara dengan Caroline. Ada kemungkinan saat Al menghampiri Alexander tidak akan ketahuan, karena perhatian Alexander sedang terfokus kepada putrinya. Al meletakkan minuman lalu ia kembali berbaur dengan pembantu yang lain.

Yes! Sidik jari sudah di dapatkan. Sekarang tinggal mencari kamar putrinya saja. Ini dah malam. Sepertinya waktu tidur tak lama lagi.

Al mencari-cari informasi tentang kamar Caroline berada. Secara tak sengaja, ia mendengar salah satu pembantu yang ingin membersihkan kamarnya. Al membuntuti pembantu tersebut dari belakang.

Sampai di depan kamar, Al membius pembantu itu lalu meletakkannya di ruangan lain. Tak lupa, ia mengambil kunci kamarnya juga. Al bergegas masuk ke dalam kamar Caroline. Ia meletakkan alat penyadap suara di meja yang letaknya di samping tempat tidur Caroline.

Al menghubungi X untuk memastikan apakah suaranya dapat terdengar jelas atau tidak.

"Tes...Tes...123. Kau dengar?? Ganti."

"Terdengar jelas, Ganti."

"Yossh."

Setelah beres, Al bergegas keluar lalu mengambil kembali gelas yang sudah kosong tersebut. Dengan perlahan-lahan, ia mencabut selembar plastik tipis itu.

"Tuan Alexander! Marry telah menghilang!"

"Marry menghilang?? Bukannya ada di kamar putriku??" Tanya Alexander.

"Tidak, Tuan. Dia tidak berada di kamarnya."

Seketika, Al merasa was-was. Ia takut dirinya ketahuan. Ditambah dengan perintah dari Alexander, meminta semua pembantunya untuk berkumpul.

Al hendak kabur namun ada salah satu pembantu yang mengajaknya berkumpul. Tak punya pilihan lain, Al menuruti saja. Saat berkumpul, Alexander mengamati mereka satu per satu. Al berdiri paling belakang. Ia sengaja berada di belakang, berharap mendapat celah untuk kabur.

Semakin lama, Alexander semakin dekat dengan Al. Hanya menyisakan tiga orang lagi yang berada di sampingnya. Al mulai gugup, ditandai dengan wajahnya yang berkeringat.

Selamatkan aku. Tolong aku. Jangan sampe ketahuan. Jangan sampe ketahuan.

Dingdong...

"Ayah, sepertinya itu barang aku yang datang," kata Caroline membuat Alexander mengalihkan pandangannya ke Caroline. Begitu juga dengan pembantu lainnya.

"Ya sudah. Ambillah dulu, Malaikatku," ucapnya sembari tersenyum lalu melanjutkan pemeriksaannya.

"Ah, Marry. Dari mana saja kamu??" Tanya Alexander melihat kedatangan Marry.

"Maaf, tuan. Saya sedang tidak enak badan. Sepertinya saya tak sadarkan diri tadi," jawab Marry.

Mendengar hal itu, Alexander menyuruh Marry untuk istirahat lalu membubarkan para pembantunya karena Marry sudah ditemukan.

Lalu, kemanakah Al?

Rupanya, ia sudah kabur dan saat ini sedang berada di atas atap kediaman Alexander. Nafasnya tak beraturan karena kegugupannya saat pemeriksaan tadi.

Beruntung saja, ada paket datang. Kalau tidak, bisa kelar hidupku.

Al segera berkumpul bersama kedua rekannya yang menunggu di suatu gang dekat sana. Mereka berdua bersyukur melihat Al kembali dengan selamat.

Tak berselang lama kemudian, terdengar suara di alat penyadap suara. Rupanya, Alexander dan Caroline sedang berada di sana. X, H dan Al langsung diam tak bersuara.

Alexander : Jadi, kamu sudah berteman baik dengan gadis itu?? Siapa namanya??

Caroline : Nathalia. Dia sedikit pendiam dan kurang bisa berbaur dengan sekitarnya. Tetapi, dia sebenarnya baik, Ayah.

Alexander : Baguslah.

Caroline : Tetapi, dia tidak ada rencana untuk berkuliah sepertiku, Yah. Aku kan ingin mempunyai teman kuliah sepertinya.

Alexander : Ahh, mungkin belum. Dia sedang fokus dengan kerja. Tenang saja.

.....

Alexander : Sekarang tidur ya. Selamat tidur, Malaikat Kecilku.

Caroline : Ya, Ayah. Bisa kah Ayah tidak menyebutku seperti itu? Aku malu.

Alexander : Hahaha.

Ketiganya bersorak lirih, berhasil mendapat rekaman suara dan sidik jari Alexander untuk membuka data rahasia. Tidak mau berlama-lama, mereka bergegas kembali ke Sky City.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!