Jangan dibaca jika tidak tertarik dengan jalan ceritanya!
Mia seorang gadis yatim piatu. Ia tinggal bersama dengan neneknya. Pada suatu hari tetangganya yang bernama Ibu Ecin hendak pensiun dari pekerjaannya karena sudah tua. Ia meminta Mia untuk menggantikannya menjadi juru masak di rumah Adrian.
Adrian seorang pengusaha muda. Orang tuanya sudah lama meninggal. Ia harus berjuang sendiri meneruskan perusahaan milik orang tua. Untuk mengatasi rasa stresnya Adrian sering mengunjungi pub dengan minum minuman keras dan berkencan dengan beberapa wanita.
Kehidupan Andrian menjadi terganggu setelah Mia menjadi juru masak di rumahnya. Bagaimana dengan cerita selanjutnya? Baca sampai selesai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deche, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Ke Rumah Mia
Adrian hafal dengan harga bunga karena ia suka membeli buket bunga seperti itu ketika hendak berziarah ke makam kedua orang tuanya.
“Mungkin itu bunga dari teman mamahmu yang sedang berkunjung ke Sumedang. Sudahlah, tidak usah dibahas lagi! Lagipula itu hanya sebuah bunga yang sebentar lagi juga akan layu karena kena panas matahari. Lebih baik sekarang kita berdoa untuk mamah,” kata Ibu Titin.
Ibu Titin tidak ingin Mia dan Adrian mencari tahu siapa pengirim bunga tersebut. Biarlah waktu yang akan menjawab pertanyaan Mia dan Adrian.
Mereka berjongkok di depan makam Ibu Erin dan mulai membacakan surat Al Fatihah dan surat pendek lainnya untuk Ibu Erin. Beberapa menit kemudian semua orang sudah selesai berdoa, hanya Mia yang belum selesai berdoa. Ia sedang mendoakan untuk papahnya juga. Walaupun ia tidak pernah tau dimana letak makam papahnya, ia tetap mendoakan papahnya.
Setelah selesai berziarah ke makam Ibu Erin mereka pergi ke pusat kota Sumedang untuk mencari makan siang. Mereka makan di restaurant sunda yang berada di Sumedang. Ketika mobil hendak belok ke restaurant, Adrian melihat sebuah mobil yang jenis dan plat nomor mobil yang ia kenal. Mobil itu baru saja keluar dari restaurant tersebut. Adrian menoleh ke mobil itu. Tapi kaca mobil tersebut gelap sangat sulit bagi Adrian melihat siapa yang berada di dalam mobil tersebut.
Sedang apa beliau di sini? tanya Adrian di dalam hati.
Setelah mobil berhenti di depan restaurant, mereka semua turun dari mobil. Mereka masuk ke dalam restaurant. Restaurant itu nampak mulai sepi karena sudah lewat dari jam makan siang. Para karyawan restaurant sedang sibuk membersihan meja yang kotor bekas makan para pengunjung restaurant.
“Mas, mau duduk dimana? Di tempat lesehan atau meja biasa?” tanya Mia.
“Terserah mau duduk dimana saja,” jawab Adrian.
“Duduk di meja saja, jangan di lesehan! Nanti kaki Emak sakit kalau keseringan dilipat,” sahut Ibu Titin
“Iya, deh,” jawab Mia.
Akhirnya mereka duduk di meja kosong yang sudah dibersihkan. Seorang karyawan restaurant menghampiri mereka. Ia membawa daftar menu lalu ditaruh di atas meja. Mia mengambil daftar menu tersebut.
“Emak dan Bu Ecin mau makan apa?” tanya Mia.
“Emak pernah dengar-dengar dari ibu-ibu pengajian, kalau sup ikan gurame di sini enak,” jawab IbuTitin.
“Emak mau sup ikan gurame?” tanya Mia.
“Iya,” jawab Ibu Titin.
“Bu Ecin mau makan apa?” tanya Mia.
“Ibu sama seperti Emak,” jawab Ibu Ecin.
Mia mencatat pesanan Ibu Titin dan Ibu Ecin.
“Mas Adrian mau makan apa?” tanya Mia.
“Ikan bakar,” jawab Adrian. Mia mencatat pesanan lalu memberikan kepada karyawan tersebut.
Ketika mereka sedang menunggu pesanan, tiba-tiba ponsel Adrian berdering. Adrian mengambil ponselnya yang diletakkan di atas meja. Tertera nama Daniel di layar ponselnya.
“Daniel nelepon,” kata Adrian kepada Mia.
“Jawab saja, Mas. Siapa tahu ada kabar penting,” ujar Mia.
Adrian menjawab panggilan Daniel.
“Assalamualaikum,” ucap Adrian.
“Waalaikumsalam. Dimana, lu?” tanya Daniel langsung.
“Gue dan Mia lagi di Sumedang, nganterin Emak dan Ibu Ecin pulang. Sekalian gue ziarah ke makam mertua gue,” jawab Adrian.
“Enak saja mertua, lu! Memangnya Mia sudah nerima lamaran, lu?” protes Daniel.
“Sudah, dong. Dia sekarang jadi calon bini gue. Elu nggak boleh dekat-dekat Mia lagi. Jaga jarak lima meter!” jawab Adrian.
“Bohong kali lu sama gue,” kata Daniel.
“Kalau lu nggak percaya, lu tanya langsung sama Mia,” jawab Adrian. Adrian menyalakan loudspeaker ponselnya.
“Loudspeaker sudah gue nyalakan,” kata Adrian.
“Assalamualaikum, Mia,” ucap Daniel dengan lembut.
“Waalaikumsalam,” jawab Mia.
“Heh, bicaranya jangan lembut-lembut sama calon bini gue!” seru Adrian.
“Masa gue mesti galak sama Mia? Dia kan perempuan jadi mesti gue perlakukan dengan lembut,” kata Daniel yang tidak terima.
“Halah, dasar modus!” seru Adrian.
“Mia, apa benar Mia menerima lamaran Adrian?” tanya Daniel. Daniel tidak memperdulikan Adrian yang protes. Ia tetap bicara lembut kepada Mia.
“Iya, Tuan Daniel,” jawab Mia.
“Kenapa harus Adrian? Kenapa tidak sama saya saja?” tanya Daniel penasaran.
“Karena Mas Adrian baik sama Mia dan sayang sama Mia,” jawab Mia.
“Saya juga baik dan sayang sama Mia,” ujar Daniel.
“Sudah, ah. Lama-lama ngomong lu jadi ngelantur.” Adrian mematikan loudspeaker. Ia melakukan pembicaraan biasa.
“Eh, bokap lu kemana?” tanya Adrian.
“Ngapain lu nanya bokap gue? Elu mau pamer ke bokap gue kalau elu mau nikah?” Daniel malah balik bertanya.
“Nggak. Gue mau tanya aja,” jawab Adrian.
“Bokap gue lagi pergi keluar kota sama nyokap, jenguk temannya yang sedang sakit,” jawab Daniel.
“Oh, jadi bokap lu pergi sama nyokap lu?” tanya Adrian.
“Iya,” jawab Daniel.
Tiba-tiba karyawan restaurant datang membawa pesanan mereka.
“Sudah dulu, ya! Pesanan gue sudah datang, gue mau makan dulu. Assalamualaikum.” Adrian langsung mematikan ponselnya.
***
Setelah selesai makan siang mereka menuju ke rumah Ibu Titin. Ketika sampai di rumah Ib u Titin mereka di sambut oleh Citra.
“Teteh Mia!” seru Citra ketika Mia turun dari mobil. Citra langsung memeluk Mia.
“Citra kangen sama Teteh,” kata Citra sambil memeluk Mia.
“Teteh juga kangen sama Citra,” jawab Mia sambil mengusap-usap kepala Citra. Adrian memerhatikan Citra yang memeluk Mia.
“Hai Citra,” sapa Adrian.
Citra melepas pelukannya lalu menoleh ke Adrian.
“Itu siapa?” tanya Citra kepada Mia.
“Itu calo suami Teteh,” jawab Mia.
“Kenalan dulu, dong.” Adrian sambil mengulurkan tangan mengajak Citra salaman. Citra malah mencium tangan Adrian.
“Anak piinter.” Adrian mengusap kepala Citra.
Ibu Ecin membawa tasnya lalu pamit ke Adrian.
“Tuan Adrian, saya pulang dulu. Terima kasih sudah diantar,” ucap Ibu Ecin.
“Panggil saya Adrian saja, Bu. Jangan pakai kata Tuan lagi” kata Adrian.
“Iya, Adrian. Terima kasih,” ujar Ibu Ecin.
“Sama-sama, Bu Ecin,” jawab Adrian.
“Ayo Citra, kita pulang!” ajak Ibu Ecin.
“Nggak mau, ah. Mau di sini dulu sama Teteh,” jawab Citra.
“Kasihan Tetehnya capai, baru datang,” kata Ibu Ecin.
“Tidak apa-apa, Bu. Biar Citra di sini dulu,” ujar Mia.
“Baiklah.Kalau begitu Ibu pulang dulu. Assalamualaikum,” ucap Ibu Ecin.
“Waalaikumsalam,” jawab semua orang. Ibu Ecin berjalan menuju ke rumahnya yang berada di sebelah rumah Mia.
“Ayo, Mas. Kita masuk ke dalam.” Mia mengajak Adrian masuk ke dalam rumah. Mia berjalan sambil merangkul bahu Citra. Adrian mengikuti Mia dari belakang. Mereka masuk ke dalam rumah. Adrian memperhatikan isi rumah Mia.
“Duduk dulu, Mas! Maaf, rumahnya kecil,” kata Mia.
“Nggak apa-apa,” jawab Adrian.
“Mau minum apa, Mas?” tanya Mia.
“Teh saja,” jawab Adrian.
“Sebentar, Mia buatkan minum dulu.” Mia berjalan menuju ke dapur.
Adrian duduk di kursi ruang tamu. Kursi itu sudah terlihat tua dan usang. Bahkan busanya juga sudah sangat tipis. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk Adrian jika ia sudah menjadi suami Mia.
terus esok harinya baru pembukaan 5 terus baru diperiksa katanya jalan lahirnya Sempit dan akhirnya Operasi Cesar...🤔🤔🤔🤔
durenya Di Skip... biar yang baca pikirannya tidak Traveling kemana -mana..🤔🤔🤔...😄😄😄