Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Masuk Ke Kamar
Sepeninggalan Jodi dan Asih, kini di ruang tamu terasa sunyi meski ada Ayana dan Elang yang masih setia duduk di sofa. Mereka saling diam dengan pemikiran masing-masing.
Sampai pada akhirnya Elang menoleh menatap Ayana. Lalu bertanya, "Ay, apa benar kamu cinta sama aku?"
Seketika itu Ayana pun mengerutkan kening dan melempar pandangan tajam ke arah Elang.
"Kapan aku ngomong kaya gitu?"
"Tadi kamu bilang sama orang tua kamu kalau kita saling mencinta. Itu artinya kamu juga cinta kan sama aku."
Ayana tertawa sumbang. "Kamu anggap itu serius? Aku bilang seperti itu, supaya Papa nggak maksa aku buat nikah sama Samsul. Ngerti nggak?"
Elang menghela nafas frustasi. Perasaan yang semenjak tadi berkembang, mendadak layu setelah mendengar penjelasan Ayana.
Namun, bukan Elang namanya kalau dia menyerah begitu saja.
"Jangan bohong, Ay! Aku tahu kok kalau kamu itu sebenarnya ada rasa sama aku."
Ayana mencibir. "Kamu yang jangan kegeeran, Lang! Mana mungkin aku suka sama bocil kaya kamu."
Detik itu juga, ponsel Ayana berbunyi yang menampilkan nama Mama di layar. Ayana buru-buru mengangkat telepon karena biasanya jika Asih menelepon, itu tandanya ada sesuatu yang penting.
Akan tetapi ketika telepon itu terhubung, bukan suara sang mama yang didengar Ayana. Melainkan suara Bu Susan, tetangga sebelah rumah.
"Ada apa, Bu Susan?" tanya Ayana penuh rasa penasaran.
"Ini, Ay. Mama sama papa kamu pingsan."
"Hah, apa? Pingsan? Ada masalah apa, Bu. Sampai mama dan papa pingsan?"
Bu Susan pun menceritakan kronologi bagaimana Jodi dan Asih bisa pingsan setelah mendapatkan hadiah dari uang terkejoet.
Sontak Ayana pun ikut terkejut mendengar penuturan Bu Susan. Bahkan Ayana hampir ikut jatuh pingsan kalau saja Elang tidak menyangga tubuhnya
"Ada apa, Ay?" Elang bertanya setelah Ayana menutup telepon.
Seketika Ayana langsung menatap tajam Elang dengan sorot yang menyelidik. Membuat Elang yang ditatap merasa risih.
"Kamu yang melakukan ini kan?" Ayana berbalik bertanya.
"Melakukan apa sih, Ay? Nggak ngerti aku," sahut Elang berpura-pura tidak tahu sambil menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal.
"Jangan bercanda, Lang! Aku nggak bodoh. Kamu kan yang kasih uang ke Papa dan paket liburan ke Bali?" Ayana berkacak pinggang dan matanya melotot pada Elang. "Katakan yang sejujurnya, Elang! Kamu dapat uang sebanyak itu dari mana?"
Ayana mendorong bahu Elang sampai punggung pemuda itu menabrak tembok. Kedua tangan Ayana bertopang pada dinding sekaligus mengunci pergerakan Elang.
Ayana menyipitkan mata saat menelisik raut wajah Elang yang tampak gugup.
Kecurigaan Ayana semakin bertambah kuat kala menyadari selama ini Elang tidak pernah menunjukan kamarnya. Bahkan Ayana dilarang masuk ke dalam.
"Jangan bilang kamu itu pengedar narkoba dan kamu simpan barang haram itu kamar?" Ayana menebak dengan mata yang masih menyipit curiga.
"Aku bukan pengedar maupun pemakai narkoba, Ay," kata Elang tegas karena memang dia menjawab jujur.
"Terus, kamu dapat uang dari mana?" hardik Ayana semakin memepet tubuh Elang ke tembok. "Ngaku, Lang! Atau kamu punya bisnis investasi bodong ya?"
Manik mata Elang membelalak, terkejut sebab Ayana sampai berpikir sejauh itu. Lantas Elang pun menggelengkan kepala sebagai jawaban.
Sedangkan Ayana menodongkan telapak tangan yang membuat kening Elang mengerut bingung.
"Mana kunci kamar kamu? Aku mau lihat apa yang kamu sembunyikan di dalam kamar."
Manik mata Elang yang semula membelalak semakin membulat karena kaget mendengar permintaan Ayana.
"Kamar aku nggak ada apa-apa, Ay. Sumpah."
"Kalau nggak ada apa-apa, terus kenapa kamu melarang aku masuk?" tanya Ayana ketus. Dia menyodok perut Elang karena pemuda itu tak kunjung memberikan kunci kamar. "Mana kamarnya? Cepat!"
"Ambil saja sendiri di saku celana!"
Ayana mendengus, terlihat dari raut wajahnya, Ayana seperti enggan merogoh saku celana Elang.
Tapi dia tetap memasukan tangan ke saku sebelah kiri. Dirabanya apapun yang ada di dalam saku.
Bukan kunci kamar yang dia dapat, malah tangan Ayana menyentuh gundukan daging diantara paha Elang. Tentu saja, terabanya burung Elang membuat pemuda itu tertawa kegelian.
"Eits, Ay, jangan pegang-pegang yang itu dong."
Seketika pipi Ayana mendadak bersemu semerah buah tomat. Dia segera menarik tangannya.
Lalu masuk lagi ke saku celana sebelah kanan. Hal serupa pun terjadi saat Ayana merogoh saku kanan. Menjadikan Ayana menggeram kesal.
"Elang, serius dong! Mana kuncinya?" Ayana membentak sambil menghentakan kaki.
Elang cengengesan sambil merogoh saku di bagian belakang lalu diserahkannya sebuah kunci berwarna silver.
"Kenapa nggak bilang kalau ada di saku belakang?"
Ayana langsung menyambar kunci itu dengan wajah penuh amarah. Kemudian dia membuka pintu kamar Elang dan mengedarkan pandangan menyapu setiap sudut kamar.
Kamar Elang tampak biasa saja. Seperti kamar anak remaja laki-laki pada umumnya. Berantakan.
Dinding yang dicat warna abu menambah kesan suram di ruangan itu.
Sprei dan selimut yang menggunuk di atas kasur, buku-buku berantakan di atas meja, ada juga gitar, speaker, bola basket, sepatu dan beberapa benda lain terserak di lantai secara sembarang.
Ayana memutar badan untuk bisa menatap Elang. "Kapan kamu membereskan kamarmu?"
Elang menggaruk kepala sambil mengingat kapan terakhir kali dia membersihkan kamar. Namun, sayang dia tak dapat mengingat, sehingga dia pun menggelengkan kepala.
Ayana berdecak sambil menggelengkan kepala. Lalu dia mengambil sepatu dan menempatkan di rak.
Dilanjut dengan barang-barang lain, dia letakkan di tempat semestinya seraya mencari benda yang mencurigakan. Dua puluh menit Ayana mencari, sama sekali tak ada yang mencurigakan di kamar Elang, kecuali di dalam lemari pakaian.
Ayana berjalan dan tangannya meraih gagang pintu lemari tapi saat itu juga, secepat kilat Elang berdiri di depan Ayana dengan badan yang bersandar ke lemari.
"Elang, minggir! Aku mau buka lemari kamu."
"Nggak ada apa-apa di dalam."
"Oh ya?" sindir Ayana menaikan kedua alis. "Kalau nggak ada apa-apa, kamu minggir aku mau lihat!"
"Tapi, Ay…"
Ayana menggeser tubuh Elang ke samping dengan sangat kuat. Kemudian tangan yang satu lagi meraih gagang pintu lemari dan membukanya lebar-lebar.
Tangan Ayana menyibak pakaian yang tergantung di lemari dan juga pakaian yang terlipat rapi pun menjadi berantakan akibat ulangnya.
"Sudah aku bilang, nggak ada apa-apa di lemari," ucap Elang yang seketika menghentikan pergerakan tangan Ayana.
Dan Ayana pun berbalik badan menghadap Elang.
"Elang, jawab dengan jujur! Kamu dapat uang itu dari mana? Nggak mungkin kamu minta sama ayah kamu untuk mentransfer uang sebanyak itu kan?" Ayana mencecar pertanyaan dengan nada yang cepat.
Sejenak Elang menarik nafas agar bisa menenangkan diri sebelum berkata, "Aya, papa kamu dapat uang terkejoet itu cuma kebetulan saja kali. Memang itu rezeki papa kamu."
"Aku nggak bodoh, Lang. Aku tahu semua ini kamu yang…"
Ucapan Ayana terpotong karena dengan cepat Elang membungkam bibir Ayana menggunakan jari telunjuk.
Sesaat mereka berdua terdiam dengan mata yang saling beradu dan Elang melangkah mengikis jarak antara dirinya dan Ayana.
Hingga tubuh mereka sudah sama sekali tak berjarak karena Elang memeluk perut Ayana sangat erat.
"Kamu mau apa?" Ayana menelan saliva melihat Elang menyeringai.
"Aya, kamu ingat kesepakatan kita kan? Kamu sudah melanggar dengan cara masuk ke kamarku. Jadi aku pun akan melanggar point yang kamu buat."
"Maksud kamu?"
Elang tersenyum penuh arti. Lalu dia mendekatkan wajahnya di daun telinga Ayana dan berbisik, "Aku meminta pelayananmu di ranjang."