"Kamu manggil dosen kamu abang?!"
"Iya, gimana dong. Gak sengaja."
"Mampus Elvia, kuliah kamu kayaknya gak bakal tenang." Emang salah curhat sama Devi, bukannya bantuin cari solusi malah diketawain.
---
"Nanti saya telat, Pak. Saya gak mau dimarahin sama dosen saya. Dosen saya galak."
"Dosen kamu itu saya, Elvia."
"Ntar boss saya marahin saya lagi. Boss saya juga galak!"
"Harus berapa kali saya bilang ke kamu?" Elvia tertawa melihat wajah kesal Arfa.
"Saya bossnya, Elvia!"
---
Kisah tentang Elvia, mahasiswi yang hobi nitip absen. Lalu Arfa, dosen mulut samyang yang karena satu dan lain hal dipanggil abang oleh Elvia.
Mampir dulu yuk, siapa tahu nyantol. Cerita tentang dosen memang banyak, tapi cerita ini dijamin mampu membuat kalian menahan kesal saking gemasnya. Happy Reading!
Update seminggu dua kali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juliahsn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fiance?
"Pak, ini rumah siapa?" Tanyaku.
Jujur, dari dalam mobil saja bulu kudukku sudah merinding melihat sekeliling rumah ini.
Apalagi saat sekarang aku sudah benar-benar menyaksikan dengan kedua mataku bahwa ternyata pemandangan yang kulihat dari dalam mobil tadi bukanlah sebuah imajinasi belaka.
"Rumah saya."
"Pribadi?"
Pak Arfa menganggukan kepalanya, "Iya."
Alamak..
Rumah ini seolah-olah menamparku pada kenyataan bahwa pria yang sedang bersamaku ini
bukanlah pria sembarangan.
"Udah lumayan malam, kamu segera mandi dan dandan secantik mungkin. Pukul sembilan malam acara dimulai."
Sebenarnya tadi aku sempat curiga Pak Arfa mau bawa aku kemana. Soalnya jalannya aku gak kenal ditambah waktu tempuh yang lumayan lama.
Karena aku buta jalan, maka diamlah aku seraya memperhatikan jalanan yang kami lalui daritadi.
Yang aku tahu pasti, bahwa perjalanan yang kami lewati tadi sudah keluar dari kota Jakarta.
Kadang, aku melupakan fakta bahwa Pak Arfa menyandang nama Davies di belakang namanya.
"Acaranya disini Pak?"
"Enggak. Di jonggol." Jawab Pak Arfa yang berhasil membuatku kesal.
Garing kan Pak Arfa tuh kalau ngelawak? Watak galak gak cocok ngelawak.
"Pak, saya serius."
"Gak usah banyak tanya. Ikutin aja."
Aku pun mengekori mbak-mbak berpakaian rapi yang menuntunku berjalan menuju ke ruang rias.
Momen ini adalah peristiwa paling tidak terduga yang pernah aku alami selama hidupku. Bahkan mimpi tergilaku pun tidak berani memimpikan hal seperti ini.
Tunangan dengan penerus Davies Group, mampir ke rumah yang super luxury. Semua itu tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.
"Tolong dandani dia selayaknya wanita. Kalau dia gigit, cakar aja." Titah Pak Arfa yang disambut cekikikan dari beberapa wanita berpakaian rapi di rumah Pak Arfa.
Wanita-wanita itu yang aku yakini sebagai yang membantu di rumah Pak Arfa kayaknya bukan sembarang pembantu deh.
Mulai dari pakaian, mereka rapi banget. Bahkan mungkin lebih rapi dari aku. Lalu, tutur kata mereka juga seperti nada anak kaum bangsawan yang lembut, sopan, dan berwawasan.
Setelah mukaku dipoles dengan berbagai alat kosmetik yang bahkan aku gak ngerti gunanya apa, dipaksa mengenakan dress yang membuatku harus duduk dengan anggun, dan tak lupa disemprotkan wewangian yang membuat hidungku gatal, aku pun tersenyum kecil kala memandang diriku yang terpatut di depan cermin.
Emang bener ya kata orang kalau mau cantik tuh harus kuat duitnya.
"Pak, dress saya kok aneh gini sih?" Rengekku kala melihat Pak Arfa yang terpaku seraya menatapku.
"Kamu kan suka warna pink, gak suka pakaian terbuka, dan juga saya gak suka ngelihat kamu kenakan pakaian terbuka. Yaudah itu paling cocok sudah."
Aku bengong sebentar. Sejak kapan Pak Arfa tahu warna favoritku?
"Bapak tahu darimana warna kesukaan saya?"
"Abang kamu teman saya kan?"
Aku menganggukan kepalaku, "Iya."
"Otomatis kalau gak saya yang nanya dia, dia juga bisa nyebar informasi tentang kamu." Jawab Pak Arfa.
Nyebelin emang punya abang kayak Bang Kelvin. Itu kan privasi!
Ngomong-ngomong soal Bang Kelvin, kan jadi kangen. Udah lama gak minta duit jajan sama dia.
"Nanti jangan panggil saya bapak." Ujar Pak Arfa.
"Jadi? Manggil abang nih?"
Pak Arfa menghela nafasnya, "Kalau kamu gak malu, silahkan."
"Bapak tahu lagu Jennie gak?"
Pak Arfa mengerutkan keningnya, "Apa?"
"Itu loh lagu yang pernah saya puterin di mobil bapak."
"Oh, yang itu. Kenapa?"
Aku menatap Pak Arfa dengan mata berbinar, "Biar kayak di drama korea, Pak. Bapak mau saya panggil apa? Baby, Chagi, Yeobo?"
"Kok saya merinding ya, El."
Aku pun tertawa menanggapi ucapan Pak Arfa, "Kalau saya gak keceplosan ya, Pak."
"Makanya biasain dari sekarang."
"Mas?" Ujarku canggung saat mengganti kata sapaan Pak menjadi Mas.
"Coba ulangin lagi. Kurang gede manggilnya."
"Ulang, bayar."
"Saya kecilin nilai kamu nanti."
"Bapak kan udah berhenti."
"Saya kecilinnya sekarang."
"Mas.. gak boleh gitu."
Hehe. Pembalasan!
Sekarang Pak Arfa yang salah tingkah.
"Acara udah mau dimulai. Mau ketemu abang kamu dulu?"
Aku mengangguk antusias, "Ayo!"
💥💥💥
Jam pun berdetak dengan cepat, membuatku sedikit gugup karena ternyata tamu undangannya cukup banyak dan yang paling penting holang kaya semua.
Sebelumnya aku sempat menemui abang, papa, dan mama. Abang dan papa sempet minta maaf perihal pertunangan mendadak ini yang hanya aku tanggapi dengan kata gapapa.
Kalau dijodohinnya sama Pak Arfa mah gapapa.
"Kamu siap?"
Aku mengangguk ragu, "Iya."
"Jangan gugup, ada saya."
Aku pun tersenyum kecil, "Siapa yang gugup? Gak kok!"
"Iyain aja biar cepet." Ujar Pak Arfa sembari mengacak rambutku pelan.
"Pak, nanti berantakan!"
"Gapapa. Tetap cantik juga kan?"
"Iya. Saya tahu saya cantik."
"Panggil Mas."
"Enggak, nanti aja baru manggil Mas."
"Panggil Mas poin kamu saya plus."
"Oke, Mas!"
"Dasar mata nilai!"
"Mana ada mata nilai, Pak."
"Panggil saya Mas!"
"Gak mau!"
"Yaudah, saya panggil yeobo deh."
"Apaan? Yobo?"
"Artinya?"
Pak Arfa menganggukan kepalanya, "Iya."
"Sayang."
Kali ini giliran aku lah yang ngebuat Pak Arfa salah tingkah. Hehe. Pembalasan dendam success!
perasaan dulu pertama ketemu panggil Abang fotocopy 🤔