Season 1
Inara hanya coba-coba mencari sugar Daddy supaya bisa lanjut sekolah. Namun siapa sangka Sean yang merupakan Daddy sugar Inara justru mempersunting dirinya. Karena hanya wanita itu yang mampu membuat dirinya menjadi lelaki sejati.
Mau tahu maksudnya? baca kisahnya ya👍❤️
Season 2
Alex dan Seira adalah saudara angkat. Sebuah jebakan untuk Seira membuat Alex harus menolong adiknya dengan merusak kehormatan yang seharusnya dia jaga.
Alex ingin bertanggungjawab namun Seira menolak dengan alasan tidak ada cinta diantara mereka.
Setelah kejadian itu Seira kuliah di luar negeri dan Alex tetap di Indonesia. Hubungan keduanya pun semakin merenggang. Dan itu membuat Alex frustasi.
Hingga akhirnya dia memilih untuk tidak menikah di usianya yang sudah kepala tiga.
Semua wanita cantik dia tolak. Tidak ada yang cantik baginya kecuali Seira. Adik sekaligus gadis yang dia cintai.
Bagaimana kisah Alex dan Seira? apakah mereka bersatu?
Baca kisahnya hanya di Noveltoon 👍🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miss ning, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku bersedia hamil
Sean begitu terpesona saat melihat makluk kecil yang baru lahir ke dunia. Kulitnya yang masih merah pipinya yang gembul matanya yang terpejam namun sesekali terbuka bibirnya yang mungil menjulurkan lidah beberapa kali seperti sedang mencari sesuatu.
Terlebih saat bayi itu berpindah tangan dari sebelumnya berada di gendongan Sky kini berada di gendongan sang istri Inara.
Sean bahagia melihat pemandangan di hadapannya. Seandainya Inara bersedia untuk segera hamil pasti dia akan merasa menjadi lelaki yang paling bahagia di dunia ini. Namun dia sadar Inara masih terlalu muda untuk memiliki seorang anak. Terlebih usianya baru menginjak dua puluh tahun. Dia juga tidak ingin menjadi suami yang egois. Dia akan menunggu sampai istrinya siap untuk mengandung anak-anak mereka nantinya.
“Dad.” Suara Inara yang memanggil dirinya membuat Sean tersadar dari lamunannya.
“Iya sayang.”
“Lihat anak kak Sora, lucu ya dia.” Inara membelai lembut pipi bayi dari kakak iparnya tanpa melihat ekspresi Sean.
“Iya sangat lucu.” Ucap Sean memandang wajah sang istri dengan penuh harapan namun dia simpan sendiri dalam hati.
“Seandainya kau bersedia lebih cepat maka mungkin kita juga akan segera memiliki bayi yang lucu seperti Sora.” lirihnya membelakangi Inara yang sedang menimang-nimang anak Sora yang sedikit merengek.
Meskipun sibuk dengan bayi mungil itu pendengaran Inara masih mampu menangkap kata-kata Sean yang baru saja keluar dari bibir suaminya. Inara terdiam memikirkan sesuatu namun dia tidak membalas ucapan Sean.
“Ayo kita ke ruangan Sora, dia pasti sudah sadar dan menunggu kita.” ajak Sky yang ingin segera bertemu dengan wanita yang baru saja berjuang demi melahirkan putranya. Sean berjalan mengikuti langkah Sky pun dengan Inara yang berjalan beriringan dengan Sean sambil menggendong bayi kakak iparnya.
Pintu didorong oleh Sky tampak Sora yang terbaring diatas ranjang rumah sakit tersenyum menyambut kedatangan mereka terutama saat melihat bayi yang sudah dia kandung selama sembilan bulan.
“Apa itu anak kita?” tanya Sora.
“Dia putra kita.” jawabnya mendekati Sora kemudian memberikan kecupan pada pucuk kepala Sora.
“Anak kita laki-laki?” selama ini baik Sora maupun Sky tidak ingin mengetahui jenis kelamin anaknya. Biarlah itu menjadi kejutan untuk mereka nantinya. Sky tidak peduli anaknya laki-laki atau perembuan baginya sama saja yang terpenting Sora dan calon anaknya sehat dan selamat itu saja sudah lebih dari cukup untuk seorang Sky.
Inara menyerahkan bayi mungil itu kepada ibunya. Sora menerima bayi itu dengan senyum yang terus menghiasi wajahnya. Pun dengan Sky yang tak menyurutkan senyumnya sejak putra mereka lahir. Sky duduk di tepi ranjang samping Sora membuat Sean merasa iri dengan kakaknya yang sudah memiliki keluar lengkap.
Baik Sean maupun Inara sama-sama tenggelam dengan pikiran masing-masing saat melihat keluarga kakaknya sudah terasa sempurna dengan kehadiran seorang anak.
“Kapan kalian menyusul?” celetuk Sora membuat Inara dan Sean langsung menatap satu sama lain.
“Menyusul kemana kak bukankah kalian disini lalu kami harus menyusul kemana?” tanya Sean pura-pura tidak mengerti dengan pertanyaan kakaknya.
“Haish kau ini tentu saja menyusul untuk memiliki anak.” lagi-lagi Inara dan Sean saling bertukar pandang. Sejujurnya Inara merasa bersalah karena menunda kehamilan sedangkan suaminya sangat sudah menginginkan hal itu.
“Sudahlah honey. Semua sudah diatur sama Tuhan sedangkan manusia hanya mampu berdoa dan berusaha. Jika Tuhan belum memberi maka mereka harus lebih extra dalam berusaha dan berdoa.” ucap Sky yang merasa ucapan Sora sedikit keterlaluan.
Setelah keluar dari ruangan Sora perasaan Inara menjadi tidak enak. Sepanjang perjalanan pulang dia juga lebih banyak diam. Rasa bersalah menghinggapi dirinya. Istri macam apa dia yang mementingkan diri sendiri. Dalam relung hati Sean mungkin suaminya sangat menginginkan anak. Dan demi menjaga perasaan istrinya Sean tidak mengungkapkan kekecewaannya kepada Inara. Sean tidak ingin membebani Inara dengan kehamilan saat wanitanya sedang mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter. Walaupun dia kecewa namun dia tetap mendukung apapun keputusan istrinya.
Sean langsung memeluk pinggang Inara begitu pintu apartemen tertutup sempurna setelah sebelumnya dibuka oleh mereka.
“Sayang, apa yang sedang kamu pikirkan hm?” Sean memandang lekat wajah istrinya.
Inara membalas tatapan Sean kemudian memeluk dan menyandarkan kepala pada dada suaminya. Tempat ternyaman untuk dia bersandar.
“Dad.” panggil Inara.
“Katakanlah jika itu membuatmu lega.” ucap Sean membelai lembut punggung istrinya.
Inara ragu ingin menyampaikan apa yang sedang dia pikirkan sejak pulang dari rumah sakit. Tapi dia harus membahas ini kembali dengan Sean meskipun mereka sudah pernah membahas ini sebelumnya.
“Dad, apa kau menginginkan anak secepatnya?”
Sean mengurai pelukan mereka. Meraih tangan Inara menuntunnya untuk duduk di kursi. Dia berlutut sambil menggenggam kedua tangan Inara. Mungkin ucapan Sora sudah menyinggung perasaan istrinya.
“Sayang, apa kamu ingin tahu perasaan aku yang sebenarnya tentang masalah ini?” tanya Sean. Inara sedikit takut dengan kejujuran Sean namun dia tidak boleh egois dan harus bersikap dewasa. Diapun mengangguk perlahan.
“Aku berusaha menerima keputusan kamu untuk menunda kehamilan karena aku tidak ingin kamu terbebani dengan itu. Tapi kamu tahu sendiri kan usia aku sudah diatas tiga puluh tahun sudah pasti aku menginginkan adanya seorang anak. Tetapi kamu tidak usah pikirkan ini lagi, aku akan menerima apapun keputusan kamu. Aku yakin keputusan yang kamu pilih pasti sudah kamu pikirkan baik-baik dan pasti kamu memiliki alasan yang melatar belakangi keputusan kamu itu.” Inara menitihkan air mata mendengar ungkapan Sean yang mengandung kekecewaan di dalamnya.
“Maafkan aku dad.” Sean duduk di sebelah Inara meraih kepala istrinya untuk dia sandarkan di pundaknya. Memberi rasa nyaman untuk istrinya bersandar.
“Sudahlah jangan dipikirkan lagi. Ayo kita makan aku akan memasakkan sesuatu untuk kita makan.”
“Kau bisa masak?” Inara tidak yakin jika suaminya itu bisa memasak. Selama menikah jika Inara tidak memasak maka Sean akan pesan online.
“Kau jangan meremehkan suamimu ini. Tunggulah disini aku akan kembali dalam waktu kurang dari sepuluh menit.” Sean bangkit dari duduknya namun sebelum pergi terlebih dahulu dia mencium kening Inara kemudian pergi ke dapur untuk memasak.
Inara menatap punggung suaminya yang perlahan mulai hilang dari pandangan matanya. Rasanya dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Sebagai seorang istri bukankah dia harus patuh pada suami. Dia juga akan membuat suaminya senang dan bahagia.
Sean menghampiri Inara yang sedang bermain ponsel di kursi ruang tamu. Dengan semangkuk indomie yang lengkap dengan sayur dan telor di dalamnya. Inara menghirup aroma Indomie yang terlihat masih menguap kuahnya. Dengan senyum mengembang Inara menyambut kedatangan Sean.
“Harum sekali.”
“Ini adalah masakan suamimu, ayo buka mulut.” Sean memberikan suapan untuk istrinya.
“Bagaimana, enak tidak?”
“Enak. Pasti bumbunya ditambahin kan?”
“Enggak, bumbunya hanya yang ada di dalam kemasan mie nya saja.” Inara terkekeh.
“Masa??”
“Iya.”
“Enggak percaya ah.”
“Kamu nih yang masak kan aku kok ngeyel.” Sean mencubit hidung Inara dengan gemas.
“Bohong, pasti masaknya ditambah bumbu cinta kan kok enaknya pake banget.” ucapan Inara membuat Sean terkekeh. Mereka menghabiskan semangkuk mie berdua. Kemudian Inara menaruh mangkuk bekas mereka makan di cucian piring kotor. Setelah itu kembali duduk di samping suaminya. Memeluk lengan Sean dengan begitu manja.
“Dad aku bersedia hamil.”